Sukses

Ilmuwan Temukan Petunjuk Saat 'Kiamat' Terjadi pada Bumi

Petunjuk kehancuran Bumi dan Matahari didapatkan dari sebuah bintang yang telah mati. Ilmuwan menyaksikan sebuah proses 'kiamat'.

Liputan6.com, Berlin - Lima miliar tahun dari sekarang, Matahari 'kiamat'. Kiamat. Setelah kehabisan bahan bakar hidrogennya, Sang Surya akan mulai membakar unsur-unsur yang lebih berat dalam inti fusinya.

Saat proses itu terjadi, Matahari akan 'bengkak', ia juga bakal memuntahkan
sebagian besar material pembentuknya ke angkasa melalui angin bintang (stellar
winds) yang berembus kencang.

Bayangkan, Matahari kemudian akan mengembang sekitar 100 kali lebih besar dari saat ini, menjadi apa yang dikenal sebagai 'raksasa merah'.

Ekspansi dramatis tersebut akan membuat dua planet terdekat, Merkurius dan
Venus jadi 'tumbal'.

Lantas, apa yang akan terjadi pada Bumi? Apakah planet manusia --yang
merupakan planet ketiga dari Matahari -- akan menemui nasib yang sama seperti
Venus dan Merkurius yang ditelan lautan plasma super-panas?

Atau, apakah Bumi akan lolos dari tahap paling mengerikan dari pergolakan
kematian itu dan terus mengorbit ke bintang katai merah yang tersisa dari
Matahari?

"Kita sudah tahu bahwa Matahari akan membesar dan kian terang (saat memasuki
fase raksasa merah). Kondisi tersebut mungkin akan menghancurkan segala
bentuk kehidupan dalam planet kita," kata Leen Decin, dari KU Leuven Institute of
Astronomy dalam pernyataannya, seperti dikutip dari situs sains Space.com,
Minggu (11/12/2016). Atau dengan kata lain, manusia, hewan, dan tanaman 
lenyap.

Bumi tak lagi biru. Yang tersisa tinggal intinya saja. Kering kerontang. 

"Namun, apakah inti berbatu Bumi akan bertahan melewati fase raksasa merah
dan terus mengorbit bintang katai putih?"

Dengan bantuan observatorium radio paling kuat di planet ini, para astronom bisa
segera memiliki petunjuk soal nasib Bumi -- dengan melihat sistem bintang terdekat
yang menyerupai perkiraan kondisi tata surya kita ketika Matahari mulai menuju
saat-saat terakhirnya.

L2 Puppis adalah bintang yang berevolusi, yang berada dalam jarak lebih dari 200 tahun cahaya dari Bumi.

1 tahun cahaya saja sama dengan 9.460 miliar kilometer. Meski keberadaan L2
Puppis terasa jauh, sejatinya ia berada di muka pintu kosmik kita.

Menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Chile.
Melalui pengukuran yang tepat dari bintang tersebut, para astronom telah
menyimpulkan massa dan usianya.

Sistem bintang L2 Puppis, setelah 'kembaran' Matahari itu mati. Credit: P. Kervella et al. (CNRS/U. de Chile/Observatoire de Paris/LESIA/ESO/ALMA)

Ternyata L2 Puppis adalah sebuah bintang seperti Matahari yang sekarang berusia
10 miliar tahun. Ia juga merupakan contoh prima dari proses pembentukan nebula
planet.

Seperti halnya nasib Matahari dalam 5 miliar tahun lagi, L2 Puppis dalam kondisi
robek dan koyak, menyemburkan gas dalam jumlah besar ke angkasa.

Proses tersebut menciptakan awan bercahaya besar dan nebula planet istimewa yang sekilas bentuknya mirip kupu-kupu kosmik yang indah.

"Kami menemukan bahwa L2 Puppis berusia sekitar 10 miliar tahun," kata Ward Homan juga dari KU Leuven. "Lima miliar tahun sebelumnya, bintang itu terlihat seperti kembaran Matahari pada saat ini, dengan massa yang serupa. Namun, sepertiga dari massanya hilang selama evolusi bintang. Hal yang sama akan terjadi dengan Matahari."

Bukan hanya itu saja. Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Astronomy & Astrophysics, L2 Puppis juga kelihatannya memiliki planet yang ada di belakangnya -- yang jaraknya sekitar 300 juta kilometer.

Meski jarak tersebut dua kali lipat dari jarak orbit Bumi ke Matahari, namun para ilmuwan bisa menyaksikan hal luar biasa di mana sebuah dunia mengorbit bintang yang telah mati itu.

Hal tersebut sekaligus menjadi petunjuk tentang apa yang tersisa dari Bumi dalam beberapa miliar tahun. Para ilmuwan berharap bisa mempelajari planet malang tersebut -- yang menjadi saksi bisu sekaligus korban 'angkara murka' yang terjadi pada L2 Puppis.

"Lima miliar tahun dari sekarang, Matahari akan membesar menjadi bintang raksasa merah, lebih dari seratus kali lebih besar dari ukuran saat ini," kata Decin. "Ia juga akan mengalami kehilangan massa yang intens melalui terjangan angin bintang yang kuat."

Produk akhir dari evolusi itu, 7 miliar tahun dari sekarang, adalah bintang katai putih. "Ukurannya mirip Bumi, namun lebih berat: sesendok teh material dari bintang katai putih itu beratnya sekitar 5 ton."

Astronom kerap menatap bintang-bintang -- menggunakan alat tentunya -- untuk memahami dengan lebih baik posisi kita dalam galaksi.

Dalam kasus ini, mereka melihat sekilas gambaran masa depan dan bagian kunci siklus hidup bintang yang mirip Matahari.

Para astronom juga telah menyaksikan kiamat dalam arti sesungguhnya yang bisa terjadi pada Matahari -- sebuah peristiwa kolosal yang menyisakan bangkai sebuah bintang bisa menelan planet-planet di sekitarnya.

Dan meski Bumi mungkin tak akan tenggelam dalam neraka yang menggelegak dalam bentuk bintang yang bengkak itu, kehidupan tak akan tersisa di planet manusia.

Yang tertinggal dari Bumi adalah inti batu yang telah terkelupas dan terpanggang hebat. Mungkin, itulah gambaran kiamat bagi planet manusia.

2 dari 2 halaman

Sampai Kapan Bumi Bertahan?

Sebuah studi yang dilakukan University of East Anglia, Inggris memperkirakan, Bumi masih mampu menopang kehidupan setidaknya selama 1,75 miliar tahun mendatang. Tapi syaratnya, selama bencana dahsyat akibat nuklir, tubrukan asteroid raksasa, dan malapetaka lain tak terjadi.

Namun, bahkan tanpa skrenario kiamat sedramatis itu, kekuatan astronomi akan memaksa Bumi tak lagi bisa dihuni. Suatu masa antara 1,75 miliar hingga 3,25 tahun lagi, Bumi akan keluar dari zona layak huni (habitable) dalam Tata Surya ke 'zona panas'.

Zonasi tersebut ditentukan oleh air. Di zona layak huni, sebuah planet -- tak peduli apakah ia berada di Tata Surya atau planet alien -- berada dalam jarak yang pas dengan bintangnya, sebagai salah satu syarat keberadaan air.

Saat masuk ke zona panas, Bumi akan mendekat ke Matahari, membuat lautan kering kerontang. Dan tentu saja, kondisi kehidupan, termasuk manusia, tak bakal mampu bertahan.

Planet bumi sejatinya memang indah menawan. Sejumlah foto yang diambil dari luar angkasa menjadi buktinya.

Namun, kekhawatiran utama para peneliti adalah, manusia sekonyong-konyong pindah ke planet lain tanpa mengetahui sampai kapan planet tersebut bisa bertahan. Apalagi, evolusi kehidupan yang kompleks di Bumi membutuhkan proses panjang dan waktu yang tak sebentar.

Para peneliti mengungkapkan, sel sederhana pertama kali muncul di Bumi hampir 4 miliar tahun yang lalu. "Disusul serangga 400 juta tahun lalu, dinosaurus 300 juta tahun lalu, tanaman berbunga 130 tahun lalu," kata ketua tim peneliti dari University of East Anglia, Andrew Rushby, seperti dimuat situs sains LiveScience. "Manusia dengan anatomi modern baru ada sekitar 200.000 tahun terakhir. Jadi bisa dilihat, dibutuhkan waktu yang sangat lama bagi kehidupan cerdas untuk berkembang di sebuah planet."

Rushby dan para koleganya membuat alat baru untuk mengevaluasi perkiraan waktu yang tersedia bagi evolusi kehidupan di planet lain: model yang memprediksi sampai kapan batas waktu planet tersebut berada di zona layak huni.

Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Astrobiology, 18 September 2013, para ilmuwan menerapkan sebuah model ke Bumi dan delapan planet lain yang saat ini berada di zona layak huni, termasuk Mars.

Berdasarkan kalkulasi, masa tinggal Bumi di zona habitasi maksimal tinggal 7,79 miliar tahun. Sementara, planet-planet lain punya waktu bervariasi dari 1 miliar hingga 54,72 miliar tahun.

"Jika kita, manusia, terpaksa pindah ke planet lain. Mars mungkin yang terbaik," kata Rushby dalam pernyataannya. "Jaraknya relatif sangat dekat dengan Bumi, dan masih berada dalam zona layak huni, hingga hidup Matahari berakhir -- 6 miliar tahun dari sekarang."