Liputan6.com, London - Di suatu masa nanti, gigi manusia akan memperbaiki dirinya menggunakan sel punca sendiri, sehingga tidak perlu lagi tambalan konvensional, demikian menurut laporan suatu penelitian.
Temuan itu memang masih dalam tahap laboratorium, tapi metode baru yang dicobakan pada tikus-tikus menunjukkan bahwa sebuah obat bernama Tideglusib dapat merangsang gigi untuk memperbaiki lubang atau boling.
Kata Paul Sharpe, pimpinan penelitian, "Gigi memiliki kemampuan terbatas untuk memperbaiki dirinya melalui aktivasi sel-sel puncanya sendiri."
Advertisement
Baca Juga
"Perbaikan alamiah itu sangat terbantu dengan penerapan Tideglusib," demikian ditambahkan oleh Sharpe, yang juga seorang profesor biologi kraniofasial di Lembaga Gigi, King's College London, Inggris.
Restorasi gigi dengan bahan alamiahnya sendiri "berarti terjaganya vitalitas sepenuhnya dan struktur giginya," demikian dijelaskan Sharpe dan dikutip dari UPI pada Selasa (10/1/2017).
"Suatu masa baru regenerasi kedokteran gigi sedang terjadi, ketika perawatan baru pada gigi menggunakan pengetahuan biologi dan fisiologi gigi."
Mengenai hal itu, Dr. Ronald Burakoff, seorang dokter gigi di New York, sepakat. Ia juga seorang pimpinan kedokteran gigi di North Shore University Hospital di Manhasset dan Long Island Jewish Medical Center di New Hyde Park, New York.
Katanya, "Hal itu merupakan bagian dari bidang baru yang disebut dengan endodontik regeneratif untuk menyelamatkan gigi."
Menurut Burakoff, pendekatan menggunakan sel punca seperti yang dilakukan Sharpe merupakan teknik yang maju dan dikembangkan untuk merawat pulpa hidup dalam gigi supaya bisa diselamatkan.
Sel punca memang mampu melakukan hal-hal yang merupakan tugas sel-sel khusus.
Perawatan Saluran Akar Gigi
Pulpa yang lembut di bagian dalam gigi berisi pembuluh darah dan syaraf dalam gigi. Kerusakan gigi bisa membunuh pulpa tersebut.
Setelah terjadi, pasien biasanya harus menjalani perawatan akar gigi untuk mematikan syaraf atau kehilangan giginya, kata Burakoff.
Karena kemajuan ilmu pengetahuan, perawatan lubang besar yang tidak diinginkan itu bisa ditinggalkan, demikian dugaan Burakoff dan Sharpe.
Sharpe menjelaskan bahwa, ketika gigi rusak, tubuh menghasilkan lapisan tipis dentin untuk menutupi pulpa gigi dan mencegah infeksi. Tapi hal itu tidak efektif untuk memperbaiki lubang yang besar.
Bahan isian buatan manusia memang menambah gigi yang membusuk, tapi jumlah mineral normal gigi tidak pernah sepenuhnya dipulihkan, kata Sharpe.
Paad akhirnya, dokter gigi harus mengeluarkan tambalan lama dan menggantinya dengan yang lebih besar. Setelah dilakukan berulang kali, gigi yang rusak pun mungkin harus dicabut, kata Sharpe lagi.
Untuk penelitian ini, Sharpe dan rekan-rekannya menempatkan spons kolagen yang dapat luruh secara biologis dan dilapisi dengan dosis rendah Tideglusib ke suatu lubang yang dibor ke dalam gigi tikus.
Tideglusib adalah antagonis molekul kecil GSK3 dan telah diuji sebagai pengobatan penyakit Alzheimer's, tapi kemujarabannya untuk itu masih harus dibuktikan.
Selama 6 minggu, spons tadi meluruh seluruhnya dan digantikan dengan dentin baru menuju kepada perbaikan lengkap dan alamiah, demikian menurut Sharpe.
Walaupun terdengar menjanjikan, proses baru ini belum akan hadir di tempat-tempat praktik dokter gigi.
Karena hasilnya pada hewan masih pada tahap awal, pihak American Dental Association mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah pendekatan itu memiliki potensi penerapan klinis.
Kelompok Sharpe sedang menguki proses ini pada gigi-gigi lebih besar pada tikus. Katanya, "Setelah itu, kami akan mengajukan persetujuan dan pendanaan untuk percobaan klinis pada manusia."
Perlu dicatat bahwa hasil-hasil uji pada hewan belum tentu dapat diterapkan pada manusia.
Advertisement