Liputan6.com, Jakarta - Gempa Aceh 6,5 skala Richter terjadi pada Rabu 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB. Sejumlah bangunan toko roboh, tiang listrik tumbang, sebuah masjid tak sanggup menahan kuatnya gempa yang mengguncang sekitar 15 detik.
Masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya dan Kabupaten Pidie panik dan berhamburan keluar rumah, sempat mengira gelombang gergasi akan menyusul datang -- tak lama kemudian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan lindu yang terjadi tak akan memicu tsunami.
Advertisement
Baca Juga
Gempa pagi ini juga merenggut korban jiwa. Setidaknya 20 warga meninggal dunia akibat musibah tersebut. Lindu 6,5 SR membangkitkan kembali 'hantu' tsunami Aceh 2004.
Apakah ada kaitannya gempa Aceh 6,5 SR dengan tsunami Aceh 2004?
Kepala Badan Geologi Ego Syahrial mengatakan, gempa yang terjadi hari ini disebabkan aktivitas sesar aktif di daerah Samalanga. Mekanisme sesar tersebut berarah ke timur laut-barat daya.
Ego menjelaskan, kondisi geologi daerah terdekat pusat gempa tersebut memang disusun batuan berumur kuarter dan batuan sedimen berumur tersier -- yang sebagian telah mengalami pelapukan.
Sementara, tsunami Aceh terjadi setelah gempa bumi di bawah laut, sekitar 100 kilometer sebelah barat pantai Sumatra terjadi pukul 07.59 waktu setempat.
Pusat gempa kala itu ada pada kedalaman sekitar 30 kilometer di bawah dasar laut. Ada dua lempeng kontinental yang bertumbukan.
Tekanan-tekanan hebat kemudian menyebabkan salah satu lempeng bergeser ke bawah lempeng yang lain. Itu yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, pada garis sepanjang 1.000 kilometer. Gempa bumi yang diakibatkan berlangsung sampai 10 menit -- bukan hitungan detik seperti biasanya.
Dihubungi terpisah, ahli geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Danny Hilman Natawijaya mengatakan, secara langsung tak ada kaitan antara gempa hari ini dengan bencana katastropik tsunami Aceh 2004 yang menewaskan lebih dari 200 ribu orang.
Danny mengatakan, gempa 6,5 SR hari ini berasal dari sesar darat yang menuju ke laut.
"Sesar adalah patahan atau rekahan besar yang membelah permukaan Bumi. Ada yang besar atau kecil, cepat dan pelan," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/12/2016).
"Gempa hari ini termasuk (sesar) yang lokal, tidak begitu besar, dan gempa tak terjadi terlalu cepat."
Danny menambahkan, di sesar Samalanga sebelumnya pernah terjadi sejumlah lindu yang kuat dirasakan di Pidie. "Pada 1967 gempanya persis dengan yang terjadi hari ini. Sementara pada 1942 lebih besar sekitar 6,8 skala Richter."
Sesar lokal di patahan gempa, menurut Danny Hilman, merupakan percabangan kecil dari Sesar Sumatera.
Penelusuran Liputan6.com, sesar Sumatera terbentuk akibat interaksi pertemuan lempeng di Samudera Hindia, yang membentang disebelah barat Sumatera hingga ke selatan Jawa dan Bali dimana Lempeng Indo-Australia menghujam lempeng benua Eurasia.
Danny menambahkan, banyak sekali jalur-jalur gempa di Sumatera dan Aceh khususnya, yang bisa dibedakan menjadi dua.
"Pertama, di laut, di sesar megathrust. Dan darat di Sumatera, yang melewati Banda Aceh dan Pulau Weh."
Ilmuwan yang mendapatkan gelar doktor dari California Intitute of Technology tersebut kembali menegaskan, tak ada kaitan langsung antara gempa Aceh 6,5 SR dengan tsunami dahsyat yang dipicu gempa 9,1 SR pada 26 Desember 2004.
Meski demikian, bukan berarti tak ada 'benang merahnya'. Menurut Danny, gempa kian sering terjadi pasca-tahun 2004.
"Gempa Aceh 2004 menaikkan stres (tekanan). Seperti kita, Bumi juga bisa stres. Gempa besar menaikkan level stres. Namun, tak ada kaitan langsung," tambah dia.
Masih Ada Gempa Membayangi?
Indonesia menjadi lokasi pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Nusantara juga berada di lingkaran 'cincin api Pasifik' atau Pacific Ring of Fire dan daerah kedua yang paling aktif di dunia -- sabuk Alpide. Terjepit di antara 2 wilayah kegempaan berarti, Nusantara menjadi lokasi sejumlah letusan gunung berapi dan gempa terdahsyat yang pernah terjadi di muka Bumi. Menjadi 'supermarket' bencana.
Wilayah yang paling rawan gempa adalah Pulau Sumatera yang dibelah oleh patahan Semangko yang membujur dari Aceh di Utara hingga ke Lampung di bagian Selatan.
Riwayat gempa sudah terjadi sejak zaman dulu. Sebuah gempa merekam jejak gempa dahsyat serupa kejadian tsunami Aceh yang telah terjadi kurang lebih sejak 7.500 tahun lalu. Gua batu kapur ini menyimpan deposit pasir yang dielak paksa oleh gelombang raksasa-- yang dipicu lindu selama ribuan tahun lalu.
Para ahli pun menggunakan situs tersebut untuk membantu menentukan frekuensi bencana--seperti peristiwa 26 Desember 2004. Caranya dengan mengukur usia sedimen tsunami yang berada di dalam gua di mana pola lapisannya mudah dilihat meski ditutupi kotoran kelelawar.
"Pasir tsunami terlihat jelas karena dipisahkan lapisan kotoran kelelawar. Tak ada hal yang membingungkan saat penentuan lapisan," kata ahli Dr Jessica Pilarczyk dalam pertemuan terbesar ahli geologi dunia, American Geophysical Union (AGU) Fall Meeting di San Francisco, seperti Liputan6.com kutip dari BBC.
Dr Jessica Pilarczyk adalah bagian dari tim riset yang dipimpin Prof Charles Rubin dari Earth Observatory of Singapore, sebuah institut di Nanyang Technological University Singapura.
Analisis radiokarbon dari berbagai materi yang ditemukan, termasuk kulit kerang dan sisa-sisa organisme mikroskopis, membuktikan adanya 11 tsunami yang terjadi sebelum tahun 2004.
"Gua pesisir ini adalah 'gudang' yang unik. Yang memberi petunjuk tentang yang terjadi beberapa ribu tahun lalu, yang memungkinkan kita untuk mengetahui kapan terjadinya setiap tsunami yang terjadi selama waktu itu," timpal Dr Pilarczyk.
Menurut Prof Rubin, jangka waktu antar bencana tidak pasti. Hasil penelitian menunjukkan yang terakhir terjadi sebelum 2004 adalah sekitar 2.800 tahun lalu. Namun ada empat tsunami yang terjadi dalam periode 500 tahun sebelum itu.
Dan terdapat kemungkinan terjadi bencana alam lainnya. Para peneliti mengetahui, misalnya, bahwa ada dua gempa bumi besar di seputar wilayah Banda Aceh sekitar tahun 1393 dan 1450. Menurut Rubin sebuah tsunami besar bisa saja menyapu bukti adanya bencana lain melalui proses erosi.
Tak hanya itu, sudah lama para ilmuwan prediksi terjadinya gempa di megathrust Mentawai -- yang diperkirakan kekuatannya mencapai 8,8-8,9 SR.
"Megathrust terbentang di pantai barat Sumatera, mulai Andaman, Aceh, Nias, sampai Selat Sunda, Jawa, Bali, Lombok," kata Danny Hilman beberapa waktu lalu. "Di Sumatera, Aceh sudah lepas (energi yang tertahan alias gempa), Nias sudah lepas, Bengkulu sudah lepas. Mentawai belum lepas," kata dia.
Advertisement