Sukses

27-12-1983: Paus Yohanes Paulus II Temui Pria yang Menembaknya

Agca menembak Yohanes Paulus II ketika sang Paus tengah berada di atas sebuah mobil jeep terbuka.

Liputan6.com, Roma - Pada Rabu, 13 Mei 1981, Mehmet Ali Agca melancarkan aksinya, mencoba membunuh Paus Yohanes Paulus II.

Dalam sebuah prosesi yang berlangsung di lapangan Santo Petrus, Vatikan, Agca melepaskan sejumlah timah panas ke arah Yohanes Paulus II yang tengah berdiri di sebuah mobil jeep terbuka.

Meski sempat mengalami masa kritis, akibat empat peluru yang mengenai perutnya, namun pemimpin tertinggi umat Katolik itu berhasil selamat.

Setelah tragedi yang menimpa dirinya, Paus Yohanes Paulus II justru mengatakan, "doakan saudaraku (Agca)...yang dengan tulus telah kumaafkan."

Dikutip dari Wikipedia, Agca adalah pria asal suku Kurdi, Turki. Sebelum menembak Paus Yohanes Paulus II ia telah lebih dulu membunuh wartawan sayap kiri Turki, Abdi Ipekci pada 1 Februari 1979.

Pada masa remajanya, Agca adalah anggota geng di kampung halamannya di distrik Hekimhan, Provinsi Malatya. Ia sempat menjadi penyelundup perdagangan ke Bulgaria sebelum akhirnya berangkat ke Suriah di mana ia mendapat pelatihan teroris selama dua bulan.

Setelahnya ia bergabung dengan kelompok sayap kanan garis keras Turki, Serigala Kelabu yang pada saat itu berupaya menggoyang pemerintahan Turki. Usai membunuh Ipekci ia kabur ke Bulgaria dan selanjutnya menyeberang ke wilayah Mediterania.

Agca masuk ke Roma pada 10 Mei 1981 dengan menumpangi kereta dari Milan. Di Roma ia mengaku bertemu dengan tiga rekannya, dua berkebangsaan Bulgaria dan seorang Turki. Saat itulah rencananya untuk membunuh Paus muncul.

Tak lama, usai menembak Paus, Agca berhasil diringkus. Setelah diperiksa, pengakuan pria itu justru membingungkan.

Dalam interogasinya, ia mengaku pernah ditemui anggota Dinas Rahasia Bulgaria dan ditawarkan 3 juta mark untuk membunuh sang Paus. Namun hal ini kemudian disangkalnya.

Ada pula yang menyinggung keterlibatan dinas rahasia Soviet, KGB. Spekulasi meluas, ia juga dikaitkan dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Tapi Agca membantah keterlibatan PLO. Dan hingga kini, motif percobaan pembunuhan yang dilakukan Agca ini tidak jelas.

Dua tahun setelahnya, tepatnya pada 27 Desember 1983, Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke penjara di mana Agca ditahan. Ia turut membawa fotografer dan kameramen karena ingin menunjukkan pada dunia tentang kebaikan dari memaafkan.

Agca kala itu mencium tangan Paus. Wajahnya yang "kotor" menunjukkan, ia lama tak bercukur.

"Apakah Anda bicara bahasa Italia?," tanya Yohanes Paulus II dan pria itu menjawabnya dengan mengangguk seperti dikutip dari rarehistoricalphotos.

Dan selama 21 menit, keduanya berbincang. Di sudut sel penjara, mereka duduk cukup dekat. Tak ada yang tahu apa yang dibicarakan.

Ketika Paus Yohanes Paulus II hendak pamit, keduanya bersalaman. Ia menghadiahi Agca sebuah kotak berwarna putih berisi kalung salib yang terbuat dari mutiara.

Yohanes Paulus II pun kemudian meninggalkan Agca dalam kesunyian. Pria itu termangu, mungkin membayangkan sisa hukuman yang harus dijalaninya atas upayanya membunuh seorang pria yang tidak dikenalinya, namun belakangan menawarkan persahabatan.

Pada Juli 1981, pria itu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas upaya pembunuhan. Namun atas permintaan Paus, Presiden Carlo Azeglio Ciampi mengampuninya pada tahun 2000.

Agca kemudian diekstradisi ke Turki, di mana ia menjalani hukuman penjara atas pembunuhan Ipekci dan dua serangan bank yang dilakukannya pada 1970-an.

Sempat bebas bersyarat pada 12 Januari 2006, namun pada 20 Januari 2006, Mahkamah Agung Turki memutuskan memasukkannya kembali ke bui. Dengan alasan, masa tahanannya di Italia tak dapat diakumulasi dengan masa tahanannya di Turki.

Pria itu baru benar-benar menghirup udara bebas pada 18 Januari 2010 setelah hampir 29 tahun mendekam di balik jeruji besi.

Peristiwa bersejarah lainnya juga terjadi pada tanggal 27 Desember. Tepatnya pada tahun 1945 Bank Dunia berdiri melalui kesepakatan 28 negara.

Dan pada 27 Desember 1945 pula, Semenanjung Korea "pecah" menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.