Liputan6.com, Mosul - Serangan ISIS terhadap bendungan Mosul ibaratnya tinggal menunggu waktu. Kelompok teroris itu memang belum sampai ke kawasan itu, namun bisa diprediksi mereka akan mencapai ke sana.
Jika kawasan bendungan itu bisa dikuasai ISIS dan kemudian mereka menghancurkannya. Nyawa jutaan warga Irak niscaya terancam.
Namun, bahaya bisa menjelang tanpa perlu campur tangan ISIS. Bendungan Mosul ternyata mengandung bahaya setara dengan bom nuklir.Â
Advertisement
Sebelum ISIS menguasai Irak, proses pembangunan bendungan yang dibangun pada tahun 1981 tersendat. Kini, para ilmuan telah memperingatan, jika pembangunan dan perbaikan bendungan itu itu tak tak selesai, banjir bandang mengancam seluruh Irak dan menyapu banyak kota.Â
Tak hanya itu, dari awal pembangungan, bendungan itu sudah salah konstruksi. Bahaya kini mengintai.Â
Permasalahannya adalah perang terhadap ISIS di Mosul belum usai. Para pekerja dan insinyur putus asa melihat terbengkalainya proyek Mosul Dam itu. Bendungan yang hanya berjarak 60 kilometer dari kota 'benteng terakhir' ISIS itu perlahan-lahan menunjukkan ketidakberdayaannya, pelan-pelan hancur.
Dikutip dari News.com.au pada Selasa (13/12/2016), kini perusahaan Italia, TREVI hanya punya waktu 18 bulan untuk mencegah bendungan rembes.
Jika Mosul Dam itu hancur, lebih dari 11,11 miliar kubik meter air yang terkenal dengan Danau Dahuk akan merendam Mosul. Tak hanya itu, jutaan orang di sepanjang bantaran Sungai Tigris akan mengalami bencana yang mematikan.
TREV kini tengah bekerja untuk memperbaiki bendungan itu juga memperkokoh fondasi. Perusahaan itu mendapat kontrak sebesar US$300 juta dari Bank Dunia untuk proyek penyelamatan Mosul Dam.
Namun, bagaimanapun, para ilmuan telah memperingatkan, sejauh apapun perbaikan, itu hanya memperlambat bencana.
Ahli Mosul Dam dan profesor untuk sumber daya air serta lingkungan dari Lulea University dari Swedia mengatakan kepada Al Jazeera runtuhnya bendungan itu tak terelakkan.
"Ini masalah waktu saja. Bakal lebih buruk dari bom nuklir," kata Profesor Nadhir Ansari.
Dam sepanjang 3,4 km itu merupakan bendungan terbesar keempat di Timur tengah. Namun, dibangun di atas tanah yang tak stabil. Apalagi ditemukan ratusan sinkhole di sekitarnya dengan diameter paling besar mencapai 20 meter lebarnya.
Jika hancur, banjir bandang akan membinasakan infrastruktur kota-kota sepanjang Sungai Tigris termasuk Tikrit.
Proyek Ambisius Saddam Hussein
Bendungan itu terkenal dengan 'Saddam Dam', sebuah proyek ambisius bekas Presiden Irak yang pembangunannya dimulai pada 1981. Sayangnya, bahan untuk membangun bendungan itu terbuat dari pondasi lembut dan gipsum, anhidrit dan batu kapur karst yang mulai mengikis pada pengisian reservoir kembali pada tahun 1985.
Di bawah pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein, Jenderal Taha Ramadan memilih situs itu dengan tujuan memberikan pekerjaan dan meningkatkan kondisi kehidupan penduduk di daerah Mosul.
Pada saat itu, Turki dan Suriah telah sudah menyita perairan sungai lain yang penting, Efrat -- mengubah bagian besar Irak menjadi padang gurun.
Meski di bawah pengawasan Konsorsium Konsultan Swedia, Saddam mengabaikan peringatan bahwa situs Mosul Dam sangat berisiko dan pondasinya akan membutuhkan grouting terus menerus secara rutin.
Pada tahun 1988, Saddam sepakat untuk membangun Badush Dam dengan tujuan menahan gelombang kegagalan Mosul Dam.
Namun, proyek dihentikan pada tahun 1991, ketika sanksi dijatuhkan pada Irak pasca-Perang Teluk I dan Badush Dam hanya 40 persen selesai.
Setelah penggulingan Saddam, Korps AS Engineers melakukan program $ 27 m untuk memasok sistem grouting untuk bendungan ke Kementerian Irak Air.
Sebuah laporan oleh US Corps, pada tahun 2006, memperingatkan bahwa kondisi bendungan yang sangat genting. "Dalam hal potensi erosi internal fondasi, Mosul Dam adalah bendungan yang paling berbahaya di dunia," kata Corps. "Jika masalah kecil di Mosul Dam terjadi, kegagalan mungkin terjadi."
Advertisement