Liputan6.com, Washington DC - Dalam waktu beberapa hari ke depan, presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, akan memiliki akses penuh atas rahasia intelijen terbesar dan terpenting Negeri Paman Sam.
Dokumen rahasia berisikan President's Daily Briefing (PDB) itu merupakan berkas eksklusif intelijen yang dikontrol dan dijaga ketat oleh Presiden Barack Obama.
Baca Juga
Menurut laporan yang dikutip dari USA TODAY, Kamis (10/11/2016), Josh Earnest, selaku Sekretaris Pres Gedung Putih, mengatakan bahwa pada Rabu 9 November 2016 Obama telah memerintahkan untuk membuat dokumen intelijen yang disebut 'the book', agar dapat diakses oleh Trump.
Advertisement
Tidak hanya untuk sang presiden terpilih, suami Michelle Obama itu juga meminta agar PDB dapat diakses oleh Mike Pence dan 'beberapa anggota tim Trump'.
"Tidak hanya akses PDB, tapi juga material intelijen lainnya. Trump akan dibekali dengan informasi dasar intelijen untuk membantunya mengimbangi apa yang telah didapatkan Obama sejauh ini," kata Earnest.
Penanggung jawab pers Gedung Putih itu juga mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada hukum yang mengharuskan presiden terpilih mengetahui isi PDB.
Namun 'tradisi' itu kemudian dibudidayakan sejak Presiden Harry Truman menjabat. Truman mengaku kesal karena tidak mengetahui apa-apa tentang Projek Manhattan. Mantan orang nomor satu AS itu bersumpah pemimpin setelah dia tidak akan merasakan hal yang sama.
Maka sejak itu, tradisi 'membongkar' rahasia kepada presiden terpilih dilaksanakan sebelum memasuki Oval Office.
"Presiden Bush juga melakukan hal yang sama kepada Presiden Obama dan tim keamanannya pada pemilihan 2008. Ini merupakan bagian penting untuk memastikan peralihan jabatan yang diprioritaskan Obama," kata Earnest.
Pejabat intelijen menolak untuk memberitahukan kapan dan di mana tradisi itu akan dilaksanakan. Namun menurut catatan, badan intelijen mengakomodasikan presiden terpilih di manapun mereka berada.
Kantor Direktur Intelijen Nasional bahkan memasang kantor satelit keamanan di Chicago untuk mengkoordinasi akses Obama, dan tidak ada alasan untuk tidak memasang fasilitas yang sama di New York.
"Apa yang didapatkan oleh presiden terpilih Donald Trump adalah sesuatu yang secara kualitatif berbeda dari ketika ia masih menjadi kandidat. Ya, dokumen itu rahasia, tapi yang dilihat hanyalah gambaran umum," kata David Pries, mantan pejabat intelijen CIA itu.
"Apa yang dapat diakses oleh Trump sekarang adalah analisa paling tepat dan rinci dari masalah keamanan nasional yang kita hadapi di dunia saat ini. Seharusnya ini dapat membuka mata presiden terpilih," tambah penulis The President's Book of Secrets: The Untold Story of Intelligence Briefings to America's Presidents from Kennedy to Obama itu.
Walaupun begitu, akses informasi rahasia Trump menjadi isu kampanye ketika badan intelijen memberikan miliarder nyentrik itu dokumen 'level rendah' setelah konvensi Republik.
Beberapa anggota Kongres mendesak intelijen untuk menolak memberikan dokumen kepada suami Melania Trump itu. Hal tersebut dilakukan karena adanya pernyataan kontroversi yang dilihat dapat 'menyemangati' pembajak Rusia.
Sementara itu , Hillary Clinton dipertanyakan tentang akses dokumen rahasianya setelah FBI memutuskan bahwa istri Bill Clinton itu harus menggunakan server email pribadi, untuk mengirim dan menerima informasi rahasia sebagai seorang Menteri Luar Negeri.
Earnerst tidak menyebutkan siapa saja dari tim Trump yang dapat mengakses dokumen rahasia itu. Namun biasanya presiden terpilih akan meminta penasehat keamanan mereka juga mendapatkan akses dokumen.
Saat ini yang menjadi penasehat keamanan nasional terdekat dengan Trump dalah Letnan Jendral Micheal Flynn, mantan direktur Defense Intelligence Agency.
Flynn telah mendapatkan izin keamanan (security clearane) dari pekerjaannya yang lalu.
Berdasarkan pada Presidential Transitions Improvement Act yang ditandatangani Obama tahun lalu, tim kampanye presiden juga dapat memperoleh izin keamanan baru untuk penasehat yang memungkinkan mereka menerima materi selama masa transisi.