Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah bangsawan atau penguasa Eropa pernah dilanda skandal. Ada yang namanya ternoda, digosipkan sepanjang masa.
Skandal terlarang bahkan membuat seorang raja terguling dari takhta. Gara-garanya, ia jatuh cinta dan nekat menikahi seorang janda dari negeri seberang Atlantik.Â
Baca Juga
Ada juga seorang ratu yang dipertanyakan jenis kelaminnya. Sementara, Raja Prancis Louis XVI dan istrinya tak luput dari gosip.Â
Advertisement
Berikut 5 'skandal terlarang' kaum ningrat Eropa paling menghebohkan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (21/12/2016):
1. Janda Idaman Raja Inggris
Cinta memang gila, mungkin kalimat itu cukup menggambarkan kisah skandal Edward VIII. Tertanggal 10 Desember 1936, ia menulis sepucuk surat, memutuskan untuk turun takhta. Demi seorang perempuan.
Saat itu, kurang dari setahun ia dimahkotai sebagai Raja Inggris.
"Saya, Edward VIII, Raja Inggris...dengan ini menyatakan keputusan saya yang tak bisa dibatalkan, untuk meninggalkan takhta untuk diri saya sendiri dan juga untuk anak keturunan saya," tulis dia dalam surat tersebut, seperti Liputan6.com kutip dari Vancouver Sun.
Ia menandatangani surat penyerahan takhtanya, Kamis pagi 10 Desember 1936, di depan saudara-saudaranya dan para pengacara. Kekuasaannya pun berakhir di hari ke-325. Ia bahkan belum sempat dinobatkan secara resmi sebagai raja.
Di masa mudanya, Edward VIII dikenal sebagai playboy --pecinta banyak wanita -- di masa pemerintahan ayahnya Raja George V. Pada tahun 1919 ia bahkan pernah mengirim surat cinta untuk istri seorang anggota parlemen Inggris.
Ia bertemu dengan Wallis Simpson pada Januari 1931, awalnya sama sekali tak tertarik, namun setelah beberapa pertemuan, benih-benih cinta tumbuh di hati sang pangeran. Perempuan asal AS itu bahkan sempat jadi kekasih gelapnya -- meski masih berstatus sebagai istri orang.
Masalah mencuat pada 20 Januari 1936, saat Raja George V mangkat, dan sebagai putra mahkota bernama lahir Edward Albert Christian George Andrew Patrick David itu dinobatkan sebagai penguasa dari Wangsa Windsor.
Pada 1 Desember 1936, Edward VIII memberitahukan pada PM Inggris kala itu Stanley Baldwin bahwa ia berniat menikahi kekasihnya -- yang secara resmi telah bercerai pada 27 Oktober. Namun Baldwin menentang keras niatnya itu.
"Kabinet Siap Mundur, Itu yang Dikatakan Baldwin pada Raja," demikian headline Vancouver Sun kala itu.
Geger pun terjadi. Kepala Gereja Inggris tak mengizinkan orang yang bercerai menikah lagi saat pasangannya masih hidup. Uskup Bradford pun mengeluarkan pernyataan menetang.
Sang raja tak menyerah, ia mengajukan "perkawinan morganatic" -- yang mengizinkan ia menikahi Simpson, namun istrinya itu tak bakal jadi ratu. Perdana Menteri menolaknya. Hingga akhirnya Edward VIII mundur -- sebuah momentum yang dianggap kemenangan konstitusi.
Setelah lengser, Edward meninggalkan Inggris Raya pada 11 Desember 1936, tinggal bersama dengan Simpson di sebuah villa di Cote d'Azur, Prancis.
Mereka akhirnya menikah pada 3 Juni 1937. Menjadi Duke dan Duchess of Windsor, terus bersama sampai Edward meninggal dunia pada 1972. Keduanya dimakamkan berdampingan di pemakaman kerajaan di Frogmore, Windsor.
Advertisement
2. Ratu Elizabeth I Sejatinya Pria?
Geger terjadi di suatu pagi di musim gugur 470 tahun lalu. Saat kepanikan melanda sekelompok orang di sebuah istana kecil di Desa Cotswold, Bisley, Gloucestershire.
Putri kecil Raja Inggris saat itu, Henry VIII, Elizabeth jatuh sakit, demam tinggi, dan pendarahan. Setelah beberapa minggu sakit hingga muntah darah, tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan.
Malam sebelum raja tiba untuk menengok putri tercinta hasil pernikahan dengan Anne Boleyn sekarat. Pagi harinya Elizabeth -- yang sengaja dikirim ke pedesaan agar tak kena wabah yang merebak di ibukota -- meninggal.
Panik tak terelakkan, pengasuh Elizabeth, Lady Kat Ashley punya alasan untuk takut mengatakan pada raja, tentang berita duka cita ini. Bisa-bisa nyawa mereka melayang disiksa dengan bengis.
Apalagi, empat anak Henry VIII meninggal saat kecil. Satu lainnya adalah Edward yang sakit-sakitan di usianya yang kelima, dan seorang perempuan muda berusia 20 tahun yang belum menikah dan merana karena patah hati.
Elizabeth adalah anak kesayangan sang penguasa Tudor. Di masa depan ia akan dinikahkan dengan pangeran dari Prancis atau Spanyol -- sekutu internasional. Tak hanya itu, anak Elizabeth adalah pewaris dinasti yang amat dinanti-nanti.
Elizabeth Palsu
Tapi Elizabeth sudah meninggal. Satu-satunya cara untuk menyembunyikan kebenaran pahit itu, selain melarikan diri, adalah menipu sang raja.
Pikiran pertama yang terlintas di pikiran Kat Ashley adalah menemukan seorang gadis desa untuk bertukar tempat dengan sang putri. Namun, tak ada gadis cilik yang seumuran Elizabeth. Hanya ada seorang bocah laki-laki canggung bernama Neville.
Neville dipaksa menjadi putri raja. Saat bersua dengan putrinya, Henry VIII yang jarang bertemu dengannya, tak merasakan perubahan itu.
Putri raja dikenal sangat lembut, rajin belajar, dan pemalu berat. Ia tak pernah bicara di depan raja, ayahnya, yang telah memenggal ibunya sendiri.
Setelah memakamkam Elizabeth di peti batu di bawah tanah istana, pengasuh dan pengawal yang bersekutu itu mulai mengajarkan Neville bagaimana untuk jadi putri sesungguhnya.
"Tak ada yang curiga. Mengira perubahan fisiknya adalah akibat pertumbuhan dari gadis cilik menjadi gadis remaja," demikian dimuat Daily Mail 8 Juni 2013. Termasuk, Elizabeth yang dulunya pemalu jadi berani dan angkuh.
Elizabeth juga lebih lambat menerima pelajaran, padahal saat masih kecil ia bak spons yang cepat menyerap semua hal yang diajarkan gurunya.
Tentu saja ini teori yang absurd. Mengingat kisah mahsyur Ratu Elizabeth "Virgin Queen" yang hingga saat ini diabadikan dalam drama, lagu, bahkan film -- salah satunya oleh Shakespeare.
Penulis buku, Steve Berry yakin, pada suatu hari Elizabeth membuka rahasianya pada kepala rumah tangga istana yang baru William Cecil, yang punya reputasi berkemampuan cenayang. Ia ingin menyakinkan Cecil bahwa rencana menikahkannya dengan pangeran dari negeri lain akan membawa kehancuran bersama.
Ini bukan kali pertamanya cerita itu ditulis dalam sebuah buku. Kisah tentang anak lelaki dari Bisley pernah diangkat dalam sebuah buku karya pengarang "Dracula" Bram Stoker -- "Imposter".
Stoker mendengar cerita turun-temurun tentang peti mati ditemukan oleh seorang pendeta di Bisley selama awal tahun 1800-an, berisi kerangka seorang gadis mengenakan riasan ala Tudor, bahkan permata yang dijahit ke gaunnya. Pasti dia bukan gadis biasa.
Di atas segalanya, Stoker yakin, satu-satunya penjelasan mengapa Elizabeth 1 yang menduduki tahta pada tahun 1558, dalam usia 25 tahun, tak pernah menikah, bahkan bersumpah tak akan bersuami meski Kaisar Spanyol menyodorkan putranya: karena ia bukan wanita. Sebuah keputusan yang memprovokasi penyerbuan Spanyol.
Ratu Elizabeth I juga terkenal dengan ucapannya kala itu. Bahwa ia tak takut dengan serbuan Spanyol. "Aku punya jiwa seorang pria, bukan wanita. Dan aku tak takut pada apapun."
3. Cinta Terlarang Ratu Prancis
Marie Antoinette menikah terlampau dini. Pada 7 Februari 1770, usianya baru 14 tahun, putri Austria itu dipersunting pria muda yang kelak menjadi Raja Prancis Louis XVI.
Sejak itu ia pindah ke Prancis, negeri yang kerap tak akur dengan kerajaan yang dipimpin ibunya, Ratu Maria Theresa. Sebagai simbol aliansi dua bangsa.
Kemunculan perdananya di hadapan publik pada 8 Juni 1773 berlangsung sukses. Kulitnya yang terang, rambut dipilin indah, mata biru cemerlang, senyum menawan, dan aura kebangsawanannya, memikat rakyat Prancis.
Kecantikannya pun membuat hati suaminya, Louis-Auguste bergetar. Putra mahkota adalah seorang pria baik hati dan menyayanginya, namun pemalu dan sama sekali tak romantis.
Beranjak dewasa, Marie Antoinette akhirnya jatuh cinta. Perasaan bergelora itu ia alami sepanjang 20 tahun masa perkawinannya. Namun, bukan suaminya yang ia cintai.
Hati Ratu Prancis itu tertambat pada seorang bangsawan tampan asal Swedia, Count Axel von Fersen. Yang konon jadi selingkuhannya.
Kabar bahwa Marie Antoinette main serong bukan hal baru. Namun, belakangan muncul bukti-bukti yang menguatkan rumor tersebut. Bahwa hubungan Ratu Prancis dan bangsawan Swedia itu bukan sekedar cinta 'platonik' antar keduanya: surat-surat mereka.
"Untuk kali pertamanya, bukti hubungan antar keduanya terkuak," kata pemerhati sejarah Inggris, Evelyn Farr, yang meneliti korespondensi rahasia Marie Antoinette dengan kekasihnya, seperti dikutip dari Daily Mail.
Bukti-bukti itu dibeberkan secara rinci dalam buku berjudul 'I Love You Madly — Marie-Antoinette: The Secret Letters' yang diterbitkan Maret 2016.
Tak semua hal tersurat dalam korespondensi mereka. Banyak yang tersirat lewat kode-kode maupun tinta yang tak kentara.
"Aku mencintaimu dan akan selalu tergila-gila padamu," ujar Fersen dalam salah satu suratnya kepada Marie Antoinette yang sedang dipenjara jelang eksekusi mati.
Menurut Farr, kata 'tergila-gila' bukan kata yang lazim diucapkan pada teman baik atau sahabat. "Itu mengarah pada dugaan kuat adanya hubungan fisik. Mereka adalah sepasang kekasih."
Â
Advertisement
4. Kutukan untuk Raja Prancis
Louis XVI adalah Raja Prancis dari Dinasti Bourbon. Ia dituduh rakyatnya sebagai pengkhianat.
Pada pagi yang dingin dan basah, 21 Januari 1793 pukul 05.00, pria itu terjaga dari tidurnya. Empat jam kemudian, dengan kawalan 1.200 tentara, kereta kuda membawanya ke Place de la Revolution.
Louis XVI awalnya dicintai rakyat, namun ketidakcakapannya dalam memerintah membuat Prancis terpuruk -- pengangguran merajalela, panen gagal, harga roti dan pangan selangit. Orang-orang pun berbalik membencinya.
Lalu sang raja yang tak lagi punya kuasa itu berjalan, di tengah muntahan caci maki, menaiki tangga menuju panggung yang sudah disiapkan. Lalu ia mengucapkan kalimat terakhirnya. Satu tangannya diangkat ke atas, isyarat meminta orang-orang yang menyemut untuk diam.
Pukul 10.22, dengan satu hentakan pisau besar, kepalanya terpisah dari raga.
Salah satu petugas mengambil kepala Louis XVI, menunjukkannya ke kerumunan orang. Suara pekikan ribuan orang menyusul gaduh. "Vive la Nation! Vive la Republique!," begitu teriak mereka.
Bunyi artileri yang ditembakkan ke udara setelah pemenggalan Louis XVI terdengar menggelegar, suaranya sampai ke telinga keluarga kerajaan yang berada dalam penjara. Hati mereka diliputi duka.
Jasad sang raja kemudian dibawa ke sebuah gereja tua, Madeleine. Sebuah upacara singkat digelar di sana, doa pendek dipanjatkan. Lalu jenazah yang masih mengenakan rompi putih dan celana abu-abu dari sutra dimasukkan dalam peti mati.
Sesuai perintah, peti itu kemudian di dimasukkan dalam lubang kapur, dalam kondisi terbuka. Gundukan tanah dimasukkan ke dalamnya. "Kepala Louis XVI ditempatkan di dekat kakinya," demikian kesaksian salah satu petugas penguburan, Damoureau.
Konon, kematiannya yang tragis adalah akibat kutukan.Â
Â
5. Skandal Bangsawan Mandi Darah Perawan
Countess Elizabeth Bathory de Ecsed  lekat dengan dengan imej sebagai 'Countess Berdarah', perempuan pembunuh berantai paling sadis sepanjang sejarah.
Ia dan 3 kaki tangannya dituduh menyiksa dan membantai ratusan gadis, jumlahnya antara 100 hingga 650 orang -- entah berapa pastinya -- antara tahun 1585 hingga 1610.
Kabar yang beredar menyebut, Elizabeth mandi dengan darah para korbannya. Ia meyakini, darah perawan akan membuatnya memiliki kecantikan abadi. 'Rahasia awet muda'.
Ia menyakini, darah gadis muda memancarkan cahaya kemudaan mereka. Sang countess masuk ke dalam bak mandi dan berendam dalam kubangan darah korbannya.
Pada usia 15 tahun, Countess Elizabeth Bathory de Ecsed menikah dengan bangsawan bernama Ferenc Nadasdy, pahlawan nasional Hungaria ketika berperang melawan Turki.
Kedua pasangan tersebut kemudian tinggal di Istana Cachtice, sebuah kastil perbukitan yang menaungi Desa Cachtice di lembah di bawahnya.
Setelah suaminya meninggal, perilaku Elizabeth menjadi-jadi. Ia mulai terpengaruh dengan satanisme atau aliran sesat. Pembunuhan pun merebak. Satu per satu gadis menghilang dari desa-desa sekitar kastil.
Awalnya perempuan sadis itu memburu gadis desa. Namun, darah para perawan itu kurang baginya.
Demi mendapat darah yang menurutnya lebih berkualitas, Elizabeth mengincar darah para gadis bangsawan rendahan, menculik mereka untuk dijadikan korban.
Namun hal tersebut menjadi bumerang baginya. Hilangnya gadis-gadis bangsawan dengan cepat mendapatkan perhatian di kalangan kaum darah biru. Kabar itu pun sampai ke telinga raja.
Tanggal 30 Desember 1610, pasukan tentara dibawah pimpinan Palatine Georgy Thurzo, yang merupakan sepupu Elizabeth sendiri, menyerbu kastil Cachtice di malam hari. Atas titah Raja Hungaria.
Sesampainya di sana, mereka semua terkejut melihat pemandangan yang mengerikan. Mayat seorang gadis yang pucat kehabisan darah tergeletak di atas meja makan, seorang lainnya yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan kedua urat nadinya disayat hingga meneteskan darah.
Di bagian penjara ditemukan belasan gadis yang sedang ditahan menunggu giliran dibunuh. Kemudian di ruang basement ditemukan lebih dari 50 mayat yang sebagian besar sudah mulai membusuk.
Elizabeth kemudian ditangkap bersama 3 pelayannya. Namun ia sendiri tidak pernah diadili secara langsung. Sebagai bangsawan tinggi ia kebal hukum. Hanya ketiga pelayannya yang kemudian disiksa dan dibakar di tiang.
Cachtice saat ini adalah desa sejahtera dengan rumah-rumah besar, antena satelit di mana-mana, juga mobil-mobil SUV yang parkir di tepian jalan. Patung kayu Countess Elizabeth Bathory de Ecsed pun didirikan di alun-alun.
Advertisement