Liputan6.com, Seoul - Kehebohan dengan cepat menyeruak di Negeri Gingseng setelah sebuah lukisan yang menggambarkan Presiden Korsel, Park Geun-hye, tanpa busana dipamerkan di Majelis Nasional.
Pameran tersebut diselenggarakan oleh Pyo Chang-won dari pihak oposisi utama, Partai Demokratis Korea (DPK).
Sekretariat Majelis Nasional memutuskan untuk menghentikan pameran pada 24 Januari 2017, setelah anggota parlemen perempuan memprotesnya. DPK juga mengajukan Pyo ke komite etik atas tindakan indispliner.
Advertisement
"Meski karya seni itu dimaksudkan sebagai sindiran, kami menyimpulkan bahwa tak pantas untuk memamerkan lukisan tersebut di sebuah acara yang diselenggarakan oleh anggota parlemen," ujar juru bicara DPK, Park Kyung-mee.
"Pyo membela dirinya dengan mengatakan hal tersebut merupakan kebebasan berekspresi. Tapi lukisan itu juga anti-feminis," tambah dia.
Pameran bertajuk "Soon, Bye", telah digelar di Majelis Nasional sejak Jumat 20 Januari 2017.
Lukisan kontroversial yang berjudul "Dirty Sleep" itu menyindir Presiden Park Geun Hye yang diduga tidur setelah menerima suntikan berisi obat tidur sehingga ia bisa melakukan perawatan kecantikan.
Pada saat yang sama, yakni 16 April 2014, kapal feri Sewol tenggelam. Sejumlah pihak pun menduga Presiden Park absen dari tugasnya selama tujuh jam karena terlelap akibat menerima suntikan tidur tersebut.
Lukisan itu merupakan parodi dari gabungan dua lukisan, yakni "Olympia" karya Edouard Manet dan "Sleeping Venus" karya Giogione.
Dalam lukisan tersebut digambarkan seorang perempuan tanpa busana berwajah Park. Sementara itu rekannya yang menjadi tokoh sentral dalam skandal korupsi, Choi Soon-sil, memegang sejumlah jarum suntik. Di balik jendela yang menjadi latar belakang lukisan itu, terlihat kapal feri Sewol yang tenggelam.
Sang pelukis, Lee Ku-Young, sebelumnya mengatakan bahwa lukisan tersebut adalah sindiran antara hubungan Park Geun-hye dan Choi yang dikemas dalam tema 'hilangnya' Presiden Park selama tujuh jam saat terjadi tragedi Sewol.
Karya seni yang ditampilkan dalam pameran tersebut dibuat oleh sekitar 20 orang yang diduga masuk dalam daftar hitam seniman oleh Pemerintahan Park.
Partai yang saat ini berkuasa, Partai Saenuri, juga mengkritisi pameran tersebut dengan mengatakan, "pembunuhan karakter Presiden berkedok kebebasan berekspresi."
"Kita harus menghormati kritik wajar seniman terhadap isu-isu sosial, tapi jika hal itu terlalu jauh, hal tersebut menyebabkan kemarahan," ujar juru bicara Partai Saenuri, Kim Jung-jae.
Sementara itu Pyo meyakini bahwa lukisan yang menggambarkan Presiden Korsel tersebut tak melebihi batas-batas kebebasan berekspresi.