Liputan6.com, Hong Kong - Ribuan warga Hong Kong turun ke jalan melakukan aksi protes, pada Minggu 6 November 2016. Massa menuntut pemerintah pusat China untuk tidak 'ikut campur' dalam masalah politik di wilayah administratif khusus itu.
Menurut laporan yang dikutip dari Washington Post, Senin (7/11/2016), tuntutan itu berkaitan dengan larangan China terhadap dua politisi muda, Sixtus Leung dan Yau Wai-ching untuk menjabat sebagai anggota dewan legislatif Hong Kong.
Baca Juga
Ribuan orang turun ke pinggir kota Hong Kong untuk menyuarakan pendapat mereka. Massa mengatakan mereka menentang rencana China untuk 'campur tangan' dalam urusan demokrasi Hong Kong.
Advertisement
Pada malam harinya, massa beralih melakukan protes di depan Gedung Penghubung (Liaison Office) China yang berada di Hong Kong.
Polisi kemudian membentuk blokade untuk menghalangi para pengunjuk rasa memasuki gedung.
"Buka jalan! Buka jalan!" teriak para demonstran saat polisi menyuruh mereka untuk tidak menyerang.
Polisi kemudian menggunakan semprotan cabai dan tongkat untuk membubarkan massa. Beberapa pengunjuk rasa menggunakan topeng dan payung untuk menghindar dari semprotan yang dipancarkan oleh petugas keamanan.Â
Polisi menangkap dua orang demonstran, masing-masing berusia 39 dan 57 tahun. Seorang dari mereka ditahan karena mengganggu pekerjaan petugas, sementara yang lainnya ditangkap karena tidak bisa menunjukkan kartu tanda pengenal.
'Kemerdekaan' yang Tabu
Politisi Muda Penggerak 'Kebebasan' Hong Kong
Larangan terhadap Sixtus Leung dan Yau Wai-ching untuk menjabat setelah terpilih dalam pemilu pada September lalu, disebabkan karena parlemen menolak sumpah mereka.
Menurut laporan dari CNN, kedua calon anggota dewan legislatif itu mengubah sumpah mereka dengan menambahkan kalimat 'Hong Kong 'bukan' China' yang ditulis di atas bendera biru.
Akibatnya pimpinan tertinggi dewan legislatif China mengatakan bahwa setiap anggota yang menolak untuk mengucapkan sumpah yang sesuai dengan aturan yang ada akan didiskualifikasi.
"Membaca dengan tidak hormat dan sopan merupakan salah satu bentuk penolakan terhadap sumpah. Jadi mereka tidak bisa menjabat," begitu bunyi keputusan tersebut.
Kedua calon legislatif muda itu berasal dari Partai Youngspiration, yang telah beberapa kali menyerukan agar Hong Kong 'lepas' sepenuhnya dari China.
Leung dan Yau juga telah beberapa kali gagal menduduki jabatan mereka karena secara provokatif mengubah bunyi sumpah.
Sementara itu, kata 'kemerdekaan' merupakan suatu hal tabu di Hong Kong yang diatur dalam prinsip 'satu negara, dua sistem'.
Keinginan untuk memimpin wilayah sendiri itu menjadi sumber kekhawatiran Beijing, mengatakan itu bisa tersebar di kalangan aktivis lain dan mengancam aturan pemerintah pusat.
"Pada dasarnya, 'kemerdekaan' yang dibicarakan Hong Kong adalah keinginan untuk membagi negara. Ini jelas-jelas melanggar kebijakan 'satu negara, dua sistem'," kata Ketua Komite Hukum Dasar Parlemen, Li Fei, seperti dilansir dari Reuters.
"Pemerintah pusat sangat khawatir akan terjadinya bahaya besar yang akan dihadapi oleh pasukan independen Hong Kong, negara ini, dan tentunya wilayah itu sendiri," sambung Li Fei.
Menanggapi hal tersebut, pimpinan Hong Kong, Leung Chyb-ying, mengatakan pemerintahnya akan sepenuhnya melaksanakan interpretasi mini-konstitusi China, meskipun belum jelas apakah pasangan pro-kemerdekaan itu telah dikualifikasi sepenuhnya. Â
Advertisement