Liputan6.com, Paris - Malam Natal pada tahun 1888. Saat itu, hari begitu dingin di kota Arles di Prancis. Sedingin Vincent Van Gogh mengambil silet yang ia simpan di lacinya dan mengiris daun telinga kirinya.
Kenapa ia melakukan itu? Tak ada yang tahu. Beberapa teori beredar maestro itu gila, mengalami masalah alkohol hingga perseteruan sengit dengan sesama pelukis, Paul Gauguin. Juga ada anggapan iris telinga karena keinginannya untuk dipeluk sang ibu.
Lebih dari 100 tahun kemudian, alasan iris kuping Van Gogh masih menjadi perdebatan. Demikian seperti dikutip dari CNN, Minggu (6/11/2016).
Advertisement
Namun, sebuah buku terbaru menawarkan teori teranyar motif pelukis asal Belanda itu: Ia mendengar lonceng pernikahan.
Van Gogh menderita patah hati dan memutuskan mengiris daun telinganya setelah menerima surat yang mengabarkan kakaknya, Theo akan menikah. Hal itu dikemukakan oleh ahli seni, Martin Bailey dalam bukunya "Studio of the South: Van Gogh in Provence."
"Kabar itu memicu Van Gogh patah hati. Ketakutan akan ditelantarkan baik secara emosi dan keuangan," terang Bailey.
Beberapa ahli sejarah mengabaikan teori itu. Mereka berasumsi bahwa kabar pernikahan Theo jauh terjadi setelah episode iris telinga. Namun Bailey tak setuju.
"Ada lebih banyak teori yang lain. Tapi saya melihat fakta bahwa ada berita pernikahan sampai ke telinganya pada hari itu," terang Bailey.
"Ini masalah mengumpulkan petunjuk semata. Kami memang tidak memiliki surat itu, tapi ada surat lain yang dikirim oleh Van Gogh pada Januari bahwa ia menyebut telah menerima uang dari saudaranya pada 23 Desember," bebernya.
Bailey percaya uang itu datang bersamaan dengan kabar bahwa Theo dan dealer seni, Jo Bonger bertunangan.
Theo disebut telah menulis surat kepada ibunya dua hari sebelumya dan ingin berbagi kisahnya kepada saudaranya itu sebelum ia tahu dari orang lain.
Van Gogh dan Theo sangat dekat. Ia juga sangat bergantung secara keuangan terhadapnya. Pernikahan itu membuat Van Gogh berpikir akan merusak hubungan mereka.
"Kalau melihat lebih lanjut lagi, ada kemungkinan kecemburuan. Theo sukses mendapat belahan jiwa sementara, Vincent gagal menjaga hubungan romansanya," tulis Bailey dalam buku itu.
Buku itu fokus dengan kehidupan Van Gogh di Arles, selatan Prancis di mana sang maestro tinggal di rumah yang ia sebut 'Yellow House'. Di situ juga, Van Gogh jatuh cinta dengan warna-warna cerah.
"Lingkungan yang cerah di selatan membuka matanya untuk menggunakan cahaya dan warna. Dia tidak pernah begitu dramatis dan berani. Itu adalah periode kreativitas besar, dan pertama kalinya dia punya rumah sendiri," kata Bailey .
Tapi untuk urusan 'telinga', menarik perhatian pembaca.
"Ini kisah Van Gogh yang semua orang ingin tahu. Saya harus mengikutkan kisah itu di buku ini," kata Bailey kepada CNN.
"Ada kepentingan publik yang sangat besar, baik sekarang dan maupun masa lalu, ketika koran menulis tentang momen tersebut."
Setelah memotong telinganya Van Gogh mengenakan baret dan 'menyeret' dirinya ke rumah bordil terdekat untuk memberikan daun telinga yang terpotong, dibungkus kertas, kepada seorang wanita muda yang baru teridentifikasi sebagai Gabrielle Berlatier.
Setelah Berlatier pingsan di tempat saat melihat telinga, Van Gogh melarikan diri - dan kekacauan berikutnya menyebabkan kegemparan di pers lokal.
Bailey menulis bahwa Van Gogh menggambarkan peristiwa tersebut sebagai "pertarungan artis sederhana untuk kegilaan".
Tapi sementara lukanya sembuh, telinga yang cacat terlihat mengerikan dan menjadi pengingat dari apa yang telah dilakukan pelukis.
Kabar Pernikahan Hanya Pemicu
Sementara berita dari pernikahan mendorong jiwa Van Gogh ke jurang, Bailey mengatakan kepada CNN itu bukan satu-satunya katalis.
"Masih banyak perdebatan sekitar masalah medis Van Gogh, dan ada ribuan makalah dalam jurnal medis. Pernikahan itu hanya pemicu," kata penulis.
Sementara dokternya yakin sang artis menderita epilepsi. Para ahli terbaru menunjukkan keracunan absinthe, alkoholisme, gangguan bipolar, dan sengatan matahari di antara faktor-faktor lainnya. Tidak ada konsensus.
Melukai diri sendiri mungkin juga menjadi pembelaan artis untuk mencari bantuan.
Menurut Bailey, terdapat sebuah surat pada 1893 yang membahas catatan medis Van Gogh. Di dalamnya disebutkan, pelukis impresionis Belanda tersebut menjadi "mangsa halusinasi pendengaran". Putus telinga mungkin upaya sia-sia untuk membungkam suara-suara.