Liputan6.com, Warsawa - Seorang ahli teori konspirasi yang meninggal saat mencoba menguak rahasia pemerintah, memuntahkan cairan hitam sebanyak dua liter.
Hal tersebut dialami Max Spiers ketika berkunjung ke Polandia untuk mengisi sebuah konferensi, sebelum akhirnya ia mengembuskan napas terakhirnya di sofa 24 jam kemudian.
Beberapa hari sebelum kematiannya pada 16 Juli 2016, ayah dua anak itu mengirim pesan singkat 'menyeramkan' kepada ibunya, Vanessa Bates. "Anak laki-lakimu berada dalam masalah. Jika terjadi sesuatu, selidiki," tulis Spiers kala itu.
Advertisement
Menurut aparat, ia tutup usia secara wajar, namun sejumlah fakta mengindikasikan hal sebaliknya. Apalagi, tak ada pemeriksaan post-mortem terhadap jasad pria 39 tahun itu.
Namun akhirnya post-mortem dilakukan oleh ahli patologi di Kent timur. Tapi Vanessa mengatakan, lebih dari dua bulan kemudian dia masih tidak tahu hasil otopsi itu, atau apakah pemeriksaan memang dilakukan.
"Mungkin dia tidak menderita luka fisik tetapi ia bisa saja perlahan-lahan diracuni. Itu mengapa hasil tes toksikologi dari post-mortem begitu penting," ujar Bates.
Pria asal Centerbury di Inggris itu tinggal di AS selama beberapa tahun. Namun, sebelum berangkat ke Polandia ia sempat tinggal bersama sang ibu di Britania Raya.
Seperti dikutip dari news.com.au, Minggu (18/12/2016), Spiers mengunjungi Polandia setelah berlibur di Siprus bersama seorang teman wanitanya, di mana ia menjadi orang pertama yang menemukan jasad ahli teori konspirasi itu.
"Ketika mereka kembali, Spiers sakit dengan demam tinggi dan lemah," ujar petugas koroner penyelidikan, Caroline O’Donnell, dalam sebuah pernyataan.
"Keesokan harinya, Spies memuntahkan dua liter cairan hitam. Temannya memanggil dokter yang berusaha menyadarkannya sebelum menyatakan dia (Spiers) meninggal," ujar O’Donnell.
Sebelumnya Bates mengatakan, anak laki-lakinya telah tenar dalam dunia teori konspirasi. "Tapi saya pikir Max telah menggali di tempat membahayakan dan saya takut seseorang ingin dia mati," ujar Bates.
Bahkan, kata Vanessa, Max kini lebih berani mencari misteri terselubung di kalangan petinggi politik, pebisnis, dan artis.
Kematiannya yang tak jelas serta perlakuan pemerintah setempat yang asal-asalan mengambil kesimpulan, membuat para pengikutnya curiga bahwa Max dibunuh.
Max dan para pengikutnya yakin bahwa pemburu UFO yang mendekati fakta sesungguhnya "dimusnahkan" oleh 'Secret Service' atau kerap mereka sebut sebagai 'Men in Black'.
Dalam salah satu situs, Project Camelot, seorang blogger menulis: "Seluruh keadaan mencurigakan dan aku mendorong semua orang membocorkan rincian tentang apa yang sebenarnya terjadi dan menuntut agar jasad Max diotopsi."
Sementara itu Koroner Alan Blundosn mengatakan kepada pengadilan, ia masih menunggu laporan dari Pemerintah Polandia. Dia juga berharap dapat menjamin pendanaan agar laptop dan ponsel Spiers menjalani analisis forensik.