Liputan6.com, Brasilia - Meskipun nama kelelawar vampir terdengar cukup menakutkan, dulu hewan ini diperkirakan hanya memakan darah burung. Namun penelitian terkini menguak fakta mengejutkan. Untuk pertama kalinya ada manusia yang dijadikan mangsa oleh kelelawar vampir.
Hal yang mengerikan tentang ini adalah kemampuan mereka dalam menyebarkan penyakit karena hewan ini dikenal sebagai penyebab utama rabies.
Baca Juga
Dilansir dari laman situs Daily Mail, Kamis (12/1/2017), para peneliti dari Universitas Federal Pernambuco di Brasil dikerahkan untuk mengamati bagaimana perilaku spesies menghadapi situasi kelangkaan burung.
Advertisement
Tim penelitian ini menganalisis 70 contoh feses dari koloni kelelawar vampir dengan kaki berbulu, yang tinggal di Taman Nasional Catimbau, Brasil. Mereka terkejut karena mendapati bahwa tiga dari seluruh sampel tersebut ternyata mengandung jejak darah manusia.
Penulis utama dalam penelitian tersebut, Enrico Bernard, mengatakan kepada New Scientist, "Kami cukup terkejut. Spesies ini tidak disesuaikan untuk memakan darah mamalia."
Dalam studi ini dipaparkan bahwa darah mamalia diketahui lebih kental dan kaya akan protein daripada darah burung. Hal ini seharusnya membuat para kelelawar kesulitan untuk memprosesnya.
Bahkan dalam studi sebelumnya, para kelelawar didapati hampir punah saat kondisi kelangkaan burung. Mereka bukannya memangsa mamalia seperti babi atau kambing untuk bertahan hidup dalam kondisi tersebut.
Selain itu, para peneliti ini meyakini salah satu faktor penyebab fenomena ini adalah gangguan manusia di taman nasional yang bisa saja memicu para kelelawar untuk mencoba darah mamalia.
Dalam laporan yang diterbitkan di Acta Chiropterologica tersebut, para peneliti memaparkan, "Data manusia sebagai mangsa dan tidak adanya darah dari spesies asli bisa jadi mencerminkan rendahnya ketersediaan burung liar di lokasi penelitian dan memperkuat dampak dari aktivitas manusia terhadap proses ekologilokal."
Selain darah manusia, darah ayam juga ditemukan dalam penelitian ini. Seperti yang dikatakan oleh Mr. Bernard, "Mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mengeksploitasi sumber daya baru."
Oleh karena itu, hasil penelitian ini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat Brasil karena bisa saja mereka menyebarkan berbagai macam penyakit, seperti rabies.
"Ini akan membuka berbagai kemungkinan penelitian tentang kelelawar vampir di Caatinga, baik pada spesies biologi dan konsekuensi untuk kesehatan masyarakat, mengingat potensi kenaikan transmisi rabies di wilayah ini," ujar para peneliti.
Para peneliti ini percaya bahwa kelelawar masuk ke rumah melalui lubang di atap atau jendela, atau bahkan menargetkan manusia yang tidur di luar. Selanjutnya, para peneliti berencana untuk mengunjungi rumah-rumah penduduk di dekatnya untuk mengetahui seberapa sering dan mengapa mereka digigit.
Di sisi lain, kelelawar umumnya memiliki sayap yang cukup berat yang membuat mereka mampu melakukan akrobat di tengah udara.
Tidak heran rasanya jika kelelawar dapat dijuluki sebagai makhluk yang paling bermanuver di kerajaan hewan karena mampu melakukan aerobatik udara untuk menangkap serangga dan membalikkan tubuhnya untuk menggantung di langit-langit gua atau dahan-dahan.
Namun kelincahan mereka ini mungkin menunduk ke arah hewan terbang lainnya yang sedang berusaha menghindari sayap berat mereka.
Sementara itu, kebanyakan burung dan serangga telah berevolusi dengan memiliki sayap ringan untuk membantu mereka tetap berada di posisi tinggi. Tidak hanya itu, panjangnya ekstensi kulit, urat, dan tulang pada kelelawar lebih berat daripada ukuran tubuh burung dan serangga ini. Â
Namun, tampaknya ini bisa menjadi aset terbesar mamalia karena ilmuwan telah menemukan bahwa mamalia menggunakan kelebihan dari berat badannya dalam cara yang sangat tepat untuk membantu mengubah mereka.
Oleh karenanya, kelelawar dapat disandingkan dengan jet tempur modern yang yang menggunakan ketidakstabilan mereka di udara untuk memberikan mereka manuver ekstra.
Dilansir dari sumber yang sama, Profesor Kenny Breuer, seorang insinyur di Brown University, di Providence, Rhode Island, mengatakan bahwa studi ini bisa membantu desain jenis baru pesawat udara.Â
"Biasanya manusia akan berpikir bahwa binatang tidak ingin memiliki sayap besar tersebut. Tapi di sini, ternyata massa dapat digunakan untuk beberapa manfaat. Dari sudut pandang insinyur, ada banyak kepentingan dalam drone dan kendaraan terbang ukuran mikro," jelas Breuer
"Manuver atau mengarahkan kendaraan robot tersebut adalah sebuah tantangan. Idenya di sini adalah bahwa menggunakan redistribusi massa bukanlah pendekatan yang buruk untuk mengambil," tandasnya.