Sukses

Pengakuan Muslimah di AS yang Memilih Donald Trump

Donald Trump dikecam karena retorika kampanye yang dianggap menghujat warga muslim. Lalu, mengapa muslimah ini memilihnya?

Liputan6.com, Jakarta Ada sejumlah alasan mengapa warga warga muslim Amerika Serikat tak memilih Donald Trump dalam Pilpres 2016 yang digelar Selasa, 8 November 2016 lalu.

Di antaranya ancaman yang ditebar kandidat Republik itu untuk melarang muslim masuk AS dan komentarnya yang dinilai melecehkan orang tua  Humayun Khan, seorang tentara muslim Amerika Serikat yang meninggal akibat terkena ledakan bom bunuh diri di Irak.

Presiden ke-45 AS terpilih itu juga dicap keras kepala, rasis, atau pendukung supremasi kulit putih. Ia juga dicela sebagai pria yang merendahkan martabat kaum hawa.

Namun, semua alasan itu tak menghentikan Asra Q. Nomani, seorang muslimah yang pernah jadi reporter Wall Street Journal. Ia terang-terangan mengaku sebagai pendukung Donald Trump. Dan, perempuan itu punya alasan yang mendasari pilihannya itu.

Seperti diikutip dari Washington Post pada Jumat (11/11/2016), pada musim dingin 2008, Nomani pindah dari negara bagian West Virginia ke  Virginia demi membantu memenangkan Barack Obama sebagai Presiden AS keturunan Afrika pertama dalam sejarah.

Namun, setahun ini, ia lebih condong kepada Donald Trump yang waktu itu masih menjadi calon presiden dari Partai Republik. Nomani merahasiakan pilihannya itu rapat-rapat.

Nomani mengaku mendukung posisi Partai Demokrat soal aborsi, pernikahan sejenis, dan perubahan iklim. Namun demikian, sebagai seorang ibu tunggal, ia tidak mampu memenuhi kewajiban asuransi kesehatan di bawah skema Obamacare.

Bukan hanya itu, program modifikasi kredit pemilikan rumah (KPR) yang ditawarkan Obama juga tidak membantunya.

Selagi mengemudi mobil di kampung halamannya di West Virginia, ia masih melihat warga-warga biasa berjuang keras untuk tetap hidup, bahkan setelah delapan tahun pemerintahan Obama.

Kemudian, sebagai seorang muslim yang mengalami langsung ekstremisme di dunia, ia menentang keputusan Presiden Obama dan Partai Demokrat yang "bermain-main" dengan ISIS.

Tentu saja, retorika Trump membuat panas telinga. Namun, ia memandang hal itu dibesar-besarkan oleh pemerintah dan media Qatar serta Saudi Arabia, maupun proksi mereka di dunia Barat.

Pada pertengahan Oktober, beredarlah bocoran surel di WikiLeaks. Email bertanggal 17 Agustus 2014 dari Hillary Clinton kepada John Podesta, ketua juru kampanyenya, mengusik hati Nomani.

"Kita perlu menggunakan aset diplomatik dan intelijen tradisional untuk menekan pemerintah Qatar dan Saudi Arabia, yang menyediakan dukungan keuangan dan logistik kepada ISIS dan kelompok-kelompok radikal Sunni lainnya di kawasan," demikian isi email tersebut.

Kemudian, terungkaplah sumbangan berjuta-juta dolar dari Qatar dan Saudi Arabia kepada Yayasan Clinton. Habislah dukungan Nomani itu kepada Hillary Clinton.

Meski demikian, Nomani mengaku mendukung kesetaraan gaji antara perempuan dan pria seperti yang dikampanyekan Hillary Clinton.  Ia juga tak sepenuhnya mendukung apa yang dilakukan Trump.

Perkataan miliarder nyentrik itu yang cabul soal perempuan, gagasan pendirian tembok pembatas antara Amerika Serikat dan Meksiko, dan rencananya untuk melarang kaum muslim masuk AS ditentang Nomani.