Sukses

PM Slovakia Minta Referendum di Negara Eropa Dihentikan

PM Slovakia, Robert Fico menilai referendum negara Eropa dinilai sebagai hal yang sangat berbahaya.

Liputan6.com, Bratislava - Pada 2016 lalu, beberapa negara Eropa menggelar referendum domestik. Tercata ada dua negara besar Benua Biru, Inggris dan Italia mengadakan pemungutan suara demi menyelesaikan masalah internalnya.

Melihat fenomena itu, Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico mengeluarkan pernyataan keras. Ia mendesak seluruh pemimpin Eropa menghentikan permintaan menggelar pemungutan suara.

Fico menegaskan, desakannya punya dasar kuat. Pasalnya, referendum untuk menyelesaikan masalah internal menciptakan bahaya bagi Organisasi Uni Eropa (UE) dan mata uang Euro.

"Saya minta pemimpin negara anggota UE untuk berhenti melakukan petualangannya seperti referendum di Inggris dan Italia," sebut Fico dikutip dari Reuters, Selasa (2/1/2016).

"Inggris bukan negara zona Eropa, sementara Italia punya efek besar dalam sektor perbankan, coba bayangkan apa yang bisa kita lakukan jika Italia menggelar referendum untuk memutuskan apakah mereka mau menggunakan Euro apa tidak," tambah Fico.

Komentar dari Fico ini selain sebagai bentuk kritik, juga pertanda kalau referendum yang diminta beberapa kelompok di negaranya tak akan digelar.

Sebelumnya, salah satu partai Slovakia yang dikenal dengan far-right political party menginisiasi pengeluaran petisi meminta pemerintah menggelar pemungutan suara terkait keanggotaan mereka di UE dan NATO.

Petisi tersebut ditandatangani 350 ribu warga. Namun, jumlah itu tidak mencapai setengah populasi negara Eropa Timur.

Pada 2003 lalu, masuknya Slovakia ke dalam UE juga ditentukan dengan referendum. Saat itu, 90 persen warga negara tersebut setuju untuk bergabung dengan Uni Eropa.