Liputan6.com, Nairobi - Para perempuan di Kenya didesak menahan diri untuk berhubungan seksual dengan suami. Setidaknya, sampai pasangan mereka mendaftarkan diri sebagai pemilih dalam pemilu yang akan berlangsung pada 8 Agustus mendatang.
Gagasan tersebut disampaikan oleh anggota parlemen Kenya yang mewakili kota pantai Mombasa, Mishi Mboko. Menurutnya, hal tersebut merupakan strategi terbaik untuk meningkatkan suara di kubu oposisi.
Kepada media lokal, Mboko mengatakan, bahwa seks adalah senjata ampuh dan akan berfungsi sebagai alat tawar menawar bagi mereka yang enggan mendaftarkan diri.
Advertisement
"Para perempuan, ini adalah strategi yang harus kalian pakai. Ini yang terbaik. Tolak para suami melakukan hubungan seksual sampai mereka menunjukkan kartu pemilih," kata Mboko seperti dikutip dari BBC, Rabu, (18/1/2017).
Pendaftaran untuk mengikuti pemilu presiden akan berakhir pada 17 Februari. Surat kabar The Standard memuat dalam laporannya, boikot hubungan seksual tersebut tidak akan berlaku kepada suami Mboko mengingat ia sudah terdaftar sebagai pemilih.
Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta dikabarkan akan kembali mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Dan dia akan berhadapan dengan kandidat dari kubu oposisi yang mewakili aliansi sejumlah partai termasuk Partai Gerakan Demokratis Oranye (ODM), tempat di mana Mboko bernaung.
Lebih lanjut Mboko mengatakan, negaranya telah mencapai satu titik di mana pemilu harus disikapi dengan "serius". Karenanya ia mendesak perempuan untuk turun tangan.
Boikot seks umum terjadi di Kenya. Pada tahun 2009, aktivis perempuan mengadakan aksi itu selama satu pekan. Hal itu dilakukan untuk mendesak Presiden Mwai Kibaki dan PM Raila Odinga serta sekutu mereka berdamai pasca-sengketa.
Para aktivis disebut mendorong istri-istri para politisi untuk berpartisipasi dalam boikot seks. Tak hanya itu, mereka juga menawarkan kompensasi bagi para pekerja seks komersial jika mereka bersedia bergabung dengan gerakan tersebut.