Liputan6.com, Jakarta - Jatuhnya Aleppo ke tangan Pemerintah Suriah ternyata meninggalkan kisah duka. Pasalnya, penduduk di kota itu mengalami trauma terhadap perang yang hampir setiap hari terjadi di kota tersebut.
Melihat kondisi ini dunia menujukkan kepeduliannya. Setali tiga uang, Indonesia pun memperlihatkan sikap yang sama.
Kondisi di Aleppo terus dimonitor pemerintah. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, apa yang terjadi di kota terbesar kedua di Suriah tersebut memprihatinkan.
"Ini sangat memprihatinkan dengan perkembagan yang terjadi terutama soal memburuknya situasi kemanusian di Aleppo," ucap Menlu Retno di kantor Kemlu, Jumat (17/12/2016).
Baca Juga
Menurut Menlu, dunia tak boleh tinggal diam. Sebab, sudah banyak korban sipil yang jatuh akibat perang di tempat tersebut.
"Kita desak dibukanya akses penuh untuk bantuan kemanusian itu dapat dibuka secara penuh tanpa hambatan," papar dia.
Retno menjelaskan, Indonesia saat ini telah menujukan kepedulian atas persoalan tersebut. Bantuan dari Tanah Air pun sudah mengalir ke Suriah.
"Untuk bantuan, sudah kita bantu. Kita bantu dalam bentuk uang dan makanan, kita bantu," tutur Retno.
Sebelumnnya, Kepala delegasi Palang Merah Internasional (ICRC) di Suriah, Marianne Gasser mengatakan, setidaknya 3.000 warga dan lebih dari 40 korban luka termasuk di antaranya anak-anak telah dievakuasi. Menurutnya proses evakuasi membutuhkan waktu berhari-hari.
Aleppo, kota kedua terbesar di Suriah sekaligus pusat ekonomi strategis tersebut menyedot perhatian dunia belakangan ini menyusul semakin intensnya pertempuran antara oposisi dan pasukan pendukung rezim al-Assad.
Pada Oktober lalu, Presiden Assad menyebut kemenangan di Aleppo akan menjadi batu loncatan untuk membebaskan daerah lain dari teroris. Baru-baru ini ia menyerukan pembebasan Aleppo dan menyebut bahwa sejarah kemenagan sedang dibuat.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, menuduh Pemimpin Suriah telah melakukan pembantaian di Aleppo dan mendesak mereka untuk melakukan perundingan perdamaian di Jenewa.
"Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah, apakah rezim Suriah, dengan dukungan Rusia, bersedia untuk ke Jenewa untuk bernegosiasi secara konstruktif dan apaka mereka bersedia menghentikan pembantaian warga mereka sendiri," ujar Kerry di Washington.
Advertisement