Sukses

PBB: Aleppo Bakal Jadi Kuburan Massal Raksasa

Semenjak dikepung rezim pemerintah Suriah, segala fasilitas, termasuk rumah sakit, hancur lebur.

Liputan6.com, Aleppo - Perang yang tak habis-habisnya di Suriah membawa malapetaka kesengsaraan bagi warganya. Terutama, buat mereka yang tinggal di Kota Aleppo.

Dahulu kota marmer putih itu terkenal dengan bangunan-bangunan kunonya. Kini semuanya hancur lebur akibat perang yang dimulai pada 2011 lalu. Aleppo yang diklaim dikuasai oposisi rezim Bashar al-Assad kini nyaris tak berpenghuni, terutama di bagian timur.

Menurut laporan Palang Merah Internasional, dalam tiga hari sekitar 20 ribu warga eksodus mencoba menyelamatkan diri. Tak ada air, tak ada rumah, bahkan rumah sakit pun sudah dibombardir rezim Assad beberapa waktu lalu.

Namun, PBB mengestimasi ada 200 ribu warga masih bertahan di Aleppo timur. Meski begitu, Stephen O'Brian dari Dewan Keamanan PBB telah memperingatkan bahwa Aleppo akan menjadi kuburan massal raksasa karena militer rezim pemerintah tak henti-hentinya memborbardir kota itu.

Setidaknya ada 34 orang tewas dalam serangan pemerintah yang terjadi baru-baru ini. Belum lagi jumlah sebelumnya yang mencapai ratusan. Warga Aleppo diperlakukan bak statistik. 

"Demi alasan kemanusiaan, kami memanggil, saya bahkan menghamba--bagi seluruh pihak yang memiliki kekuatan untuk melindung warga sipil dan bisa masuk ke timur Aleppo, tolong... masuklah. Selamatkan mereka. Kalau tidak, kota itu akan menjadi kuburan massal raksasa," kata O'Brian di depan anggota DK PBB seperti dikutip dari BBC, Kamis (1/12/2016).

Ia menambahkan, ada 25 ribu orang kehilangan tempat tinggal setelah penyerangan terbaru. Dengan kota yang kini dikepung militer pemerintah untuk memukul mundur para pemberontak, banyak warga yang kelaparan.

Aleppo adalah kota terbesar di Suriah. Kota ini memiliki kawasan komersial serta industri sebelum "memberontak" pada Presiden Bashar al-Assad pada 2011.

Selama Perang Sipil, kota itu terbelah antara mendukung pemerintah dan oposisi.

Namun, tahun ini, Suriah, dengan bantuan milisi syiah Iran dan serangan udara Rusia, telah melanggar perjanjian gencatan senjata.

Lembaga bantuan internasional kini mencari cara untuk mengeluarkan penduduk sipil yang masih tersisa.

Sementara itu, militer Rusia mengklaim siap mengawal konvoi bahan bantuan di kota itu. Namun, PBB belum memberi sinyal persetujuan.