Sukses

Pasukan Irak 'Kesulitan' Membedakan Rekan Prajurit dan ISIS

ISIS menyamar sebagai warga dan membuat pergerakan prajurit pemerintah melambat.

Liputan6.com, Mosul - Sebuah kendaraan yang dilindungi oleh pelat logam dan dikendarai oleh bomber bunuh diri ISIS, mengarahkan roda empat itu ke jalan utama yang dipenuhi oleh prajurit pemerintah Irak dan koalisi AS, yang berada di Mosul.

Ketika kendaraan itu semakin mendekat, para prajurit Irak mulai menembaki 'mesin' pembunuh ISIS tersebut, berusaha memukul mundur mereka dari wilayah utara Mosul.

Dengan bersenjatakan senapan api, pasukan Elite Counter Terrorism Service (CTS) disiagakan di setiap persimpangan jalan dan menembak target mereka yang berjarak beberapa ratus meter.

Sementara itu penembak jitu 'bersembunyi' di atap atau rumah-rumah dengan mengenakan pakaian hitam dan membawa AK-47.

Satu jam kemudian koalisi AS meledakkan mortir ISIS dari udara, sebelum prajurit meluncurkan mortir ke arah seorang militan bersenjata.

Menurut laporan yang dikutip dari Reuters, (18/11/2016) serangan bom bunuh diri tersebut dan ledakan yang terjadi kemarin, Kamis 16 November, 'merepotkan' prajurit Irak yang didukung oleh militer Amerika Serikat dalam upaya memukul mundur ISIS dari 'benteng' terakhir, Mosul.

Sniper bersiaga di dalam rumah warga yang telah ditinggalkan (Reuters)

Sementara itu sebuah drone yang terbang di atas langit Mosul membuat penembak ragu untuk meluncurkan pelurunya, karena tidak jelas apakah pesawat tak berawak itu milik militan ISIS atau tentara Irak.

Militan ISIS sering menyamar sebagai warga sipil dan terkadang sebagai bagian dari militer pemerintah, saat sedang melancarkan aksi mereka. Hal tersebut membuat pejuang Irak kesulitan dalam membedakan mana musuh dan mana teman.

Tidak hanya itu para militan yang rela meledakkan diri sendiri untuk melawan prajurit Irak itu melakukan aksi mereka di antara satu juta warga sipil yang masih berada di Mosul.

Pergerakan yang 'Lamban'

Sementara itu, warga terlihat membawa tas ransel, tas belanja, dan wajan serta panci, berlari menyelamatkan diri. Sedangkan penduduk lainnya memilih berlindung di dalam rumah mereka.

Prajurit mengangkat jasad perempuan yang menjadi korban bom bunuh diri (Reuters)

Banyaknya warga sipil yang masih berada di Mosul, membuat pemerintah 'memperlambat' penyerangannya. Padahal prajurit telah mengepung kota terbesar kedua di Irak itu.

Namun sejauh ini mereka baru berhasil menerobos pertahanan ISIS di sisi timur.

Keraguan prajurit untuk melakukan penyerangan karena khawatir akan melukai warga, juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan lambatnya proses pembebasan Mosul.

Warga mencoba melarikan diri di tengah pertempuran antara prajurit Irak dan ISIS (Reuters)

"Mobil tidak boleh lewat," kata prajurit CTS yang berjaga di jalan utama Tahrir, "Kami menembak mobil yang berjalan, walaupun ada keluarga di dalamnya. Kami tidak akan tahu jika mereka militan menggunakan jaket bom atau bukan," kata dia.

Jumlah militan ISIS yang mencoba membaur dengan warga sipil sudah mulai berkurang. Sniper kini sudah mulai bisa membedakan mereka dari cara berpakaian dan berjalan.

Selain itu, prajurit Irak maupun koalisi juga mendapatkan informasi dari sumber terpercaya dan juga warga, mengenai identitas anggota ISIS.

"Kami memiliki sumber, kami dapat informasi nama militan Daesh (ISIS), kami tahu mereka. Selain itu warga juga memberikan informasi seperti 'ISIS memposisikan sniper di atap rumahku'," kata Kapten Hussam al-Aboudi, komandan prajurit di Tahrir.

Pertempuran untuk merebut kembali kota terbesar di Irak yang jatuh ke tangan ISIS, menjadi peperangan terbesar sejak AS menginvasi wilayah tersebut pada 2003.