Liputan6.com, Banjul - Hasil pemilihan umum di Gambia menciptakan kejutan. Presiden Yahya Jammeh yang dikenal luas sebagai salah satu diktator di Benua Afrika menderita kekalahan.
Jammeh menelan kekalahan dari rivalnya, Adama Barrow yang merupakan seorang pengusaha properti.
Dalam penghitungan suara sementara, Jammeh menderita kekalahan telak. Ia hanya menerima 36,7 persen sementara Barrow mendapat 45,5 persen suara.
Advertisement
Kemenangan ini disambut sorak sorai Barrow dan pendukungnya. Ia mengatakan, cita-citanya menciptakan Gambia baru sudah di depan mata.
"Saya begitu gembira. Saya sangat bersemangat kita telah memenangi pemilu, era baru Gambia segera dimulai," ucap Barrow seperti dikutip dari BBC.
Menanggapi hasil pemilu Gambia, Jammeh mengaku ikhlas. Ia menyebut, menerima kenyataan bahwa rakyat negara di Afrika Barat ini sudah tidak mau lagi dipimpin olehnya.
Selain mengaku ikhlas, dalam siaran langsung di sebuah stasiun televisi, Jammeh menyampaikan selamat pada Barrow. Diakuinya, rivalnya itu telah menciptakan kemenangan mutlak.
"Saya berharap yang terbaik baginya. Saya juga mengharapkan semua warga Gambia yang terbaik," sebut Jammeh.
Dalam kesempatan tersebut, pria yang sudah 22 tahun memerintah Gambia ini berjanji akan menciptakan suasana transisi kekuasan yang damai. Hal ini sangat jarang terjadi negara tersebut.
"Jika dia mau bekerjasama, saya sama sekali tidak masalah. Saya akan membantu dia dalam masa transisi ini," paparnya.
Barrow merupakan nama yang cukup baru di perpolitikan Gambia. Dirinya lahir di desa kecil dekat Kota Basse di 1965.
Pada awal 2000-an, Barrow memutuskan pindah ke London. Di Ibukota Inggris tersebut ia bekerja sebagai satpam di supermarket Argos.
Ia kembali ke Gambia pada 2006. Mulai tahun itu hingga sekarang, Barrow membangun bisnis propertinya.
Pada 2016, Barrow memberanikan diri melawan Jammeh di Pemilu Gambia. Dengan sokongan 6 partai oposisi, akhirnya pria 51 tahun tersebut berhasil mengalahkan Jammeh.
Semenjak berkuasa di Gambia melalui suatu kudeta pada 1994, Presiden Jammeh memerintah negeri dengan tangan besi disertai sikap sikap represif dan diduga tak segan untuk menginisiasi suatu pembunuhan.
Pemimpin yang minta dipanggil sebagai "Yang Mulia" ini diketahui pernah menembaki para pengunjuk rasa damai.
Ia bahkan pernah mengeluarkan tuntutan kepada para homoseksual agar meninggalkan negeri dalam waktu 24 jam atau dipenggal.