Liputan6.com, Washington DC - Penjualan alat-alat militer perusahaan-perusahaan senjata AS menurun secara berkelanjutan semenjak 2015. Sementara, mitra mereka di negara-negara Eropa meningkat tajam.
Meski turun, perusahaan AS masih mendominasi penjualan senjata di pasar global dengan angka US$ 209 miliar. Hal itu diungkapkan oleh Stockholm International Peace Research Institute.
Dikutip dari money.cnn Rabu (7/12/2016), nilai tersebut tiga persen lebih rendah dari tahun 2014, tapi masih menguasai 56 persen dari penjualan secara global.
Data dari institut itu menunjukkan Eropa dan Asia memproduksi senjata lebih lama jika dibandingkan dengan AS.
Turunnya angka penjualan AS merupakan konsekuensi dari pemerintah yang menerapkan batasan anggaran.
"Masih ada batasan untuk anggaran militer, meskipun uangnya ada. Tapi ini bukan angkaran kontrak pertahanan," kata Aide Feurant, direktiur dari Program Pembelanjaan Senjata Militer di institut itu.
Sementara, penjualan Rusia meningkat 6,2 persen pada tahun 2015 setelah meroket 48 persen di tahun 2014 dan 20 persen di tahun 2013.
Rusia menggelontorkan dana besar untuk investasi dalam teknologi terbarukan untuk kemampuan militer. Presiden Rusia, Vladimir putin berencana menghabiskan dana 20 triliun rubel untuk memperbarui seluruh peralatan militer pada 2025.
Penjualan di Eropa juga meningkat. Perusahaan pertahanan Prancis melihat penjualan tumbuh hingga 13 persen dibandingkan dengan tahun 2014.
Berkat tawaran besar dengan pihak Mesir dan Qatar, perusahaan di Jerman meningkatkan penjualan sebesar 7,4 persen.
Fleurant mengatakan penjualan di Eropa cenderung meningkat lebih lanjut dalam beberapa tahun ke depan, karena meningkatnya ketegangan dengan Rusia. "Pada saat ini, tren ini menunjukkan tingginya anggaran pertahanan yang diusulkan lebih tinggi, tetapi akan mulai berdampak penjualan di masa depan," katanya.
Bahkan perusahaan Inggris melihat peningkatan sederhana 2,8% pada tahun 2015 setelah penurunan pada tahun 2014.
Seratus produsen senjata terbesar dunia dan perusahaan jasa militer yang menjual US$370,7 miliar senjata pada tahun 2015, kira-kira sama seperti tahun lalu, menurut data baru dari Stockholm International Peace Research Institute
Negara lain juga menunjukkan meningkatnya penjualan senjata.
Perusahaan pertahanan Korea Selatan melihat penjualan melompat hampir 32 persen pada tahun 2015, berkat perintah yang kuat dari militer nasional negara itu.
"Pertumbuhan ini merupakan hasil dari 50 tahun usaha untuk membangun industri pertahanan Korea Selatan untuk mengurangi kebergantungan pada perusahaan asing," kata Fleurant.
Penjualan senjata di Turki dan India melonjak sekitar 10 persen pada tahun 2015, berkat permintaan domestik yang kuat dari otoritas pertahanan nasional. Kedua negara memiliki persepsi ancaman yang tinggi, Turki karena kedekatannya dengan Suriah, dan India karena konflik dengan Pakistan.
Lembaga ini mengatakan hal itu tidak termasuk data China dalam penelitian ini, karena kurangnya informasi yang disediakan Tiongkok terkait industri pertahanannya.
Meski demikian, belanja militer China meningkat lebih dari lima kali lipat secara riil antara tahun 2000 dan 2015, dan negara telah terlibat dalam upaya besar untuk mengembangkan industri dalam negeri. Selain itu, ekspor senjata Tiongkok telah tumbuh secara substansial dalam dekade terakhir.
Penjualan Senjata Rusia Meningkat Tajam, Ada Apa?
Stockholm International Peace Research Institute mengatakan, ada sejumlah alasan penjualan senjata Rusia meningkat.
Advertisement