Liputan6.com, Tallinn - Jelang berlangsungnya pemilu presiden Amerika Serikat (AS), di benua Eropa tepatnya di pangkalan udara NATO, Amari, di Harjumaa, Estonia, situasi diselimuti ketegangan. Pasalnya, jet-jet tempur Rusia dilaporkan 'menerobos' ke wilayah udara NATO.
Seperti dikutip dari The Washington Post, Senin, (7/11/2016) 13 pesawat tempur Rusia melintasi langit NATO. Fenomena tersebut membuat jet-jet tempur NATO bergegas mengudara.
Baca Juga
Menurut tujuh pilot pesawat tempur Jerman yang berjaga selama 24 jam di pangkalan udara Amari, eskalasi ketegangan antar dua kubu memiliki efek praktis, yaitu tatap muka yang lebih dekat dengan pilot jet tempur Rusia di udara.
Advertisement
Mereka mengaku kerap terbang dalam jarak 9,1 meter saja dengan jet tempur Rusia. Saking dekatnya jarak tersebut dianggap cukup untuk menyapa dengan melambaikan tangan.
Salah seorang pilot Jerman bahkan mengklaim pernah melihat pilot Rusia mengacungkan jari tengahnya.
"Mungkin dia terlalu banyak menonton 'Top Gun'," kata Letnan Kolonel Swen Jacob, Komandan Kontingen Jerman di Amari.
Militer Jerman telah 34 kali menghadapi penetrasi Rusia sejak penempatan mereka pada akhir Agustus lalu. Mulai dari 'mengawal' jet tempur Sukhoi, pesawat pengintai Ilyushin, dan pesawat transportasi Antonov.
Sebagian besar pesawat-pesawat perang Rusia itu berangkat dari pangkalan udara mereka di dekat St. Petersburg dan Kaliningrad, kantong Rusia yang 'terjepit' di antara dua anggota NATO, Lithuania dan Polandia.
Penerbangan oleh militer Rusia kerap kali dilakukan tanpa transponder sehingga membuat mereka terlihat seperti pesawat sipil.
"Pesawat tempur hampir selalu bersenjata lengkap. Enam jenis rudal. Bahkan mereka bisa membawa hingga 10," jelas Jacob.
Sementara itu, Finlandia dan Estonia mengklaim tak hanya wilayah udara mereka yang telah 'dicemari', namun bagian bawah laut juga. Saat ini sistem rudal berkemampuan nuklir berkekuatan besar milik Negeri Beruang Merah tengah dalam perjalanan menuju pangkalan angkatan laut Rusia di wilayah kantong mereka di Kaliningrad.
Pejabat pertahanan Estonia menilai, masa transisi pemerintahan ASÂ 'dimanfaatkan' oleh Rusia. Sementara itu, pejabat di Baltik mengatakan belakangan serangan siber meningkat. Isu serupa telah lebih dulu berkembang di dalam Negeri Paman Sam.
Di Rusia, pembawa berita terkenal berulang kali mengatakan bahwa Rusia dapat mengubah AS menjadi abu radioaktif.
"Salah satu tanggal penting adalah 8 November. Mereka mencoba membuat posisi negosiasi yang lebih baik di Suriah, di Ukraina, mungkin di tempat lain. Masa jabatan presiden AS sudah mau berakhir. Dan mereka akan segera menguji presiden AS yang baru dengan posisi yang sangat sulit," kata Ketua Komite Pertahanan Nasional Parlemen Estonia, Marko Mihkelson.
Presiden Rusia, Vladimir Putin blak-blakan mengakui bahwa ia telah menganggap Barack Obama sebagai masa lalu dan fokus ke penghuni Gedung Putih berikutnya.
"Ada banyak masalah yang telah menyulitkan diskusi dengan pemerintahan saat ini karena secara praktis tak ada kewajiban yang terpenuhi dan tak ada perjanjian yang dihormati, termasuk yang ada di Suriah. Kami siap, dalam hal apa pun, untuk bicara dengan presiden baru dan mencari solusi bahkan dalam persoalan paling pelik sekali pun," tegas Putin.
Siaga Tinggi
Menurut perwakilan Inggris di NATO, Sir Adam Thomson, saat ini 300.000 pasukan NATO telah disiagakan. Sementara Sekjen NATO, Jens Stoltenberg menolak memberikan konfirmasi terkait hal tersebut.
Namun ia mengatakan, pihaknya telah melihat, Rusia jauh lebih aktif menyangkut beberapa hal.
"Kami telah melihat, Rusia jauh lebih tegas dalam menerapkan sebuah pembangunan substansial selama bertahun-tahun, meningkatkan anggaran belanja militer tiga kali lipat sejak tahun 2000, mengembangkan kekuatan militer baru, melatih pasukan mereka, dan menggunakan kekuatan militer untuk menyerang negara tetangga," kata Stoltenberg seperti dikutip Independent.co.uk.
"Kami juga telah melihat bagaimana Rusia menggunakan propaganda terhadap negara anggota NATO di Eropa dan itulah mengapa kita memberikan respon. Kami menanggapinya dengan penguatan pertahanan kolektif terbesar sejak akhir Perang Dingin," imbuhnya.
Pada Oktober lalu, NATO disebut tengah mempersiapkan sebuah markas bagi 4.000 pasukan di perbatasan Rusia dengan negara-negara Baltik. Ini disebut sebagai pembangunan terbesar pasca-Perang Dingin sementara nantinya pasukan yang menempati barak tersebut berasal dari seluruh negara aliansi.
Meski demikian, para pejabat pertahanan Estonia mengatakan bahwa penerbangan pesawat-pesawat tempur Rusia di Baltik lebih mengganggu ketimbang menimbulkan ancaman. Mereka berkeyakinan bahwa jet-jet tempur tersebut tidak dipersiapkan untuk menyerang negara-negara NATO.
Yang lebih dikhawatirkan justru adalah meningkatnya risiko kecelakaan udara di mana ini dapat meningkatkan ketegangan yang saat ini sudah tinggi.
Dylan P. White, Juru bicara NATO mengatakan, pihaknya berencana menyuarakan keprihatinan seiring dengan eskalasi di Laut Baltik pada pertemuan NATO-Rusia dalam waktu dekat.
Diakui oleh Menteri Pertahanan Estonia, Hannes Hanso, negaranya sangat bergantung pada kehadiran NATO.
"Kami melihat mereka berusaha untuk menantang dan menguji sistem kami terus menerus," ungkap Hanso mengingat negaranya tidak memiliki jet tempur dengan sistem persenjataan.
Komandan Kontingen Jerman di Amari, Letnan Kolonel Swen Jacob menegaskan bahwa protokol NATO sangat jelas. Jika pesawat Rusia terbang di wilayah internasional, tak akan ada tindakan kecuali pemantauan dan mungkin merekam pergerakan mereka dengan kamera digital.
Namun jika jet tempur Rusia melanggar wilayah udara NATO--di mana telah terjadi lima kali di Estonia pada tahun ini--eskalasi dengan cepat akan meningkat.
"Pertama, akan dicoba berkomunikasi melalui radio. Jika tidak direspon, kami akan terbang di sisi mereka untuk memamerkan persenjataan, kemudian mengawal mereka keluar dari wilayah udara NATO. Pilot juga bisa melepas tembakan peringatan, namun keputusannya ada di pejabat yang lebih tinggi," jelas Jacob.
Jacob menambahkan, kejadian cukup lucu pernah terjadi pada akhir 2014. Di tengah situasi tegang, seorang pilot Rusia melalui radio justru mengucapkan selamat Natal kepada pilot Jerman.
"Namun kami tetap menyikapinya secara serius. Pasukan kami tahu apa yang bisa terjadi jika mereka melakukan kesalahan, hal bodoh atau gila. Dan saya pikir Rusia menyadarinya juga," imbuhnya.
Advertisement