Liputan6.com, Beijing - Donald Trump berhasil merebut kedudukan sebagai penguasa Gedung Putih. Pada 20 Januari 2017, ia akan dilantik sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat. Â
Meski nyaris tak punya rekam jejak di dunia politik, nama Trump sudah lama dikenal dalam dunia bisnis dan hiburan. Miliarder nyentrik itu pernah jadi raja kasino dan belakangan dikenal sebagai taipan properti.Â
Donald Trump mungkin adalah presiden paling kaya dalam sejarah Amerika Serikat. Pundi-pundi hartanya diperkirakan mencapai US$ 2,9 miliar versi Bloomberg, US$ 4 miliar menurut Forbes, atau "lebih dari US$ 10 juta"--menurut Trump sendiri.Â
Baca Juga
Jumlah kekayaan Trump memang tak diketahui. Namun jumlahnya sudah pasti melampaui apa yang dipunyai John F. Kennedy -- yang jika dikonversikan berdasarkan nilai dolar pada 2015 mencapai US$ 1 miliar.
Trump mulai dari nol untuk mendapatkan kekayaannya. Ia mendapat warisan US$ 40 juta dari sang ayah.Â
Advertisement
Beda dengan Trump, seorang wanita bernama Zhang Xin merangkak dari bawah. Ia berasal dari negara yang kelak mungkin akan "dimusuhi" AS di era pemerintahan Trump: China.Â
Pada 2013, harta perempuan yang dulunya melarat itu bahkan melampaui Donald Trump.Â
Zhang, pengembang real estate asal China, pernah menempati ranking ketujuh perempuan terkaya di dunia. Ia mengumpulkan harta dengan kerja keras dan usaha sendiri, bukan warisan, versi Forbes.
Pundi-pundi kekayaannya mencapai US$ 800 juta atau Rp 7,94 triliun pada 2013. Melebihi yang dipunyai Oprah Winfrey, yang terkenal di dunia sebagai triliuner dari kerja kerasnya sendiri.
Pada 2015, wanita berambut sebahu ini juga telah ditetapkan oleh Forbes sebagai salah satu dari 10 miliarder perempuan di dunia yang berhasil menggapai tangga kesuksesan dengan jerih payahnya sendiri. Ia memiliki kekayaan pribadi sebanyak US$ 3,6 miliar atau setara dengan Rp 49 triliun.
Kisah Zhang adalah cermin kemajuan China. Dan jejak peran Zhang yang ikut membentuk lanskap perkotaan negerinya bisa dilihat dari logo perusahaannya, SOHO, yang menempel di sisi gedung-gedung di Beijing.
Lika-Liku Kehidupan Zhang
Zhang Xin yang kini berusia 51 tahun lahir di Beijing, hanya sesaat sebelum Revolusi Kebudayaan Mao Zedong ketika orang-orang berpendidikan seperti orangtuanya dikirim ke ladang untuk menjalani "pendidikan ulang". Ia lalu kembali ke Beijing bersama ibunya, dengan bekal penderitaan dan kerja keras tanpa akhir.
"Aku lahir dan besar di saat kota masih sepi, tak ada mobil, toko-toko, lampu, mesin. Orang-orang bepergian dengan sepeda," kata dia, seperti dimuat CNN, Selasa, 2 Juli 2013.
Pada usia 14 tahun, Zhang dan ibunya pindah ke Hong Kong. Di kota itu, selama 5 tahun, ia menjadi buruh pabrik mainan, pakaian, dan elektronik dengan gaji kecil. Meski nestapa, Zhang muda punya cita-cita besar: menabung untuk pergi ke Inggris melanjutkan pendidikan.
"Sebagai imigran baru di Hong Kong, tak punya dasar pendidikan, tanpa latar belakang, aku tak bisa bicara dengan bahasa lokal atau dialek Kanton. Sangat sulit bagiku hidup di Hong Kong," kata dia.
Butuh waktu 5 tahun bagi Zhang sampai tabungannya cukup membeli tiket pesawat ke London dan membiayai kursus bahasa Inggris. Keberuntungan berpihak saat ia mendapat beasiswa ke universitas, lalu studi master dalam bidang ekonomi di Cambridge University, dan mendapatkan pekerjaan pertamanya di Goldman Sachs, New York.
Dan alih-alih menjalani kehidupan mapannya di Wall Street, ia kembali ke Beijing, di mana ia bertemu suaminya, dan bersama mereka memulai SOHO China.
Bukan tanpa alasan ia kembali ke negerinya. "Ada gairah saat orang-orang membicarakan betapa berubahnya China, juga para intelektualnya yang bersemangat," kata Zhang. "Aku merasa negaraku sedang melakukan transisi dan aku ingin menjadi bagian dari itu."
Sejak Zhang dan suaminya, Pan Shiyi, mendirikan SOHO China pada 1995, perusahaan itu menjadi pengembang real estate swasta terbesar di China.
Kisah hidup Zhang memang luar biasa, memberinya status setara selebritas di negerinya. Tapi, tidak unik. Forbes 2013 mencatat 24 miliader perempuan dari jalur kerja keras, enam di antaranya dari China (termasuk Hong Kong).
"Saya pikir perempuan dari generasiku melalui Revolusi Kebudayaan, mengalami kesulitan, menyebar di mana-mana, dan tiba-tiba melihat kesempatan yang luar biasa di China," kata Zhang. "Jadi kami hanya memanfaatkan kesempatan."
Zhang juga mendapat tempat di jagad maya. Ia memiliki pengikut lebih dari 5 juta di Weibo, situs media sosial serupa Twitter--di mana ia berbagi pandangan tentang bisnis, isu kontemporer, dan arsitektur.