Liputan6.com, Moskow - Penyelidikan masih jauh dari kesimpulan, kotak hitam belum lagi ditemukan, namun sejumlah pejabat Rusia jauh-jauh hari sudah menyingkirkan dugaan aksi terorisme dalam kecelakaan pesawat militer Tupolev Tu-154 di Laut Hitam.
Salah satunya Menteri Transportasi Rusia, Maxim Sokolov. Ia mengatakan Kremlin tak menginvestigasi faktor terorisme sebagai penyebab kecelakaan, meski sejumlah ahli penerbangan mengklaim, bisa jadi serangan teror yang menjatuhkan kapal terbang yang mengangkut 92 orang itu.
Penyelidikan dilakukan untuk menguak mana di antara dua faktor yang menjadi penyebab pesawat jatuh: kesalahan manusia atau masalah teknis.
Advertisement
Di tengah proses evakuasi besar-besaran korban kecelakaan pesawat, muncul foto sang pilot Tu-154, Roman Volkov. Pria 35 tahun itu menjadi pemegang kendali saat pesawat tersebut jatuh di Laut Hitam. Sang penerbang ikut tewas dalam musibah itu.
Volkov diakui sebagai 'penerbang kelas satu'. Ia juga putra dari salah satu pilot tempur terkemuka Rusia, Kolonel Alexander Volkov.
Roman Volkov adalah alumni dari sekolah kemiliteran Balashov. Ia, istrinya Elena, dan tiga anak mereka tinggal di kawasan Schelkov, Moskow.
"Roman secara harfiah hidup di langit," kata sahabatnya, Anna Saranina seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (26/12/2016). "Tak ada hal lain yang lebih menarik untuknya."
Saranina mengisahkan pertemuan terakhirnya dengan korban. Kala itu, Volkov menceritakan bahwa belakangan ia sering terbang ke Suriah.
"Dia tak bercerita banyak, rahasia militer katanya," tambah Saranina. "Volkov tak takut terbang, tak pernah ada firasat, ia hanya menjalankan tugas."
Ada 84 penumpang dan delapan awak pesawat di dalam Tu-154 yang nahas. Mereka diyakini tewas saat kapal terbang itu celaka hanya dua menit setelah lepas landas dari Bandara Sochi.
Ada di antara para penumpang adalah anggota paduan suara militer Rusia yang akan mengadakan pertunjukan di Suriah, seorang dokter yang terkenal dengan aksi kemanusiaannya, juga sejumlah jurnalis.
Murni Celaka atau Korban Teror?
Temuan badan intelijen Rusia (FSB) menyebut, tak ada tanda-tanda aksi teror atau sabotase terkait kecelakaan pesawat Tu-154.
Hal tersebut diungkap dalam pernyataan yang disebar sejumlah media Rusia. FSB mengaku, pihaknya kini fokus pada pembuktian kemungkinan kesalahan pilot, kualitas bahan bakar yang tak sesuai standar, adanya objek eksternal yang masuk dalam mesin, atau masalah teknis lainnya yang belum dipastikan.
Namun, sejumlah pakar penerbangan tak sepakat dengan kesimpulan dini pejabat Negeri Beruang Merah.
Ada dua hal yang dinilai janggal dalam kecelakaan itu: kru yang tak sempat melaporkan adanya kerusakan dan fakta bahwa puing-puing pesawat itu tersebar di wilayah yang luas.
"Kemungkinan terjadinya kerusakan tak akan mencegah pilot untuk melapor (ke kru darat)," kata Vitaly Andreyev, mantan petugas pengawas lalu lintas penerbangan kepada RIA Novosti.
Petugas evakuasi sebelumnya mencari korban dan puing-puing pesawat dalam radius 1 mil dari titik jatuh pesawat. Namun, wakil menteri pertahanan kemudian mengatakan, para ahli menduga sebaran puing dan jasad bisa jadi kian lebar, menjadi 4 mil.
Sementara itu, pengamat penerbangan, Dr Vadim Lukashevich berpendapat, bisa jadi kecelakaan tersebut adalah serangan teror untuk membalas intervensi Rusia di Suriah.
"Itu adalah aksi teroris," kata dia kepada Novaya Gazeta. "Kita mungkin harus mengakui bahwa itulah balasan bagi kita terkait Aleppo."
Menurut dia, jika pesawat jatuh dari ketinggian seperti yang diperkirakan sebelumnya, tak mungkin kapal terbang itu jatuh berkeping. Dari puingnya diduga, Tu-154 pecah di udara.
Pilot berpengalaman sekaligus mantan komandan penerbang, Sergey Knyshov juga sependapat. "Pesawat tersebut tak mungkin jatuh seperti itu," kata dia.
"Pertama, perlengkapan dan pilot militer yang menerbangkannya adalah yang terbaik," kata dia. "Kedua, cuaca saat itu, sejauh yang kuketahui, juga bagus."
Â
Sebelumnya, saksi mata yang menyaksikan pesawat nahas mengarah ke Laut hitam mengatakan, terpantau ada kilatan cahaya di langit sesaat sebelum terdengar suara yang ditimbulkan cipratan raksasa.
Irina Avdeeva (35) saat itu sedang berjalan-jalan dengan kekasihnya sekitar pukul 05.00. Suasana hening kala itu. "Kami sedang menikmati deru suara laut," kata dia. "Lalu ada bunyi pesawat yang lepas landas, mesinnya terdengar normal," kata dia.
Tiba-tiba, sudut mata Irina menangkap kilatan cahaya. "Kemudian aku melihat cipratan-- sebuah cipratan raksasa."
Perempuan menambahkan, sebelum pesawat jatuh ke Laut Hitam tak terdengar suara mesin. Yang tersisa hanya bunyi mirip dengungan.
Advertisement