Sukses

Intelijen AS: Vladimir Putin Intervensi Pilpres AS

Presiden Rusia Vladimir Putin diduga mengintervensi hasil pemilu AS yang memenangkan Donald Trump.

Liputan6.com, Washington - Banyak yang kaget ketika capres penuh kontroversi dari Partai Republik, Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang Pilpres Amerika Serikat 2016. Apalagi sejumlah jajak pendapat sebelumnya memprediksi kemenangan Hillary Clinton. 

Menurut laporan intelijen AS kemenangan Trump dalam pemilu tak sepenuhnya murni usahanya dan tim suksesnya. Namun, ada pula campur tangan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

"Vladimir Putin memerintahkan kampanye untuk mempengaruhi pemilihan umum AS 2016," sebut laporan intelijen AS, seperti dikutuip dari Al-Jazeera, Sabtu (07/1/2016).

Laporan publik yang diluncurkan oleh Intelijen AS berjumlah 25 halaman. Di dalam laporan tersebut pengaruh Putin ditujukan untuk merusak tatanan demokrasi di AS.

Selain itu, laporan intelijen tersebut juga menulis, ruang lingkup Rusia dalam mengintervensi politik dalam negeri AS, lebih besar dari yang diperkirakan.

Dugaan Rusia terbukti mencoba mengintervensi AS, sebelumnya dibantah Trump. Pebisnis nyentrik ini mengatakan, segala upaya Negeri Beruang Merah, termasuk melakukan peretasan jaringan, sama sekali gagal memberikan pengaruh pada pilpres.

"Upaya peretasan benar-benar tidak mempengaruhi hasil pemilu AS," ucap Trump.

Presiden terpilih ini sudah berulang kali menampik dugaan adanya campur tangan asing. Terutama intervensi dari Moskow.

"Rusia, China dan negara-negara lain, berusaha menyerang AS," tegas Trump.

"Tapi seperti saya sudah dikatakan, ini tidak punya pengaruh sama sekali. Termasuk di dalam fakta tidak ada gangguan terhadap mesin perhitungan suara," ujar dia.

Demi meyakinkan rakyatnya, Trump berjanji pada 90 hari masa awal jabatannya, ia akan membentuk tim dalam mencegah serangan siber. Namun, rekomendasi dan penyusunannya bersifat rahasia.

"Metode, alat taktik dalam menjaga keamanan tak boleh jadi diskusi publik, ini bisa menguntungkan mereka yang ingin membahayakan kita," ujarnya.

Mendengar namanya dituduh intelijen AS, Kremlin segera bereaksi. Semua tudingan itu dibantah oleh Moskow.