Liputan6.com, Tel Aviv - Parlemen Israel telah memberikan persetujuan awal untuk sebuah rancangan undang-undang yang kontroversial. RUU itu berupa pelegalan ribuan rumah yang dibangun di Tepi Barat.
Pendukung utama RUU ini, Menteri Pendidikan Naftali Bennett, menyebut RUU ini adalah awal pencaplokan Israel dari sebagian besar wilayah, yang disengketakan Israel dan Palestina.
Kritikus Israel dan Palestina telah menyebutnya sebagai perampasan tanah. Demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (6/12/2016).
Advertisement
Kendati demikian, RUU itu masih perlu melewati tiga kali proses di parlemen untuk menjadi sah menjadi produk hukum.
Sekitar 4.000 permukiman yang dibangun tanpa izin, akan dilegitimasi jika RUU itu disetujui.
Permukiman tersebut dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional. Palestina menginginkan segala okupasi permukiman dipindahkan dari Tepi barat dan Timur Yerusalem.
Versi awal dari RUU juga mencapai tahap seperti ini, tapi gagal ketika politikus bentrok soal nasib Amona, sebuah pos pemukim di Tepi Barat.
Sebuah klausul di RUU versi baru tidak lagi menyebut Amona. Itu berarti daerah tersebut tidak akan disahkan. Kawasan tersebut akan dievakuasi pada 25 Desember.
Ada sekitar 600 ribu warga Yahudi yang tinggal di dua wilayah sengketa, yaitu Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Wilayah tersebut dicaplok Israel pada 1967.
Palestina menginginkan dua wilayah itu sebagai bagian negaranya di masa depan. Komunitas Internasional menyebut tindakan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur menyalahi hukum internasional.