Liputan6.com, Tohoku - Para ilmuwan dari Jepang meyakini bahwa mereka telah menemukan identitas dari sebuah elemen yang hilang di dalam inti bumi.
Mereka berusaha mencari bagian tersebut selama puluhan tahun, dan terus memercayai bahwa elemen yang hilang itu membuat sebuah proporsi yang signifikan dari inti bumi, setelah besi dan nikel.
Baca Juga
Dalam periode pencarian tersebut, mereka melakukan sejumlah penelitian termasuk percobaannya. Dengan cara menciptakan suhu tinggi dan tekanan seperti yang ditemukan di kedalaman inti, membuahkan hasil bahwa silikon diyakini sebagai elemen yang hilang tersebut.
Advertisement
Penemuan ini dipercaya dapat memberikan sebuah pemahaman terkait bagaimana bumi ini terbentuk.
Dikutip dari BBC, Rabu (11/1/2017), Profesor Eiji Ohtani selaku kepala peneliti dari University of Tohoku mengatakan bahwa mereka meyakini silikon sebagai sebuah elemen utama yang hilang dengan bobot sekitar 5% dari inti dalam bumi. Kandungan itu bisa saja terlarut ke dalam paduan besi dan nikel.
Selain itu, posisi bagian terdalam dari inti bumi yang dianggap sebagai bola padat ini dirasa terlalu sulit untuk diinvestigasi secara langsung karena memiliki radius sekitar 1.200 km (745 mil). Sehingga para ilmuwan tidak berfokus pada penelitian terkait gelombang seismik yang melewati area tersebut.
Percobaan yang cukup rumit itu dijabarkan oleh Prof. Ohtani dalam pertemuan musim gugur American GeophysicalUnion di San Fransisco baru-baru ini.
Paparan itu terlihat lebih menarik, karena para ilmuwan mampu memberikan sebuah pandangan ke dalam penampakan interior bumi setelah sebelumnya pernah pertama kali dipaparkan oleh Profesor Simon Redfern dari University of Cambridge bahwa inti bumi terdiri dari 85% besi dan 10% nikel. Sementara itu, proporsi 5% yang tidak disebutkan dan terkesan hilang ini telah menjadi latar belakang Prof. Ohtani dan timnya tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Dari penelitian dengan uji coba suhu dan tekanan tersebut, tim menemukan bahwa gabungan suhu dan tekanan ini sesuai dengan apa yang terlihat di dalam interior inti Bumi dengan data seismik. Meskipun demikian, Prof Ohtani mengatakan bahwa keberadaan silikon masih memerlukan penelitian lebih lanjut dan hal ini tidak menutup kemungkinan unsur-unsur lain akan ditemukan di inti Bumi.
Sementara itu Prof. Redfern selaku peneliti pertama terkait elemen inti bumi turut menanggapi penelitian lanjutan ini. Ia mengatakan bahwa penelitian Prof. Ohtani menarik karena mampu memaparkan interior inti bumi setelah proses pembentukannya 4,5 miliar tahun yang lalu, di mana inti bumi saat itu terpisah untuk pertama kalinya dari bagian berbatu yang ada di Bumi.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa baru-baru ini ada penelitian lain yang menyarankan untuk mempertimbangkan proporsi oksigen sebagai elemen penting di dalam inti Bumi.
Oleh karena itu, Prof. Redfern menyarankan para ilmuwan sebaiknya mengetahui segala sesuatu yang terkait kondisi-kondisi yang mungkin terjadi saat pembentukan awal interior bumi. Khususnya terkait kondisi oksigen yang bisa jadi berlimpah (oxidising) atau bahkan terbatas (reducing conditions).
Tidak hanya itu, Prof. Redfern juga memaparkan bahwa jika jumlah silikon yang lebih besar memang telah berada di dalam inti bumi lebih dari empat miliar tahun yang lalu, seperti yang disarankan oleh hasil Prof Ohtani ini, maka planet bumi akan kaya dengan oksigen. Akan tetapi, jika oksigen justru tersedot ke dalam inti bumi, maka proses ini akan meninggalkan mantel berbatu di sekitar inti yang terkikis habis oleh elemen tersebut.
Ia merasa bahwa kedua alternatif paparannya ini terasa nyata dan bergantung banyak pada kondisi yang sesungguhnya terjadi saat awal pembentukan inti bumi. Pada akhirnya Prof. Redfern menyimpulkan bahwa hasil dari penelitian-penelitian terkini bagaimanapun juga bermanfaat untuk memperkaya pengetahuan terkait inti bumi dan Ia pun meyakini bahwa penelitian ini bukanlah yang terakhir.