Sukses

Eks Budak Seks yang Dihamili ISIS: Putraku Bukan Anak Teroris

Umm Al'aa diculik militan ISIS pada 2014. Dia disiksa dan dijadikan budak seks oleh salah satu anggota kelompok itu.

Liputan6.com, Mosul - Umm Al'aa telah bersumpah tidak akan pernah mengatakan kepada anak laki-lakinya, siapa ayah kandung anak itu.

Perempuan itu akan tetap membesarkan putranya, Mohammed, dikelilingi oleh kasih sayang sang ibu dan kakak serta adik tirinya.

Mohammed tidak akan pernah diberitahu bahwa ibunya diperkosa oleh ISIS dan kemudian hamil ketika menjadi tawanan kelompok militan tersebut. 

"Mohammed anakku, bukan putra ISIS," kata perempuan yang identitas aslinya disembunyikan itu, seperti dikutip dari CNN, Minggu (6/11/2016).

Umm Al'aa yang kini berusia 40 tahun telah memiliki anak dan cucu, ketika ISIS menculiknya dari kampungnya pada 2014.

Menurut keterangan ibu mantan budak seks itu dia dan keluarganya termasuk ke dalam kelompok yang menolak untuk mendukung ISIS, ketika warga lainnya memilih sebaliknya.

Militan ISIS datang ke kampung Umm Al'aa dan mengancam keluarganya hampir setiap hari, meminta mereka untuk segera mendukung kelompok teror tersebut.

Hingga suatu hari mereka menyerang salah satu anak perempuan Umm Al'aa.

"Mereka datang dan memukuli putriku. Merobek baju dan penutup kepalanya. Salah satu dari mereka mengatakan 'perkosa saja dia', namun pria yang memimpin kelompok itu mengatakan jangan," kata Umm Al'aa.

"Pria itu lanjut dengan mengatakan, 'kami ingin ibunya'," sambung perempuan itu.

Beberapa hari kemudian mereka memojokkan dan menculik Umm Al'aa yang sedang berada di pasar.

"Mereka memasukkan aku ke dalam mobil, dan aku berpikir mereka akan membunuhku," kata dia.

Namun ternyata kelompok itu memiliki rencana lain. "Kamu akan menjadi budak kami," itulah kata yang terucap dari mulut militan ISIS kepada ibu itu.

Selama hampir dua tahun perempuan itu hidup dalam penjara ISIS. "Seperti orang mati, tapi mereka menolak untuk membunuhku," kata Umm Al'aa.

Saat masa-masa penahanannya akan berakhir, Umm Al'aa mengatakan seorang militan memukuli dan memerkosanya.

"Aku mencoba untuk melawan, aku sering menangis. Rasa sakitnya bukan kepayang, aku sering dipukuli, dan aku tak bisa melakukan apapun," ujar perempuan itu.

Saat Umm Al'aa dibebaskan, dia tengah dalam keadaan mengandung seorang anak laki-laki.

Umm Al'aa bertekad untuk terus melanjutkan hidupnya. Dia kemudian menamai putranya dengan nama sang suami, Mohammed.

Namun kebahagiaan itu hanya sebentar dirasakan, suaminya kemudian tewas dalam peperangan antara ISIS dengan pasukan koalisi Irak.

"Dia sangat mencintaiku. Kenangan terindahku mengenai dia adalah cinta dan dia sangat menghargaiku. Memang kami miskin, tapi bahagia," kata Umm Al'aa.Â