Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat (AS) berhasil mengidentifikasi agen Rusia yang berada di balik dugaan peretasan jelang pilpres AS beberapa waktu lalu. Namun tidak disebutkan lebih lanjut identitas mereka.
Mereka dituding telah mengirimkan email hasil curian dari anggota Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) ke WikiLeaks sebagai upaya untuk meningkatkan suara bagi kubu Donald Trump.
Baca Juga
Kremlin membantah keterlibatan mereka. Sementara pendiri WikiLeaks, Julian Assange menegaskan, sumber dari email tersebut bukanlah Moskow.
Advertisement
Presiden AS terpilih, Trump juga berkali-kali mementahkan intervensi Rusia dalam kemenangannya. Ia bahkan mempertanyakan kemampuan intelijen AS dalam menganalisis kasus ini.
Bahkan Trump tak sungkan untuk bergurau dengan mengatakan, "mungkin anak berusia 14 tahun adalah pelakunya."
"Bagaimana dan mengapa mereka begitu yakin tentang peretasan jika mereka tidak pernah memeriksa server komputer? Apa yang sedang terjadi?," tulis Trump di media sosial favoritnya, Twitter.
Sikap Trump itu dikecam oleh Wakil Presiden Joe Biden. Menurutnya, adalah tindakan yang "benar-benar" ceroboh untuk tidak memercayai CIA.
"Gagasan bahwa Anda mungkin tahu lebih banyak dibanding intelijen itu sama halnya dengan mengatakan 'Saya tahu lebih banyak tentang fisika dibanding profesor saya. Bukan karena banyak membaca, tapi karena saya tahu lebih banyak saja," ungkap Wapres AS itu seperti dilansir BBC, Jumat, (6/1/2017).
Biden sendiri mengaku telah membaca langsung laporan CIA yang menguraikan keterlibatan Rusia.
"Laporan tersebut secara jelas mengonfirmasi bahwa Rusia mencoba untuk mendiskreditkan proses pilpres AS dengan meretas bagian dari sistem kampanye untuk melemahkan Nyonya Hillary Clinton," kata Biden dalam wawancaranya dengan jaringan PBS.
Menurut sejumlah media seperti CNN, the Washington Post, dan NBC News mengutip situs intelijen, CIA berhasil mendapatkan bukti komunikasi pejabat senior Rusia pasca-pilpres AS. Mereka merayakan kemenangan Trump atas rivalnya, Hillary.
NBC News mengatakan, Rusia tidak hanya menjadikan DNC sebagai target, namun mereka juga mengincar Gedung Putih, kepala staf gabungan, Kementerian Luar Negeri, dan sejumlah perusahaan AS.
Pada Kamis waktu setempat, Direktur Intelijen Nasional AS, James Clapper mengatakan di hadapan sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin telah memerintahkan peretasan. Ia menyampaikan motif aksi itu akan diungkap pekan depan.
Beberapa waktu lalu, Presiden Barack Obama telah mengusir 35 diplomat Rusia sebagai balasan atas dugaan peretasan tersebut. Namun Putin menanggapinya dengan santai dan mengatakan tidak akan memberikan tindakan balasan.
Media pro-Kremlin memuat dalam laporannya bahwa AS gagal menunjukkan bukti atas tuduhan mereka.
"Dinas intelijen AS masih belum menyediakan satu pun bukti," sebut Rossiya 24 TV.
Dan situs populer gazeta.ru menuliskan, Washington masih belum menunjukkan data teknis yang meyakinkan.