Liputan6.com, Tabanan - Para peserta Bali Democracy Forum IX mendapat kesempatan untuk mengunjungi sebuah pondok pesantren di Tabanan yang dinilai dapat menggambarkan toleransi dengan baik, di mana ponpes tersebut berdiri di tengah masyarakat Hindu dan juga memiliki guru yang tak hanya beragama Islam.
Kunjungan ke Pondok Pesantren Bali Bina Insani itu dilakukan pada hari kedua BDF IX, Jumat (9/12/2016). Para peserta dan rombongan disambut dengan Tarian Bali, salawat Al Banjari yang diiringi dengan hadrah dan gamelan, serta tilawah surat Alquran yang menggambarkan soal indahnya keberagaman.
Dalam kesempatan itu, dua santriwati dan seorang guru yang beragama Hindu menyampaikan testimoninya di depan para peserta dari puluhan negara tentang pengalamannya selama belajar dan mengajar di Ponpes Bali Bina Insani.
Advertisement
Ilham Adelina yang merupakan santriwati asal Banyuwangi, mengaku bangga menjadi dapat menuntut ilmu di ponpes tersebut.
"Tidak ada perbedaan di sini, baik bagi siswa kaya maupun miskin, kita semua sama. Dan beberapa guru beragama Hindu," ujar Adelina.
"Saya bangga menjadi siswa di sini dan senang tinggal di pesantren. Karena tidak ada diskriminasi satu sama lain, namun kita hanya memiliki kebersamaan, disiplin, dan prestasi," imbuh dia.
Sementara itu salah satu guru yang beragama Hindu, Ni Made Suardini, bercerita mengenai pengalamannya selama mengajar di Bali Bina Insani sejak tahun 2004.
Ia mengaku merasa asing ketika masuk pertama kali karena rekan-rekannya memakai jilbab, sehingga pada akhirnya dirinya memakai jilbab untuk menghormati. Namun, apa yang didapatkannya justru hal lain.
"Pimpinan pondok malah memarahi saya, 'Tidak usah memakai jilbab, tidak apa-apa berbeda karena inilah kita, inilah pondok kita' sehingga saya pun tidak memakai jilbab," kata Suardini.
Perempuan yang ketika menyampaikan testimoninya mengenakan pakaian khas Bali itu mengaku, siswa-siswinya tidak pernah membedakan dirinya dengan guru lain.
"Bila bertemu dengan saya, baik di sekolah maupun di luar, mereka selalu menghampiri saya dan mencium tangan saya, sungguh sangat menyentuh hati," ujar dia.
"Sungguh memang pondok ini sangat terbuka, tidak pernah membedakan antara guru Muslim dengan guru Hindu. Kekeluargaan yang erat, toleransi yang kuat, kekompakan inilah yang membuat saya bertahan sampai saat ini"
"Semoga pondok ini terus maju dengan adanya toleransi yang kuat," imbuh dia.
Di Pondok Pesantren Bali Bina Insani, terdapat 16 guru beragama Hindu. Bahkan di Madrasah Aliyah, 50 persen pengajarnya beragama Islam dan sisanya beragama Kristen.