Liputan6.com, New York - Bryon Linnehan menghabiskan lebih dari dua tahun mencari teroris di Irak. Kala itu, ia menjadi agen mata-mata militer. Namun, semenjak bulan Mei 2016, ia menggunakan kepiawaiannya untuk memantau komunikasi elektronik. Bukan di padang pasir, melainkan di perusahaan besar Barclays Plc.
Putus asa untuk menghindari pembayaran mahal seorang regulator, bank-bank investasi kini mempekerjakan mantan intelijen profesional seperti Linnehan untuk memata-matai hampir seluruh aspek kehidupan karyawan mereka. Seperti, berapa lama mereka istirahat merokok saat kerja, website apa yang mereka buka. Tujuannya: mencegah manipulator pasar atau menjadi pedagang nakal, atau dikenal dengan istilah rogue trader.
"Tak banyak alat digunakan untuk pekerjaan seperti ini," kata Linnehan yang masih berusia 37 tahun yang kini bekerja untuk kantor Barclays di New York.
"Pekerjaan ini hanya mengidentifikasi potensi masalah sebelum mereka berubah menjadi sesuatu yang menganggu," tambahnya seperti dikutip dari Bloomberg.
Para agen yang biasa mengurusi teroris dan kejahatan yang terorganisasi menemukan karier kedua yang lebih menyenangkan dengan memata-matai para pedagang di Wall Street. Hal itu dikemukakan oleh para pencari bakat, eksekutif bank dan petinggi HRD.
Metode yang digunakan para agen itu adalah menganalisa suara, SMS, email. Metode itu digunakan oleh para bank untuk mencari trader nakal. Berbeda jika para mantan agen bekerja di departemen pertahanan, bekerja di bank membuat mereka mendapat gaji dua kali lebih besar.
"Orang-orang dari intelijen militer menggunakan data parsial dari komunikasi itu, serta perilaku. Sama halnya serangan teroris yang dipetakan, mereka menerapkan hal yang sama kepada para pedagang nakal," kata Ben Bair, kepala penyelidikan Barclays di London.
"Dan itu yang kita butuhkan untuk meningkatkan pengawasan kepada individu terkait," ucapnya lagi.
Sepanjang 2015 hingga sekarang, perusahaan seperti Deutsche Bank, HSBC, dan JP Morgan telah mempekerjakan puluhan mantan agen mata-mata dari AS dan Inggris, seperti CIA, MI5 dan MI6. Meski demikian, petinggi bank yang dimaksud menolak berkomentar.
Sementara itu, bank telah memperkerjakan orang macam agen mata-mata demi memarangi pedagang nakal dan persaingan tak sehat 'antar maling', menurut Chris Mathers mantan Kepolisian Kanada, sebelum akhirnya bergabung dengan divisi forensik di perusahaan keuangan. Menurut Mathers, bank kini mencari spesifikasi bekas mata-mata yang mumpuni di bidang kriminal siber.
Terkuak, Bank Asing Pekerjakan Eks Agen Mata-mata CIA atau MI5
Para agen yang biasa mengurusi teroris menemukan karier kedua yang lebih menyenangkan dengan memata-matai para pedagang di Wall Street.
Advertisement