Liputan6.com, Windermere - Menjelang final leg ke dua Piala AFF 2016, begitu terasa peningkatan perang urat syaraf (psy war) yang dilontarkan beragam pihak dari kedua kubu. Baik secara tersamar maupun terang-terangan.
Pelatih Timnas Thailand, Kiatisak Senamuang mengaku tak merasa ada tekanan bagi timnya jelang laga final AFF 2016 tersebut. Ia malah menduga Timnas Indonesia yang berada di bawah tekanan karena belum sekali pun berhasil menjadi juara. Melainkan berada pada posisi runner up empat kali.
Faktor psikologi di kalangan pemain bola pun mengemuka. Lalu seberapa pentingkah?
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Soccer Psychology Tips pada Sabtu (17/12/2016), kebanyakan pemain cemas jika atlet lain atau rekan satu tim memandangnya lemah kalau dibantu psikolog olah raga.
Alasannya, adalah sejumlah mitos yang kemudian menyebabkan para atlet gagal membangun mental yang kuat. Banyak klub dan sesama pemain bola tidak sadar bahwa hampir semua atlet profesional memerlukan pelatihan mental.
Namun demikian, psikologi olah raga sejauh ini semakin diterima, terutama di kalangan pemain profesional sepak bola. Meski lainnya menganggap hal itu adalah mitos.
Salah satu ciri atlet yang hebat adalah ketertarikan mereka dalam peningkatan diri. Bukan hanya dalam hal fisik, tapi juga mental.
Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk meningkatkan diri. Lagipula keinginan peningkatan fisik dan mental menunjukan komitmen untuk menjadi pemain bola yang lebih baik.
Untuk Menang atau Menghindari Kekalahan?
Dalam beberapa laga, cukup mengantongi hasil seri untuk menjadi juara. Kadang-kadang, tim mengumpulkan poin yang cukup dalam grup sehingga bisa maju ke babak berikutnya dengan perolehan tersebut.
Masih dari Soccer Psychology Tips, kebanyakan tim dalam keadaan demikian memilih gaya defensif dan serangan balasan. "Asal tidak kalah" bisa menjadi strategi aman, tapi itu bukanlah strategi terbaik.
Bermain asalkan tidak kalah adalah cara pikir (mindset) bermain aman. Cara pikir negatif ini didasarkan kepada ketakutan kepada kekalahan, dan hal itu mengganggu pikiran para pemain yang selayaknya fokus pada hasil akhir laga.
Padahal, cara pikir negatif ini menimbulkan kecemasan dan terkadang malah merugikan tim.
Gol dalam permainan sepak bola tercipta hanya beberapa kali dan jarak waktunya seringkali tidak berdekatan. Sementara gol oleh pihak lawan memaksa tim untuk mengganti mindset di tengah-tengah pertandingan, karena bergegas ingin membalasnya.
Padahal, bagi kebanyakan pemain, berganti cara pikir di tengah laga adalah sesuatu yang sulit.
Sebaliknya, bermain untuk menang adalah cara pikir positif yang fokus pada kekuatan tim dan mencari kesempatan.
Bermain untuk menang adalah cara pikir yang menghadirkan banyak momen permainan, sehingga memungkinkan pemain untuk bereaksi secara cepat tanpa terlalu banyak pikir pada aksi yang sedang berlangsung di lapangan.
Bermain untuk menang, dalam banyak kasus, menjadi cara pendekatan yang lebih aman terhadap laga. Alasannya, karena pemain fokus pada gaya permainan sepak bola yang terbukti berhasil bagi tim dalam laga-laga sebelumnya.
Berikut dua 'jurus' yang layak dikembangkan bagi mentalitas bermain untuk menang:
Pertama, ambil risiko yang diperhitungkan. Bermain untuk menang bukan berarti bermain secara asal-asalan.
Artinya, jika pemain mencari kesempatan untuk menentukan permainan sehingga mencegah lawan menentukan permainan.
Ke dua, hal ini memberikan tekanan kepada lawan. Melalui permainan secara agresif dan memberikan tekanan kepada lawan, pemain dalam tim mengurangi perasaan tekanan yang dirasakan dalam dirinya sendiri.
Advertisement