Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Najib Razak 'turun ke jalan' pada Minggu 4 Desember 2016. Orang nomor satu di negeri jiran itu memimpin aksi solidaritas untuk muslim Rohingya di Titiwangsa Stadium, Kuala Lumpur.
Mengenakan kemeja hitam yang ujungnya dimasukkan ke celana warna gelap, syal
merah di leher, PM Najib ikut meneriakan slogan-slogan pembelaan pada etnis
minoritas di Myanmar.
Advertisement
Baca Juga
Pidato pun ia sampaikan di podium yang disiapkan. Bak orator, ia bicara dengan
lantang. "Kita memberi isyarat pada Pemerintah Myanmar. Kita sampaikan pada
Aung San Suu Kyi, 'enough is enough'," kata Najib berapi-api.
Najib Razak mengaku bicara atas nama nama rakyat Malaysia. Ia menyatakan, bukannya ingin campur tangan dalam masalah dalam negeri Myanmar -- hanya mengingatkan negara tersebut bahwa penghormatan hak asasi manusia (HAM) ada dalam Piagam ASEAN.
"Mereka gertak saya, beri amaran (peringatan) pada saya. Tapi, saya tak peduli,"
kata dia soal niatnya mengikuti unjuk rasa. Putra Perdana Menteri ke-2 Malaysia
Tun Abdul Razak itu menegaskan, ia hanya ingin memperjuangkan HAM etnis Rohingya.
Najib juga mengaku akan minta Presiden Jokowi, koleganya sesama pemimpin
ASEAN, untuk menggerakkan rakyat Indonesia. "Jangan protes Ahok saja... Ahok,
Ahok lah. Rohingya mesti diperjuangkan di Indonesia," kata dia.
Etnis Rohingya di Malaysia menyambut baik aksi solidaritas tersebut. Mereka
memuji PM Najib yang dinilai tegas memperjuangkan nasib mereka.
"Kami bersyukur dan berterima kasih karena PM Najib hadir hadi ini dan bersama-
sama memperjuangkan nasib kami," kata salah satu etnis Rohingya Nursobi
Muhamad Sultan, seperti dikabarkan media Pemerintah Malaysia, Bernama.
Namun, tak semua setuju dengan tindakan Najib Razak. Dalam surat terbukanya pada partai berkuasa Malaysia UMNO, Kelompok Masyarakat Koalisi Muslim
Myanmar menilai, aksi demonstrasi tersebut tak ada gunanya bagi mereka.
"Itu hanya ditujukan untuk kepentingan politik partai berkuasa di Malaysia," tulis
surat terbuka kelompok tersebut seperti dikutip dari Asia Correspondent.
"Kami menegaskan situasi yang tidak kondusif yang harus ditangani Myanmar,
tidak harus diekspos untuk tujuan politik tersendiri," tambah mereka. Sebelumnya, nama PM Najib dikait-kaitkan dengan skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Sementara, Penasihat eks Penasihat Presiden Myanmar U Thein Sein, U Ko Ko
Hlain, secara tersirat ia mengatakan, Najib hanya memakai masalah Rohingya
sebagai alat penyamarannya terkait tuduhan korupsi yang dialamatkan pada
pemerintahannya.
"Malaysia campur tangan dalam urusan kami meski sudah dilarang dalam piagam
ASEAN. Ini tidak baik bagi masa depan ASEAN," ucap dia.
Buntut dari aksi tersebut, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi menolak
menemui Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman yang datang menemuinya.
Meski, Presiden Jokowi tak turun ke jalan memimpin demonstrasi untuk muslim Rohingnya, bukan berarti Indonesia tak melakukan pembelaan.
Pembelaan Indonesia untuk Rohingya
Pada tahun 2015, arus pengungsian muslim Rohingya mulai mengalir deras. Dengan perahu kayu seadanya mereka mengaruhi lautan ganas untuk mencari selamat.
Ribuan etnis Rohingya lari dari kerusuhan bernuansa etnis di negara bagian Rakhine, Myanmar yang pecah sejak Juni dan Oktober 2012.
Kekerasan etnis ini menewaskan ratusan orang dan membuat 140 ribu warga minoritas tersebut kehilangan tempat tinggal.
Rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar meski telah tinggal beberapa generasi di negara yang dulunya bernama Burma tersebut. Praktis, mereka sulit mendapatkan pekerjaan, sekolah ataupun jaminan kesehatan.
Namun, keberadaan mereka kala itu ditolak. Pertama, oleh Malaysia.
Dari keterangan Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia Wan Junaidi Jafaar, negaranya bisa memberi makan dan perbuat baik pada pengungsi Malaysia tapi tak bisa menerima mereka di sana.
Thailand pun mengaku keberatan menampung para pengungsi. Perdana Menteri Prayuth Chan Ocha beralasan, negaranya tidak mampu menampung pengungsi Rohingya karena masalah biaya.
"Jika kami menampung mereka, lalu siapa lagi yang akan datang secara bebas ke negara kami," ucap Prayuth seperti dikuitip dari Yahoo News, Jumat (15/5/2015).
"Dari mana kami akan mendapat dana untuk menampung mereka semua?"
Penolakan negara-negara Asia Tenggara terhadap ribuan orang dari etnis Rohingya ini mendapat sorotan Lembaga HAM dunia. Mereka mengatakan negara-negara Asia Tenggara telah menjadikan warga Rohingya 'bola pingpong'.
Kemudian, para pengungsi Rohingya terbawa arus hingga ke perairan Aceh. Warga Tanah Rencong menerima mereka dengan tangan terbuka.
Pemerintah pusat tak lantas panik menangani kedatangan ribuan pengungsi. Pada Minggu, 24 Mei 2015, Kementerian Sosial mengucurkan bantuan senilai Rp 2,3 miliar.
Presiden Joko Widodo kala itu bahkan menegaskan, Indonesia bersedia menampung pengungsi karena alasan kemanusiaan.
"Jadi kita akan tampung," ujar presiden yang akrab disapa Jokowi itu saat pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, Minggu 24 Mei 2015.
Setidaknya sejak saat itu, selama setahun, warga Rohingya bisa menyebut Indonesia sebagai 'rumah kedua'.
Wapres Jusuf Kalla menegaskan alasan menerima pengungsi berlandaskan pada Pancasila. Terutama sila kedua yang berbunyi: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Selain itu, menurut JK, apa yang dilakukan Indonesia merupakan balas budi terhadap dunia internasional. Saat Aceh terkena bencana tsunami, pihak internasional datang membantu.
Belakangan, ketika isu Rohingya kembali mengemuka, Indonesia pun bertindak.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu dengan State Counsellor Myanmar, Aung San Suu Kyi. Untuk membahas masalah Rohingya.
Dalam pertemuan baru-baru ini di Naypyidaw, Indonesia menyepakati pemberian bantuan pembangunan fasilitas kesehatan di Rakhine -- kampung halaman muslim Rohingya.
"Saya kembali menyampaikan keprihatinan Indonesia kepada State Counsellor Aung San Suu Kyi terhadap situasi di Rakhine State," sebut Menlu Retno.
Kepada Suu Kyi, Menlu menegaskan, pentingnya keamanan dan stabilitas segera dicapai bagi upaya untuk meneruskan pembangunan yang inklusif di Rakhine State.
Ia menambahkan, yang juga penting Pemerintah Myanmar harus menjaga dan menghormati penegakan Hak Asasi Manusia di Rakhine. Termasuk di antaranya perlindungan HAM terhadap etnis Muslim Rohingya.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan mantan Sekjen PBB Kofi Annan, Presiden Jokowi menegaskan komitmen Indonesia pada Rohingya.
Pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit itu dilakukan sebelum pembukaan Bali Democracy Forum IX yang bertempat di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis 8 Desember 2016.
Indonesia akan segera mengirimkan logistik ke Rakhine. Berupa makanan dan selimut.
Menurut Jokowi, berdasarkan komunikasi dengan Myanmar, jenis bantuan itulah yang saat ini mendesak dibutuhkan oleh masyarakat Rohingya di sana.
Advertisement