Liputan6.com, Taipei - Kapal induk China, Liaoning dilaporkan berlayar ke Samudra Pasifik. Ini dinilai sebagai upaya Tiongkok untuk menegaskan kekuatan militernya dalam membangun kemampuan perang angkatan laut mereka.
Liaoning mengangkut sejumlah jet temput J-15 yang mahir dalam konfrontasi udara. Ketika kapal induk ini tengah berada di Laut Kuning sempat dilakukan "atraksi" pengisian bahan bakar di udara. Demikian seperti dikutip dari CNN, Selasa (27/12/2016).
Baca Juga
Kemudian kapal induk yang dikawal dengan kapal fregat dan kapal penghancur itu menuju perairan terbuka di Pasifik tepatnya di luar wilayah Taiwan dan Okinawa. Pada Senin lalu, Lioning dilaporkan menuju ke Laut China Selatan, wilayah sengketa sejumlah negara.
Advertisement
Aksi China ini mendapat sorotan dari sejumlah negara. Menteri Pertahanan Taiwan, Feng Shih-kuan menekankan perlunya kewaspadaan menyikapi pergerakan Tiongkok.
"Ancaman dari musuh kita berkembang dari hari ke hari. Kita harus selalu menjaga kewaspadaan tempur," kata Feng seperti dikutip dari Reuters.
"Kita perlu memperkuat pelatihan (tentara) sehingga mereka tidak hanya bisa bertahan melainkan juga menghancurkan musuh dan menuntaskan misi," tambahnya.
Kementerian Pertahanan Jepang mengonfirmasi pergerakan Liaoning. Mereka mengatakan, kapal yang dibeli China dari Ukraina pada tahun 1998 dan kemudian dibangun kembali pada tahun 2012 untuk kebutuhan pelatihan itu telah berlayar ke perairan terbuka di Pasifik.
"Kami memperhatikan ini, sebuah langkah yang menunjukkan China telah memperluas kemampuannya untuk terlibat dalam perang maritim," ujar Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga.
Peringatan bagi Pasifik Timur?
Media yang dijalankan pemerintah Tiongkok, Global Times dalam editorialnya yang dirilis bertepatan dengan manuver Liaoning menyinggung soal kemampuan tempur negara itu.
Editorial tersebut menyerukan China untuk segera membangun armada kapal induk, menjadikannya siap tempur, berlayar ke Pasifik Timur, dan mendirikan basis pasokan angkatan laut di Amerika Selatan.
Global Times dalam ulasannya juga mengatakan, pergerakan terbaru ini adalah penanda bahwa Liaoning telah meningkatkan kemampuan tempurnya dan memperluas daerah operasinya mencakup Pasifik Timur, termasuk di lepas pantai AS.
"Ketika suatu hari armada kapal induk China muncul di daerah lepas pantai AS, maka itu akan memicu pemikiran intens tentang peraturan maritim."
"Jika armada ini mampu memasuki wilayah di mana terdapat inti kepentingan AS, situasi ketika AS secara sepihak memaksakan tekanan kepada China akan berubah," tulis Global Times.
Dalam artikel itu, Global Times pun menyerukan agar China mempercepat pembangunan kapal induk buatan dalam negeri sehingga dapat mengaktifkan kekuatan tempur mereka.
"Saat ini, Tiongkok memiliki satu kapal baru yang hampir rampung dan beberapa lainnya masih dalam tahap pembangunan," ujar seorang profesor di Hawaii Pacific University yang juga eks direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS, Carl Schuster.
"Namun kemampuan China untuk menimbulkan ancaman jangka panjang dengan kapal induk masih jauh," kata dia.
Advertisement
Tantangan bagi China
Lebih lanjut, Schuster menjelaskan bahwa China tidak memiliki korps penerbang angkatan laut berpengalaman dan sumber daya memadai untuk membangun kapal induk mereka.
"Mereka harus membangun dari awal. Sebuah tantangan yang sulit mengingat kekuatan mereka bertumpu pada sebagian besar personel yang hanya menjalani wajib militer selama 2 tahun," jelas profesor itu.
Schuster menilai, China berencana membangun sekitar empat atau mungkin lima kapal pada rentang waktu 2025-2026.
Bahkan dengan kapal tambahan sekali pun, jumlah armada kapal China masih setengahnya dari kapal AS.
Dalam editorialnya, Global Times juga mendorong China membangun megaproyek listrik di seluruh pulau-pulaunya--ini termasuk busur yang membentang dari utara Kepulauan Paracel di Laut China Selatan, ke timur laut laut mencakup Taiwan, barat Okinawa dan utara ke Laut China Timur antara Korea dan China.