Sukses

Pasca Lengser, Mantan Presiden Gambia Diasingkan

Rakyat Gambia menyambut dengan gembira keputusan Jammeh yang bersedia mundur. Mantan presiden itu kini telah berada di Guinea Khatulistiwa.

Liputan6.com, Banjul - Mantan presiden Gambia yang sebelumnya menolak mundur, Yahya Jammeh dan keluarganya telah tiba di tempat pengasingan mereka di Guinea Khatulistiwa. Lengsernya Jammeh, tidak hanya mengakhiri 22 tahun kekuasaannya, namun juga kekhawatiran banyak pihak bahwa perang akan meletus seiring dengan telah dikerahkannya pasukan militer dari sejumlah negara.

Seperti dikutip dari Associated Press, Minggu, (22/1/2017), sebelum berangkat dari Gambia, Jammeh yang hendak masuk ke pesawat sempat menyapa para pendukungnya. Sejumlah tentara pun disebut menangisi keberangkatannya, sementara ada pula beberapa perempuan yang memintanya untuk tidak pergi.

"Yang penting di sini adalah ia akan tinggal di negara asing mulai saat ini," ujar Adama Barrow, presiden terpilih Gambia yang sudah dilantik di Senegal.

Penerbangan Jammeh ke pengasingan ini terjadi 24 jam setelah ia menyatakan siap mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada mantan rivalnya, Barrow. Keputusannya tersebut tak lepas dari tekanan internasional.

Barrow memenangkan pilpres yang berlangsung pada Desember lalu, namun di saat yang bersamaan Jammeh menolak kemenangan tersebut. Ia menuding pilpres diwarnai kecurangan. Namun ada pula yang mengatakan ia enggan mundur karena khawatir akan diadili menyusul dugaan pelanggaran selama berkuasa.

Sejumlah pasukan yang berasal dari negara-negara di kawasan Afrika Barat seperti Senegal dan Nigeria dilaporkan telah berada di ibu kota Gambia. Ini sebagai bentuk persiapan intervensi militer jika upaya diplomatik gagal membujuk Jammeh mundur mengingat masa jabatannya sudah berakhir.

Presiden Barrow sendiri telah menegaskan ia akan kembali ke Gambia. Ditegaskannya pula bahwa operasi keamanan telah selesai.

Tak lama setelah keberangkatan Jammeh, sejumlah pihak seperti PBB, Uni Afrika dan blok Afrika Barat, ECOWAS mengumumkan bahwa setiap negara akan menyambut baik kedatangan Jammeh serta keluarganya. Selain itu disampaikan pula bahwa ia bebas untuk pulang kembali ke Gambia.

Menurut pengumuman tersebut, kepergian Jammeh hanya untuk sementara. Namun pernyataan bersama itu tidak termasuk dengan janji amnesti, melainkan, komitmen kerja sama dengan pemerintah Gambia untuk mencegah penyitaan aset dan properti sah milik Jammeh atau keluarganya, anggota kabinetnya, dan partai pendukugnya.

Jammeh yang berkuasa setelah melakukan kudeta pada tahun 1994 pernah bersumpah akan berkuasa selama-lamanya. Ia merupakan salah satu dari beberapa pemimpin Afrika Barat yang memerintah tanpa memiliki masa jabatan yang jelas.

Sebuah petisi online muncul, mendesak agar Jammeh tidak diberikan suaka dan sebaliknya, ditangkap. Namun menurut Barrow, permintaan tersebut terlalu prematur.

"Kita tidak bicara soal penuntutan di sini, kita bicara soal kebenaran dan rekonsiliasi. Sebelum Anda bertindak, Anda harus mengungkap kebenaran, demi mendapat fakta bersama-sama," tegas Barrow.

Selama menolak mundur, Jammeh tetap tinggal di kediaman resmi presiden. Pada saat yang sama ia semakin terisolasi menyusul ditinggalkan oleh pasukan keamanan dan sejumlah anggota kabinetnya.

Sementara itu, pasukan militer yang telah berada di Banjul akan tetap berada di sana untuk sementara demi mengamankan ibu kota sebelum kepulangan Barrow. Demikian penjelasan yang disampaikan ketua ECOWAS, Marcel Alain de Souza.

Kerusuhan di Gambia akibat pilpres telah menyebabkan 45.000 orang melarikan diri dari negara itu. Namun seiring dengan perginya Jammeh, kini jalan-jalan yang sepi, hidup kembali. Restoran mulai dibuka, musik-musik diputar dan sejumlah orang menari di jalan-jalan.

"Ini layaknya malam Tahun Baru di Gambia. Kami baru saja memulai era baru Gambia yang demokratis," ujar salah seorang warga, Momodou Janneh.

Eksekutif Direktur Vanguard Africa, sebuah gerakan untuk demokrasi, Jeffrey Smith menjelaskan bahwa Presiden Barrow harus segera kembali untuk mulai bekerja.

"Dalam skenario ideal, Jammeh akan menghadapi sejumlah tuntutan atas banyak kejahatan yang dilakukannya sejak 1994," tutur Smith.