Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, kembali membuat pernyataan sinis. Sasarannya kali ini kembali ditujukan kepada Amerika Serikat.
Kepada AS, Duterte mengatakan agar Negara Paman Sam bersiap mencabut kesepakatan pengerahan pasukan dan peralatan untuk latihan. Dengan percaya diri, ia berkoar bahwa uang AS bisa diganti.
Baca Juga
Duterte, bagaimanapun, pernah mengatakan hubungan Filipina dan AS bisa meningkat di bawah Presiden terpilih Donald Trump. "Saya suka mulut Anda, itu seperti saya, ya Bapak Presiden. Kami sama dan orang-orang dengan bulu yang sama berkumpul bersama-sama."
Advertisement
Tapi kembali fokus ke pemerintahan AS saat ini, yang telah mengkritik Duterte atas laporan pembunuhan ekstra-yudisial dalam kampanye melawan narkoba, ia menyampaikan pesan yang berbeda.
"Kami tidak membutuhkan Anda," kata Duterte dalam konferensi pers setelah tiba dari kunjungan ke Kamboja dan Singapura. "Bersiaplah untuk meninggalkan Filipina. Siapkan untuk pencabutan dari VFA," tambahnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (18/12/2016).
Visiting Forces Agreement (VFA) yang ditandatangani pada tahun 1998, adalah perjanjian AS dan Filipina yang memberi status hukum untuk ribuan tentara AS yang dikerahkan di negara itu untuk latihan militer dan operasi bantuan kemanusiaan.
"Bye, bye Amerika. Kinerja protokol akhirnya akan mengeluarkan Anda dari Filipina," katanya, menambahkan bahwa keputusannya akan datang "kapan saja" setelah meninjau kesepakatan militer lain, yaitu, Enhanced Defense Cooperation Agreement.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Justin Higgins, mengatakan bahwa para pejabat telah melihat laporan Duterte. Namun Amerika Serikat "belum menerima permintaan resmi dari pejabat Filipina untuk mengubah salah satu dari banyak isu kerjasama bilateral kami."
Duterte terlihat sangat geram dan melampiaskan kemarahannya pada Washington karena keputusan oleh dewan Millennium Challenge Corp, sebuah badan penanggulangan kemiskinan AS, untuk menunda pemungutan suara dalam memilih kembali Manila karena masalah hak asasi manusia.
"Kami tidak butuh uang. China mengatakan mereka akan memberikan begitu banyak," katanya. "Politik di Asia Tenggara berubah."