Sukses

'Kehidupan Malam' Suriah di Tengah Perang dan Ancaman Maut

Di tengah situasi yang mencekam akibat perang, sejumlah tempat hiburan malam masih beroperasi di Ibukota Suriah, Damaskus.

Liputan6.com, Damaskus - Sebuah patung orang-orangan sawah sisa perayaan Halloween menyambut para tamu di pub bernama La Marionnette. Para tamu yang kebanyakan pemuda berusia 20-an asyik mengobrol, di salah satu sudut ruangan seorang pria santai menuangkan vodka dari botol besar.

Bartender di tempat itu juga sibuk menenggak anggur merah Lebanon dalam gelas bertangkai pendek. Dinding La Marionnette yang berwarna hijau disinari warna merah dan emas yang berasal dari lampu buatan tangan.

Ada poster grup band asal Swedia, Abba dan penyanyi Amerika Serikat (AS), Jim Morrison yang tergantung bersebelahan di dinding.

Sementara itu disc jockey (DJ) memainkan lagu 'Stayin' Alive' yang dicampur dengan Elvis, Bill Haley, dan Chuck Berry. Dan tak lama lagu-lagu Barat pun berganti menjadi musik Timur Tengah termasuk di antaranya dari musisi kelahiran Mesir, Dalida.

Para bartender akan menari sembari menyajikan minuman bagi tamu. Tak ada beban kerja, begitu santai. Pub ini tidak berada di Eropa atau Amerika, melainkan di sebuah negeri yang porak-poranda akibat perang saudara, Suriah.

Dana, salah seorang bartender menceritakan bahwa setahun lalu suasana di Kota Tua, Damaskus, ini muram dan mematikan. Jumat digambarkannya sebagai hari terburuk.

"Anda tidak akan berani datang ke sini. Pada hari Jumat selalu diwarnai dengan kebakaran akibat mortir. Mereka memulainya dengan salat Jumat. Setelah itu pasti ada bom, jadi tidak seorangpun berani keluar rumah setelah pukul 00.00," jelas Dana seperti Liputan6.com kutip dari npr.org, Selasa (8/11/2016).

Lebih lanjut Dana mengatakan bahwa warga Suriah tak lagi bicara tentang peperangan yang tengah melanda negara mereka, "Mereka sudah terlalu lelah".

Tak jauh dari La Marionnette terdapat pub lainnya yang lebih tersohor, Abu George. Pemiliknya, Abu Eissam menegaskan tak akan menutup tempat minum yang telah berdiri selama 80 tahun itu satu hari pun.

Selama 5 tahun perang sipil di Suriah, Abu Eissam menolak untuk menutup pub yang merupakan usaha keluarganya satu hari pun (Alison Meuse/NPR)

Siapa pun yang hendak masuk ke Kota Damaskus atau Old City akan melewati sebuah gerbang batu besar dan pos pemeriksaan yang dijaga ketat oleh pasukan pro-pemerintah.

Pada dinding gerbang terdapat beberapa poster, tentara yang dibunuh, martir loyalis yang berdiri gagah, anak-anak sekolah yang dibunuh oleh kelompok pemberontak dan lainnya.

Sejumlah pub itu berada di sebuah lingkungan Kristen, Bab Touma. Kawasan di mana terdapat sejumlah toko dan gereja ini menjadi satu-satunya tujuan bagi mereka yang ingin hang out sambil menikmati minuman beralkohol. Bab Touma juga favorit dikunjungi karena lanskapnya.

Budaya minum-minum di Suriah telah ada sejak peradaban kuno hingga hari ini. Berbeda dengan aturan di beberapa negara muslim, keberadaan minuman beralkohol tidak dilarang di Suriah.

Tak ada pula aturan minuman beralkohol diperuntukkan bagi kalangan tertentu, baik golongan elite atau agama minoritas.

Suriah, Lebanon, dan Irak telah lama memproduksi minuman beralkohol sendiri, mulai dari bir, wine, hingga arak yang dibumbui adas. Konstitusi Suriah memang menggunakan Islam sebagai sumber hukum utama, namun rezim Ba'ath telah melegalkan minuman beralkohol, menyediakannya dengan harga murah.

Saat ini salah satu kota besar di Suriah, Aleppo tengah menjadi perhatian dunia menyusul pertempuran yang antara pasukan pro-pemerintah dan kelompok pemerintah. Tak hanya mereka, namun dua kekuatan besar dunia, Rusia dan AS pun terlibat dalam perang itu.