Sukses

Kisah Pemuda yang Direkrut ISIS: Aku Buta karena Cinta

Mo mengaku tak pernah memiliki tujuan untuk ikut melakukan kekerasan, tapi sekadar membantu sesama muslim.

Liputan6.com, Oklahoma City - Seorang mahasiswa dari Oklahoma City, negara bagian Oklahoma, Amerika Serikat, mendapat panggilan akrab "Mo" oleh teman-temannya. Sebenarnya, pria yang sekarang berusia 24 tahun itu bernama Muhammad Dakhlalla.

Ada yang tidak biasa pada mahasiswa tersebut. Bersama dengan seorang mahasiswa lain dari Mississippi State University, ia ditangkap oleh pihak berwajib pada tahun lalu.

Dikutip dari CNN pada Sabtu (3/12/2016), hari ini mahasiswa itu akan memulai hukuman penjara 8 tahun karena terbukti secara hukum telah mencoba bergabung dan membantu ISIS.

Mengapa bisa demikian?

2 dari 3 halaman

Mengenal ISIS dari Sang Kekasih

Pemuda yang dilahirkan dan dibesarkan di Mississippi itu merupakan anak bungsu dari empat bersaudara yang semuanya merupakan lelaki. Ia memiliki teman-teman muslim dan non-muslim. Tidak banyak berkencan dan hanya kenal beberapa orang wanita sewaktu di tahun ke-2 di kuliahnya.

Satu perempuan yang paling mencuri hatinya adalah Jaelyn Young. Perempuan itu menurut dia pintar dan berpikiran terbuka, "Ia bukan hanya tertarik kepada saya. Namun, seperti dikatakannya sebelum kami jadian, ia tertarik dengan Islam."

Mo memang dibesarkan dalam agama Islam. Ayahnya, Oda, adalah seorang imam yang berasal dari Bethlehem dan kemudian hijrah puluhan tahun lalu ke Mississippi.

Sementara ibunya, Lisa, adalah seorang wanita yang berasal dari negara bagian New Jersey dan kemudian memeluk agama Islam. Ia membantu mendirikan Islamic Center of Mississippi di Starkville.

Baru berpacaran sebentar, Jaelyn memilih memeluk Islam. Keputusannya mengejutkan Mo, "Orangtua sayalah yang pertama kali mengetahui bahwa ia telah memeluk Islam. Saya sedang di masjid saat itu untuk salat. Ketika saya mengetahui ia menjadi muslim, pikiran saya malah kosong."

Kejutan lain menyusul. Jaelyn memutuskan untuk mengenakan niqab sesuai dengan pilihannya sendiri. Niqab yang dipakai hanya menyisakan celah untuk mata, demikian menurut keluarga Mo. Namun demikian, bagi Mo, perkembangan itu dirasa terlalu cepat.

Namun, cintanya mendalam, katanya, "Begitulah, cinta mampu…membutakan nalar, akal sehat. Saya yakin itu. Begini, tanpa cinta, saya rasa kita tidak ada di sini sekarang…"

Muhammad Dakhlalla dan Jaelyn Young. (Sumber keluarga Dakhlalla dan CNN)

Sebagai catatan, Dinas Federal Bureau of Prisons jarang memberi akses kepada terpidana seperti Mo. Wawancara dengan CNN tersebut lebih merupakan perkecualian berdasarkan kesepakatan antara Kementerian Kehakiman, CNN, dan Mo.

Yang jelas, ucapan Mo menguak betapa dahsyatnya pengaruh propaganda daring ISIS pada kaum muda AS. Setelah berpindah agama, Jaelyn menjelajah Internet dan malah menemukan ISIS. Wanita itu menunjukan cuplikan video kepada Mo.

"Awalnya…ketika dia menjadi muslim…ia ingin mengetahui lebih banyak…tidak jelas bagaimana dia bisa menemukannya pertama kali."

"Salah satu yang pertama saya saksikan, sebuah video tentang asal-usul ISIS. Pada dasarnya bicara…perjuangan historis di Timur Tengah, lalu kemudian menjurus kepada mempersalahkan Barat."

Mo mengikuti ajakan Jaelyn, "Ketika ia menunjukkan kepada saya, saya seperti melihat ada ketegangan pada dirinya…ada amarah meluap-luap."

"Karena saya cinta padanya, saya merasakan hal yang sama hanya karena dia merasakannya."

Menurut Mo, tujuannya tidak pernah untuk ikut melakukan kekerasan, tapi sekadar membantu sesama muslim di negara yang baru berdiri, "Ketika melihat video itu..saya merasa kelompok itu sedang membantu sesama muslim."

Sukar dipercaya, tapi ia kemudian melakukan apa yang dilakukan kekasihnya, "Saya tahu bahwa ia tahu bahwa saya mencintainya…saya akan mengikuti apa pun yang ia katakan."

Mereka mulai berkomunikasi dengan orang-orang lain yang mereka duga sebagai ISIS di Suriah. Dalam suatu kesempatan, Mo menulis, "Saya pandai dalam komputer, saya cakap untuk IT, saya bisa membantu."

3 dari 3 halaman

Terjerumus Cinta Buta

Menurut FBI, Jaelyn menyapa seorang kontak yang dikiranya dapat membantu mereka berdua pergi ke Turki, melintas batas masuk ke Suriah, dan bergabung dengan ISIS.

Mereka menikah secara rahasia dan melakukan persiapan, lalu membeli tiket penerbangan satu arah ke Istanbul.

Pada 8 Agustus 2015, mereka mempersiapkan tas-tas mereka. Mo menulis surat perpisahan mengharukan kepada orangtuanya. Baris pertama berbunyi, "Saya minta maaf. Saya mencintai kalian."

Pasangan itu pergi ke bandara dekat Columbus, Mississippi, bahkan sudah masuk hingga gerbang masuk pesawat ketika mereka ditangkap. Ia pun lemas tak berdaya, "Aduh, apa yang kami lakukan?"

Menurut FBI, Jaelyn dan Mo sama-sama mengaku pada saat itu, walaupun mereka tidak harus melakukannya karena ternyata kontak mereka adalah anggota FBI yang menyamar.

Pada musim semi lalu mereka berdua mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman pada Agustus. Mo mendapat hukuman yang lebih ringan karena bekerjasama dengan pihak berwenang dan Jaelyn, yang dianggap sebagai biang keladi, dihukum 12 tahun.

Sepanjang wawancara dengan CNN, Mo tidak sekalipun menyebut nama Jaelyn. Ia juga kesulitan bicara tentang seorang wanita lain dalam hidupnya, yaitu ibunya.

(Sumber keluarga Dakhlalla)

Ibunya mengidap kanker ketika Mo ditangkap dan kemudian meninggal di awal tahun ini. Katanya, "Itulah salah satu penyesalan terbesar dalam hidup dan masih menghantui hingga sekarang, yaitu bahwa saya malah memilih untuk bersama dengan seorang wanita yang saya kenal belum setahun dan malah berbohong kepada ibu saya tentang ke mana saya pergi."

"Ibu saya selalu mendukung seumur hidup saya…saya tidak pernah merasa perlu melakukan sesuatu di belakangnya. Tapi hanya perlu jebakan cinta seorang wanita sehingga saya menghempaskan hidup saya."

Ia juga menyesal, bahwa, dalam masa kebimbangannya, terutama tentang agama, ia tidak mendekati ayahnya yang tidak akan pernah mengajarkan putranya untuk membunuh atau menyakiti orang lain.

Ditanyai tentang teroris dari dalam atau tentang ISIS yang membunuhi orang tak bersalah di Eropa dan Suriah, Mo mengatakan bahwa ia tidak pernah bermaksud ambil bagian soal itu.

"Mereka kurang pemahaman tentang Islam, karena fokus utama Islam adalah perdamaian…memasrahkan kehendak kepada Allah. ISIS memelintirnya."

Ia juga merasa berhutang untuk memberitahukan kepada orang-orang lain agar "tidak melakukan apa yang pernah saya lakukan."

Hari ini, Mo tidak kecut hati lagi. Ia malah lega telah tertangkap. Ia sadar bahwa ia kemungkinan sudah terbunuh jika berhasil masuk ke Suriah. Ia akan berusia 32 tahun ketika bebas dari penjara dan tetap menjadi seorang Muslim yang taat.