Sukses

5 Ancaman Terbesar yang Dihadapi Dunia pada 2017

World Economic Forum (WEF) mengungkap hasil sebuah studi komprehensif soal ancaman global yang dihadapi dunia pada 2017. Apa saja?

Liputan6.com, Davos - World Economic Forum (WEF) mengungkap hasil sebuah studi komprehensif soal ancaman global yang dihadapi dunia pada 2017.

Menurut studi tersebut, cuaca ekstrem menimbulkan ancaman terbesar bagi umat manusia pada tahun ini. Banjir bandang, gelombang panas, dan kekeringan disebut berpotensi menyebabkan kerusakan besar dan menimbulkan korban jiwa.

Dua hal lain yang dinilai sebagai risiko besar dalam 2017 adalah migrasi dalam jumlah besar dan serangan teroris mematikan.

Sementara itu, bencana alam mematikan seperti gempa bumi atau badai, dan pencurian data besar-besaran, juga turut masuk dalam lima ancaman global terbesar pada 2017.

The Global Risks Report yang didasarkan menurut pandangan 750 ahli bencana, menyebut bahwa bencana akibat cuaca serta migrasi massal dinilai sebagai ancaman yang paling mungkin terjadi.

"Pada 2016 terjadi kristalisasi risiko politik yang telah menyebabkan dipilihnya pemimpin populis, hilangnya kepercayaan pada institusi, dan peningkatan ketegangan dalam kerja sama internasional," ujar laporan tersebut seperti dikutip dari Independent, Kamis (19/1/2017).

Seorang pengungsi mengangkat anaknya saat perahu mereka kempes di Pulau Lesbos, Yunani (13/9/2015). Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IMO) diperkirakan 309.000 orang telah tiba melalui laut di Yunani (REUTERS / Alkis Konstantinidis)

Namun pada 2017 posisi migrasi telah jatuh--tak seperti tahun lalu yang menempati peringkat teratas--karena jumlah pengungsi yang tiba di Eropa telah menurun.

Konflik antar negara yang menempati posisi lima teratas pada tahun lalu, pada tahun ini telah bergeser. Hal tersebut menunjukkan bahwa ancaman perang telah digantikan dengan risiko yang tumbuh dari serangan teror.

Menurut analis WEF, kesenjangan ekonomi, polarisasi sosial, dan intensifnya bahaya lingkungan adalah tiga tren yang akan membentuk perkembangan global selama 10 tahun ke depan.

Perubahan iklim dinilai sebagai ancaman yang paling mendesak pada 2017. Di mana laporan tersebut menyebutnya sebagai hal yang harus ditangani dengan segera.

"Tidak seperti ancaman senjata nuklir atau penyakit pandemi, perubahan iklim berada di peringkat tertinggi dalam hal kemungkinan serta dampaknya," ujar laporan tersebut.

Pemimpin proyek Climate Change Initiative WEF, Jahda Swanborough mengatakan, terdapat sebuah ancaman global yang tidak akan pergi, yakni salah urus lingkungan secara global.

"Isu lingkungan adalah hal yang paling penting untuk menciptakan masyarakat dan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan -- kita tidak bisa lagi memperlakukan hal tersebut sebagai agenda sampingan -- bukan rencana utama," ujar Swanborough.

Warga menunjukkan bangkai hewan yang ditemukan mati kekeringan di Dahar, Puntland, Somalia (15/12). Puluhan hewan ternak dan liar mati mengenaskan sejak beberapa bulan terakhir akibat musim kemarau panjang di wilayah Somalia. (REUTERS/Feisal Omar)

WEF yang mengadakan pertemuan di Davos, Swiss, pada pekan ini juga menilai risiko untuk 2017 berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkan.

Laporan itu memperingatkan bahwa penggunaan senjata untuk melakukan pemusnahan massal akan memiliki efek terbesar dalam peradaban. Hal tersebut dikutip dengan cuaca ekstrem dan krisis air seperti kekeringan, di mana hal tersebut telah mempengaruhi dari Afrika Selatan hingga California.

"Kita tinggal di zaman di mana kemajuan teknologi juga menciptakan tantangan," kata Cecilia Reyes dari Zurih Insurance Group.

"Tanpa adanya tata kelola yang baik dan keterampilan para pekerja, teknologi akan menghilangkan pekerjaan lebih cepat dibanding menciptakannya."

"Pemerintah tidak bisa lagi memberikan tingkat historis perlindungann sosial dan narasi anti-kemapanan telah memperoleh daya tarik, di mana para pemimpin politik baru menyalahkan globalisasi atas tantangan yang dihadapi masyarakat, menciptakan lingkaran setan di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah hanya akan memperkuat ketidaksetaraan."

"Kerja sama ini penting untuk menghindari kemerosotan keuangan pemerintah lebih lanjut dan memburuknya kegelisahan sosial," jelas Reyes.