Liputan6.com, Aleppo - Pesawat tempur kembali melakukan serangan udara di Aleppo timur untuk pertama kali setelah beberapa minggu terjadi penangguhan serangan pada Selasa, 15 November 2016. Hal itu merupakan upaya pemerintah Suriah untuk merebut kembali kota tersebut.
Serangan besar itu dilakukan oleh militer Suriah sebagai bagian dari "operasi pendahuluan" di bagian timur kota. Menurut keterangan yang dilaporkan televisi pemerintah Suriah, serangan tersebut menggunakan pesawat tempur dengan senjata yang secara presisi menargetkan posisi teroris.
Menurut aktivis Aleppo Media Center (AMC), Setidaknya satu perempuan meninggal dan lima orang lainnya mengalami luka-luka akibat bom barel yang dijatuhkan dari helikopter.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan televisi pemerintah Suriah, tentara melakukan dorongan di beberapa daerah untuk memperketat pengepungan mereka di wilayah yang dikuasai pemberontak. Mereka juga memotong jalur pasokan dari provinsi yang dikuasi pemberontak di Provinsi Idlib.
Salah seorang pembaca berita menyebut bahwa serangan udara tersebut sebagia "zero hour" untuk serangan besar-besaran yang ditujukan kepada teroris, termasuk serangan udara yang dilakukan Angkatan Udara Rusia.
Berdasarkan media pemerintah Rusia, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyebut bahwa Kapal induk Rusia, Admiral Kuznetsov, telah memulai pertempuran melawan teroris di Provinsi Idlib dan Homs pada 15 November.
Menurut Shoigu, itu merupakan kali pertama kapal induk, yang baru saja tiba di lepas pantai Suriah, terlibat dalam operasi militer.
Dikutip dari CNN, Rabu (16/11/2016), ketika ditanya apakah Rusia akan segera menyerang Aleppo, juru bicara Kremlin, Dimitry Peskov mengaakan bahwa diskusi terkait hal tersebut sedang dilakukan.
Dimulainya kembali serangan di Aleppo disampaikan setelah terjadi penangguhan serangan udara yang berlangsung selama hampir tiga minggu oleh pesawat Suriah dan Rusia.
Pada Minggu, 13 November 2016 warga Aleppo telah menerima pesan singkat, di mana pemerintah Suriah memerintahkan mereka untuk meninggalkan kota dalam 24 jam.
Pejabat Suriah dan Rusia mengatakan, koridor kemanusiaan telah dibentuk untuk membuat warga dapat meninggalkan Aleppo. Namun banyak dari mereka yang menganggap mereka tak aman menggunakannya, sementara lainnya menolak untuk keluar.