Sukses

Donald Trump Undang Presiden Duterte ke Gedung Putih Tahun Depan?

Perbincangan perdana Duterte dengan Trump digambarkan berlangsung cair. Keduanya bahkan terkesan saling mendukung.

Liputan6.com, Manila - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump memuji kepemimpinan Rodrigo Duterte atas kebijakan kontroversialnya dalam melancarkan perang terhadap narkoba di Filipina. Demikian disampaikan Presiden Duterte setelah menjalin komunikasi dengan Trump.

Presiden Duterte menelepon Trump untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya dalam pilpres AS. Sementara Trump berharap, Duterte sukses dengan kebijakannya terkait penumpasan narkoba.

"Dia cukup sensitif dengan kekhawatiran kami tentang narkoba. Dan dia berharap saya meraih sukses dalam kampanye (melawan narkoba). Dia juga mengatakan sebagai bangsa yang berdaulat kami melakukannya dengan cara yang benar," ujar Presiden Duterte seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (3/12/2016).

Sebelumnya, penasihat khusus Duterte, Christopher Go, mengatakan bahwa Trump telah mengundang presiden Filipina itu berkunjung ke Gedung Putih pada tahun depan. Dijelaskannya lagi bagi perbincangan kedua tokoh ini berlangsung dalam waktu kurang lebih tujuh menit.

Sementara itu, pihak Trump menjelaskan bahwa Duterte menelepon untuk mengucapkan selamat atas kemenangan miliarder itu. Dan keduanya menekankan "catatan sejarah panjang persahabatan dan kerja sama antar dua negara dan setuju bahwa pemerintah AS-Filipina akan melanjutkan kerja sama erat dalam kepentingan dan fokus bersama".

Pihak Trump tidak sama sekali menyinggung perihal undangan ke Duterte.

Obrolan singkat keduanya juga disebut turut membahas tentang masa depan kedua negara di mana selama Duterte menjabat terjadi "perselisihan" dengan pemerintahan Obama.

Ini dipicu oleh kritik Washington terhadap perang narkoba Duterte. Berulang kali muncul ancaman pemutusan kerja sama pertahanan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Selama lima bulan menjabat, Duterte membawa perubahan dalam kebijakan luar negeri Filipina. Ia "memusuhi" AS, mendekati China, dan mengejar aliansi baru dengan Rusia.

Diplomasinya dinilai menciptakan kegelisahan di negara-negara Asia sekaligus mewaspadai meningkatnya pengaruh Beijing dan daya tahan Washington sebagai penyeimbang di kawasan. Dalam beberapa kesempatan, Duterte memuji China dan memaki Obama.

Duterte pada awalnya menyatakan optimis dengan pemerintahan Trump kelak, namun di lain sisi ia tetap melontarkan kritik terhadap AS. Sementara Trump semasa kampanye mengatakan bahwa presiden Filipina itu telah menunjukkan rasa tidak hormatnya kepada AS, meski di lain sisi ia tidak dapat memungkiri Filipina memiliki lokasi penting yang strategis.

Trump bahkan menyalahkan Obama yang dinilainya gagal melakukan pendekatan dengan para pemimpin dunia.

Sebuah sumber disebutkan telah menyarankan tim transisi Trump untuk kembali membangun hubungan dengan Duterte. Sementara sejumlah analis melihat beberapa kesamaan dalam gaya keduanya.