Liputan6.com, Jakarta - Presiden Sukarno disambut gegap gempita saat melangkahkan kakinya keluar dari pesawat di Bandara Havana, Kuba, 22 Januari 1960. 'Viva President Soekarno!', kalimat itu yang tertulis di poster-poster sambutan.
Ia disambut langsung sang pemimpin revolusi Kuba, Fidel Castro di ujung tangga pesawat.
Baca Juga
Untuk sahabatnya itu, Bung Karno membawa oleh-oleh istimewa: sebuah keris.
Advertisement
Selama periode itu, hubungan dua negara terjalin hangat dan akrab, terutama karena kedua pemimpin berbagi padangan yang sama soal perlawanan mereka terhadap imperialisme.
Kedutaan Besar Indonesia di Havana resmi dibuka pada 14 Agustus 1963. Namun, pada 1971, RI memindahkan perwakilannya ke Mexico City -- dan baru kembali ke ibukota Kuba itu pada 1995.
Keakraban antar pemimpin dua negara kembali mengemuka pada tahun 2000. Kala itu, Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid mengunjungi Kuba untuk menghadiri KTT G-77.
Beberapa jam sebelum Gus Dur bertolak dari Havana menuju Tokyo, Jepang, Fidel Castro tiba-tiba muncul di hotel tempat Presiden ke-4 RI itu menginap, di Melia Hotel.
Gus Dur saat itu sedang asyik mendengarkan wayang dari kaset yang diputar di tape. "Tiba-tiba Castro datang di muka pintu," kata Gus Dur kala itu seperti dikutip dari situs Cubanet, Sabtu (26/11/2016).
Saking mendadaknya, Menteri Luar Negeri saat itu Alwi Shihab, mendampingi presiden dalam kondisi telanjang kaki. Sementara, Gus Dur lupa memakai peci.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 40 menit itu, Castro berulang kali tergelak mendengar candaan Gus Dur yang memang dikenal suka melempar guyonan.
Gus Dur pun menyampaikan undangan agar Castro berkunjung ke Indonesia.
Castro tak menolak juga tak mengiyakan. Tapi ia balas bertanya, apakah Indonesia siap menerima kemarahan Amerika Serikat karena kunjungan Presiden RI ke Kuba.
Gus Dur menjawab, ia akan membuat AS mengerti. "Jika kita ingin mempengaruhi seseorang, akan lebih baik jika ia mengerti posisi kita," katanya.
Gus Dur mengakui, ia dan Presiden AS kala itu, Bill Clinton punya banyak perbedaan pendapat. Namun, kata dia, itu tak masalah.
Fidel Castro berpulang pada Jumat malam 25 November 2016. Ia meninggal dunia pada usia 90 tahun.
Pemerintah Indonesia ikut berduka atas kepergian Castro. "Ya tentu kita semua dan pemerintah menyampaikan duka cita yang dalam atas meninggalnya Fidel Castro," kata Jusuf Kalla usai menutup Kongres XVII Muslimat NU di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Menurut pria yang kerap disapa JK itu, Castro memiliki kedekatan sejarah dengan Indonesia. Pada zaman revolusi dulu, Castro merupakan salah satu sahabat dari proklamator Indonesia Soekarno. Keduanya aktif dalam gerakan nonblok.
"Karena Fidel Castro pada saat Bung Karno merupakan sahabat yang baik dan sama-sama mendukung gerakan nonblok dan sebagainya," imbuh dia.