Liputan6.com, Bukares - Secara mengejutkan, partai politik terbesar di Rumania mencalonkan seorang perempuan dari etnis minoritas Tatar untuk menjadi perdana menteri. Jika penunjukannya disetujui oleh presiden dan DPR setempat, maka Sevil Shhaideh akan tercatat sejarah sebagai perempuan dan muslim pertama yang menduduki posisi tersebut.
Partai Demokrat Sosial dilaporkan mencetak kemenangan dalam pemilu pada 11 Desember lalu, dengan perolehan suara mencapai lebih dari 45 persen. Bersama dengan dua partai lainnya, Aliansi Liberal dan Demokrat, mereka memiliki mayoritas kursi di DPR.
Lazimnya, pemimpin dari partai besar akan ditunjuk oleh presiden untuk menjadi perdana menteri. Namun pemimpin Partai Demokrat Sosial, Liviu Dragnea, melihat penunjukannya hanya akan menimbulkan masalah, mengingat ia tersangkut kasus kecurangan pemilu dan tengah menjalani hukuman percobaan selama dua tahun sejak April lalu.
Advertisement
Selain itu, Presiden Klau Iohannis pun menekankan bahwa perdana menteri berikutnya harus bersih dari belitan kasus hukum atau penyelidikan. Sehingga, Partai Demokrat Sosial pun memilih Sevil Shhaideh (52), sosok yang pernah menjabat sebagai menteri pembangunan daerah selama enam bulan pada 2015.
Baca Juga
Pencalonan Nyonya Shhaideh membuat banyak pihak terkejut. Beberapa orang mengungkapkan analisis mereka.
"Ini adalah pilihan yang mengejutkan. Orang-orang memang menduga bahwa sosok yang maju adalah yang dikendalikan Dragnea. Namun dari kalangan petinggi partai, bukan pendatang baru," ujar Sergiu Miscoiu, seorang profesor ilmu politik di Babes-Bolyai University seperti dikutip dari The New York Times, Kamis (22/12/2016).
"Terpilihnya Shhaideh menunjukkan bahwa Dragnea akan mengendalikan pemerintahan tanpa mengambil tanggung jawab secara langsung. Dia tidak akan ternodai secara langsung, sehingga Presiden Iohannis tidak punya alasan untuk menolaknya," ujar Miscoiu.
Paul Ivan, seorang analis kebijakan senior di European Policy Center mengatakan, nama Shhaideh tak pernah "muncul" sebelumnya.
"Kami melihat banyak nama yang wara-wiri dalam beberapa hari terakhir, tapi namanya tidak ada di antara mereka," kata Ivan yang juga eks diplomat Rumania.
"Shhaideh lebih dianggap sebagai manajer dibanding politikus. Ia dipandang sebagai seorang teknokrat. Ia seorang ekonom yang telah bekerja selama bertahun-tahun di pemerintahan lokal dan regional," ujar Ivan.
Shhaideh telah menghabiskan sebagian besar kariernya di Constanta, sebuah pelabuhan di Laut Hitam. Ia menikah dengan seorang pengusaha asal Suriah dan menurut sebuah laporan yang dirilis pada Juli 2015, pasangan ini memiliki tiga properti di negara yang tengah dilanda perang itu.
Perempuan muslim sangat jarang mengisi posisi penting di daratan Eropa, baik sebagai kepala negara atau pemerintahan. Namun beberapa pernah melakukannya di negara mayoritas muslim, sebut saja Tansu Ciller yang menjadi PM Turki pada tahun 1990-an dan Atifete Jahjaga yang menjadi presiden Kosovo 2011-2016.
Sebaliknya, kondisi berbeda ada di Rumania. Lebih dari 80 persen rakyat di negara itu adalah Kristen Ortodoks, sementara hanya terdapat satu persen umat muslim di sana.
Meski demikian, menurut Ivan, faktor keyakinan tidak akan terlalu memengaruhi pencalonan Shhaideh.
"Umumnya, komunitas muslim Rumania, Turki dan Tatar, Islam yang mereka praktikkan sangat moderat. Mereka telah hidup lebih dari 100 tahun di sebuah negara non-muslim, mereka telah melalui rezim sosialis. Dan jika Anda perhatikan, Shhaideh tidak memakai kerudung," ujar Ivan.