Liputan6.com, Mosul - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat dianggap menjadi sebuah 'kesempatan' untuk merekrut anggota baru bagi militan ISIS.
Seorang komandan tinggi kelompok teror itu pun telah memperingatkan, terpilihnya miliarder nyentrik itu sebagai pengganti Barack Obama akan menambah anggota mereka lebih mudah, hingga berjumlah ribuan.
Seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (15/11/2016), Abu Omar Khorasani, seorang komandan tinggi ISIS, mengatakan kepada Reuters bahwa pidato Trump yang tak menguntungkan warga muslim dalam kampanye, dapat digunakan sebagai alat propaganda untuk 'mengundang' militan baru ISIS ke medan perang.
Advertisement
Menurut petinggi kelompok teror itu, bersama dengan komandan Taliban, kampanye presiden terpilih AS untuk melarang muslim memasuki Negeri Paman Sam, justru 'memudahkan' pekerjaan mereka dalam perekrutan, terutama kaum muda di Barat.
"Pria ini benar-benar seorang maniak. Kebencian terdalamnya terhadap muslim membuat pekerjaan kami menjadi lebih gampang, membuat kami bisa merekrut ribuan militan baru," kata Khorasani.
Pada masa kampanye merebut kursi Gedung Putih melawan Hillary Clinton, Trump berjanji akan mengalahkan ISIS 'seperti AS memenangkan Perang Dingin'.
Namun setelah pilpres berakhir, Trump 'melonggarkan kebijakannya' dengan mengatakan tidak akan melarang secara total muslim memasuki AS. Melainkan menangguhkan imigrasi bagai pendatang yang berasal dari negara dengan catatan terorisme.
Walaupun begitu, Trump mengemukakan beberapa detail rencananya dalam memerangi kelompok teror seperti ISIS, Taliban, dan Al Qaeda, yang mewakili gambaran pandangan politik yang luas.
"Trump tidak membedakan antara ekstremis dengan non-ekstremis. Pada saat yang sama faktanya dia mengabaikan bahwa ekstremis hanya akan kembali menghasilkan ekstremis" kata seorang ulama Muslim Syiah di Irak, Moqtada al-Sadr, dalam sebuah pernyataan.
Al-Sadr merupakan pemimpin kelompok yang sangat bertentangan dengan ISIS dan al-Qaeda. Grupnya tidak pernah memprovokasi ataupun menyerang negara Barat.
Sementara itu, serangan yang dilancarkan oleh ISIS membuat AS 'sibuk', termasuk salah satunya penembakan brutal yang dilakukan seorang anggota militan di kelab malam di Orlando dan menewaskan 49 orang.
Pemerintahan Obama memperingati warga agar berhati-hati dengan adanya serangan serupa dilakukan oleh teroris yang memilih untuk 'berjihad' di kampung halaman mereka dari pada bergabung ke Timur Tengah.
"Pemimpin kami mengamati dengan cermat pemilihan AS, tak disangka-sangka warga AS akan menggali 'kuburan' mereka sendiri dengan memilih Trump," ujar Khorasani yang menyebut Obama lebih memiliki 'otak' ketimbang Trump.
Sementara itu kelompok teror lainnya, Al Qaeda yang menyerang New York dan Pentagon 15 tahun lalu, belum memberikan komentar apapun terkait terpilihnya Trump sebagai penerus Obama.
"Al Qaeda dikenal sebagai teroris yang memikirkan strategi. Kelompok itu tampaknya akan memberikan respons setelah Trump berpidato sebagai presiden. Mereka akan mencoba mengutip ucapannya, Gedung Putih, dan pejabat AS lainnya," kata Hisham al Hashemi, penasehat pemerintah Irak.
Mesin Propaganda
Sejauh ini tim Trump belum memberikan komentar apapun terkait pernyataan yang dikeluarkan oleh ISIS.
Namun analis mengatakan walaupun Trump 'melonggarkan' komentar anti-muslim saat ia menduduki Gedung Putih pada Januari 2017, pidatonya pada masa kampanye sudah cukup mengompori munculnya mesin propaganda militan.
"Teroris akan mengutip kata-kata itu," kata Matthew Henman, kepala IHS Janes's Terrorsm and Insurgency Centre.
"Kuncinya adalah, terutama untuk ISIS dan al-Qaeda, mengatakan kepada calon anggota baru mereka bahwa negara Barat membenci Islam dan tidak akan pernah menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat," ujar Henman.
Sementara itu, seorang komandan senior Taliban di Afganistan mengatakan bahwa dia mengikuti dan mencatat semua perkataan Trump terkait anti-muslim selama kampanye.
"Jika Trump benar-benar melakukan apa yang dikatakannya selama kampanye, aku yakin hal itu akan memprovokasi umat muslim di seluruh dunia dan kelompok militan akan memanfaatkan hal itu," kata petinggi Taliban yang tak disebutkan namanya itu.
Tak lama setelah kemenangan Trump atas Hillary diumumkan, beberapa komentar dari simpatisan ISIS mulai memenuhi media sosial.
"Kemenangan Trump menjadi presiden AS menjadi tambang emas, bukannya kemunduran," tulis seorang netizen dengan nama pengguna @alhlm200, yang belakangan sering memosting dukungan untuk ISIS.