Liputan6.com, Washington DC - Juru bicara Departemen Luar Negeri John Kirby mengungkapkan bahwa pemerintah Amerika Serikat sangat yakin akan peran Rusia dalam peretasan pemilihan presiden AS. Negeri Beruang Merah itu diyakini berada di balik bocornya hampir 20 ribu e-mail (surat elektronik) petinggi Partai Demokrat lewat Wikileaks.
"Tidak ada keraguan tenang apa yang dilakukan Rusia untuk menabur keraguan dan kebingungan, serta terlibat melalui domain siber dalam proses pemilihan kami," ujar Kirby seperti dikutip dari CNN, Rabu (4/1/2017).
Baca Juga
"Dan itu bukan hanya penilaian oleh Presiden atau Menteri Luar Negeri Kerry atau pejabat kabinet lain. Ini merupakan penilaian oleh seluruh komunitas intelijen," ujar dia.
Advertisement
Sementara itu, presiden terpilih Donald Trump meragukan penilaian tersebut. Ia pun mengaku memiliki informasi tentang pihak yang terlibat.
"Jika Rusia atau entitas lain melakukan peretasan, mengapa Gedung Putih bertindak cukup lama untuk bertindak? Mengapa mereka mengeluh hanya setelah Hillary kalah?" tulis Trump dalam Twiter pada 15 Desember 2016.
"Kecuali Anda menangkap hacker saat bertindak, sangat sulit untuk menentukan siapa yang melakukan peretasan. Mengapa ini tidak dinyatakan sebelum pemilu?" tulis Trump tiga hari sebelumnya.
Namun, Kirby tak menanggapi gagasan yang disampaikan Trump.
"Informasinya ada di sana, dan kemungkinan besar tidak mungkin berubah. Dan kami jelas tidak akan mengejar langkah-langkah yang kami lakukan tanpa tingkat kepastian itu," kata Kirby.
"Jadi ya, kami 100 persen yakin," tegas dia.
Pekan lalu, tepatnya pada 29 Desember 2016, Pemerintah Obama mengumumkan sanksi terhadap Rusia atas dugaan peretasan ke dalam komputer Komite Nasional Demokrat (DNC) yang mempengaruhi pilpres ASÂ 2016.
Presiden Barack Obama menandatangani perintah yang menguraikan hukuman bagi individu dan organisasi yang diyakini "merusak, mengubah, atau menyebabkan penyalahgunaan informasi dengan tujuan mengganggu atau merusak proses pemilihan umum atau lembaga".
Sanksi tersebut berupa penutupan dua pemukiman Rusia yang berada di New York dan Maryland. Sebanyak 35 diplomat Rusia dan keluarganya, diminta untuk meninggalkan AS dalam kurun 72 jam.
Menanggapi hal itu, Kremlin tidak akan melakukan tindakan tit for tat atau pembalasan menanggapi sanksi keras Amerika Serikat (AS) berupa pengusiran terhadap 35 diplomat Rusia. Hal tersebut ditegaskan Presiden Vladimir Putin.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov sebelumnya sempat mengatakan bahwa ia telah merekomendasikan untuk membalas Negeri Paman Sam dengan tindakan serupa, yakni mengusir 35 diplomat AS. Tak lama, Putin muncul untuk menegaskan bahwa tidak ada upaya balasan dari pihaknya, setidaknya untuk saat ini.