Sukses

ISIS Berniat Gunakan Senjata Kimia dan Renggut Banyak Nyawa?

Meski terdesak di Irak dan Suriah, ISIS masih jadi ancaman global. Mereka berniat menyebar teror dengan senjata kimia.

Liputan6.com, London - Sedikitnya 50 ribu militan ISIS tewas sejak pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat terlibat dalam pertempuran di Irak dan Suriah. Wilayah kekuasaan organisasi teror itu juga kian sempit.

Meski demikian, ISIS masih jadi ancaman global. Kelompok itu ditengarai berniat melakukan serangan yang bertujuan merenggut korban jiwa secara massif, termasuk di Inggris.

Menteri Keamanan Inggris, Ben Wallace bahkan mengatakan, kelompok yang juga dikenal sebagai Daesh itu juga tak lagi punya 'batasan moral' untuk menggunakan senjata kimia.

Senjata jenis itu memanfaatkan sifat racun senyawa kimia untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh.

Wallace mengatakan, ada sejumlah laporan yang menyebut, ISIS menggunakan senjata kimia di Suriah dan Irak -- di mana mereka mengendalikan daerah yang luas di dua negara tersebut.

Sementara, pemerintah Moroko baru-baru ini menangkap sel kelompok itu yang menyimpan zat yang bisa digunakan untuk membuat bom maupun racun mematikan.

Sang menteri juga merujuk pada laporan Europol yang memperingatkan ancaman sejata kimia dan potensi realisasi 'ketakutan terburuk semua orang' terkait ISIS.

Kepada Sunday Times, Wallace mengatakan, ambisi ISIS adalah untuk melakukan serangan yang merenggut korban jiwa secara massif. Mereka ingin mencelakakan dan mereror sebanyak mungkin orang.

"Mereka tak punya batasan moralitas untuk menggunakan senjata kimia terhadap masyarakat dan jika mungkin, mereka ingin melakukannya di negara ini," kata dia seperti dikutip dari Guardian, Minggu (1/1/2017). "Jumlah korban yang mungkin jatuh mungkin mewakili ketakutan terburuk semua orang."

Wallace menambahkan, pihaknya telah melihat laporan penggunaan senjata kimia di Irak dan Suriah. "Dan mereka berniat melakukannya di Eropa."

Selain ISIS, Wallace juga memperingatkan tentang ancaman dari kelompok-kelompok teror lainnya, juga Rusia dan penyerang sibernya. Ia juga mengatakan, ada kemungkinan pemerintah asing mencoba menanam orang-orangnya di pemerintahan, kalangan militer, dan bisnis terkemuka.

"Ada pengkhianat. Kita harus waspada untuk musuh yang datang dari dalam," kata dia. 

"Ancaman dari dalam, demikian kita menyebutnya, adalah nyata dan dapat dimanfaatkan. Ada orang yang mencoba untuk melakukannya bahkan saat kita sedang membicarakannya."

Komentar Wallace dikeluarkan setelah setahun Eropa mengalami serentetan serangan teror pada 2016 -- yang masih menggunakan cara yang konvensional.

Truk maut yang menabrak kerumunan orang di pasar Natal Berlin, Jerman. (Reuters)

Dua di antaranya, adalah serangan truk maut di Nice dan Berlin.

Pelaku tunggal menabrakkan truk ke arah kerumunan orang yang sedang merayakan Bastille Day di Prancis, dan sedang meramaikan pasar Natal di Jerman.

Sementara, pada Maret 2016, tiga pelaku bom bunuh diri menyerang bandara dan stasiun metro di Brussels, Belgia. ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan kejam tersebut. 

Sebelumnya, menurut Europol, para militan ISIS yang kembali ke negaranya diarahkan untuk melancarkan serangan teror ke negara-negara Eropa, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris.

Yang menakutkan, serangan itu mungkin melibatkan senjata pemusnah massal seperti gas sarin dan anthrax.

Meskipun segala upaya akan dicegah, jika serangan sampai terjadi, itu bakal menimbulkan korban jiwa yang tak terhitung banyaknya.

Video Terkini