Sukses

Putri Hillary Clinton Bela Anak Bungsu Donald Trump, Ada Apa?

Setelah pelantikan sang ayah, Barron banyak mendapat komentar negatif dari para pengguna internet.

Liputan6.com, Washington, DC - Putri tunggal Hillary Clinton, Chelsea, angkat suara untuk membela putra bungsu Donald Trump, Barron (10). Setelah pelantikan ayahnya, bocah laki-laki itu menjadi sasaran serangan ejekan "kejam" dari para pengguna internet.

Komentar bernada negatif untuk Barron bahkan datang dari salah seorang penulis naskah Saturday Night Live, Katie Rich.

Rich berkicau di media sosial Twitter, mengatakan Barron kelak akan menjadi "homeschool shooter"--pelaku penembakan yang menempuh metode homeschooling. Dan setelah kicauannya membuat heboh, ia segera menghapusnya dan memproteksi akun Twitternya.

Cuitan Rich dinilai tak berdasar terlebih mengingat Barron tidak menempuh metode homeschooling. Putra satu-satunya Melania dan Trump itu bersekolah di Columbia Grammar and Preparatory School, sebuah sekolah dasar swasta di Upper West Side di Manhattan.

Biaya pendidikan di sana mencapai US$ 45.000 atau setara dengan Rp 600 juta per tahun.

Peristiwa ini ditanggapi Chelsea. Ia mengajak masyarakat untuk berhenti menyerang Barron.

"Barron Trump layak mendapatkan kesempatan yang didapatkan semua anak, yaitu menjadi anak-anak," demikian postingan Chelsea di Facebook.

"Membela setiap anak juga berarti menentang kebijakan POTUS yang akan menyakiti anak-anak," ucap Chelsea.

Postingan Chelsea memicu tanggapan langsung dari para pengguna sosial media. Ia disebut "munafik" karena membela anak Trump sementara pada saat yang bersamaan juga mengecam kebijakan pemerintahannya.

Salah seorang pengguna media sosial menuliskan, "Jika Anda setuju anak-anak tidak seharusnya menjadi target serangan maka itu baik. Cukup pada batas itu."

Chelsea menghabiskan masa remajanya di Gedung Putih ketika sang ayah, Bill Clinton, menjadi presiden pada periode 1993 hingga 2001. Fakta tersebut membuat ia berpengalaman dalam menghadapi kritik sebagai anak dari orang nomor satu di negara adikuasa itu. (Jeannette Kifli)