Liputan6.com, Jakarta Semua orang berharap melakukan perjalanan udara dengan lancar. Mendengar suara keras mirip ledakan dan bau asap menyengat tentu saja bukan hal yang diharapkan terjadi pada ketinggian 39 ribu kaki.
Namun, itulah yang dialami para penumpang US Airways penerbangan 1549 dari New York menuju ke North Carolina delapan tahun lalu.
Baca Juga
Kala itu, Kapten Chelsey Sullenberger mengendalikan jet dan mendarat darurat di Sungai Hudson. Aksinya menginspirasi film Sully, yang menampilkan bintang Tom Hanks sebagai pilot pahlawan.
Advertisement
Namun, tak ada prosedur baku bagi para awak ketika mendapat kesulitan di udara. Pun tak ada buku petunjuk bagaimana menangani hal darurat tersebut, demikian dilaporkan The Sun, seperti dikutip Liputan6.com pada Selasa (8/11/2016).
Sebuah forum tanya jawab Quora mempertanyakan, "Jika ada kemungkinan bahwa kecelakaan akan terjadi, apakah penumpang diberi tahu?"
Respons dari berbagai orang termasuk pilot profesional, frequent flyer, dan mereka yang selamat dari kecelakaan pesawat udara, sangat mengejutkan
Banyak yang menjawab, di setiap situasi kritis, semua berharap akan mendapat peringatan, "bersiap untuk tabrakan."
Namun, kata-kata seperti, "bersiap, bersiap!" seperti pada latihan para awak kabin, kadang tak sampai hati terucap.
Entah karena terlalu sedikit waktu, atau pilot tidak mau menambah panik penumpang.
Saat penerbangan Pacific Southwest Airlines 182 jatuh di San Diego tahun 1978, pilot hanya punya sepersekian detik mengabarkan bahwa malapetakan segera terjadi.
Burung besi jenis B-727 itu mengalami tabrakan di udara dengan pesawat Cessna, lalu jatuh di perumahan North Park.
Kala itu, insiden tersebut disebut sebagai kecelakaan di udara paling parah di seluruh AS. Seluruh penumpang dan kru berjumlah 135 orang dan 7 warga di darat tewas seketika.
Di forum yang sama, Robert Petrin-- korban selamat helikopter yang jatuh di Afghanistan-- mengatakan penumpang tidak diberi tahu kondisi yang terjadi di kokpit.
"Saat itu kami membawa 21 orang dan kargo yang banyak serta bensin yang cukup untuk penervangan 3 jam, dalam heli MI-8, dan saat itu hari terik luar biasa," katanya.
Terbangun dari tidurnya, Patrin sadar pesawat mereka tak berjalan normal dan seperti kehilangan kendali ketinggian.
"Di satu sisi, kami terbang sangat rendah, lalu heli belok kiri dengan tajam, dan nyaris menyentuh tanah. Dan aku melihat daratan datang ke arah kami dengan cepat," kenangnya.
"Seluruh kejadian itu berlangsung cepat. Tak ada kata 'OMG atau 'kita bakal mati', tak ada."
Pesawat Terjebak Asap Anak Krakatau
Alan Clement, seorang pilot berlesensi sekaligus frequent flyers mengatakan, detik-detik kecelakaan terjadi begitu cepat.
"Jika suasana di kokpit sangat intens dan sedikit waktu, kalimat perintah darurat mungkin tak pernah terucap. Seperti yang terjadi dengan penerbangan British Airways 38, ketika pilot hanya punya sedikit waktu untuk memperbaiki masalah dan persiapan mendarat darurat."
Momen itu terjadi pada tahun 2008. Saat itu, British Airways boeing 777, tergelincir di runway di bandara Heathrow dari Beijing. Keseluruhan penumpang dan kru 152 orang selamat, berkat pilot yang tetap tenang di tengah suasana gawat.
Pengguna lain bernama Tom Farrier, yang mengaku sebagai mantan Direktur Keselamatan di Asosiasi Transportasi Udara mengalami insiden serupa.
Kala itu tahun pada 1982, pesawat British Airways ditumpanginya dibawa oleh Kapten Eric Moody.
Burung besi itu melewati asap vulkanik Anak Krakatau. Ia ingat, Kapten Moody berkata, "Tuan dan Nyonya, di sini kapten yang berbicara. Kita memiliki sedikit masalah. Keempat mesin berhenti. Kami berusaha menyalakan mesin. Saya mengimbau agar Anda semua untuk tidak terlalu khawatir memikirkannya."
Keempat mesin akhirnya menyala -- sementara-- dan Moody berhasil mendaratkan pesawat itu dalam pendaratan darurat yang mulus di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
"Seperti pengalaman menuju kematian," kata Kapten Moody di kemudian hari.
Advertisement