Liputan6.com, Washington DC- Belum lagi genap 10 hari memerintah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah memicu kontroversi sengit. Ia mengeluarkan perintah eksekutif (executive order) yang melarang sementara para pengungsi dan pendatang dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim.
Negara-negara tersebut adalah Suriah, Iran, Irak, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman.
Kebijakan Trump menuai kecaman. Para demonstran berdatangan ke sejumlah bandara di AS, tempat para penumpang dari negara-negara terdampak ditahan.
Advertisement
Perdana Menteri Inggris, Theresa May, seakan ragu merespons kebijakan tersebut. Usai pertemuan empat mata yang sukses dengan Presiden AS, ia mengaku "tak sepakat" dengan apa yang dilakukan Donald Trump.
Kritik tajam juga datang dari para tokoh di bidang teknologi. Bos Facebook, Mark Zuckerberg, mengingatkan bahwa AS adalah bangsa imigran.
Sementara pelari Inggris, Mo Farah, khawatir ia tak bisa pulang ke rumahnya di Oregon, AS.
"Donald Trump membuatku seakan jadi alien," kata atlet keturunan Somalia itu.
Lantas, bagaimana respons enam negara yang warganya jadi subjek kebijakan Donald Trump? Berikut di antaranya, seperti Liputan6.com kutip dari Guardian, Senin (30/1/2017).
Iran
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, via Twitter mengatakan, kebijakan Donald Trump adalah "hadiah besar" untuk para ekstremis.
Ia menambahkan, diskriminasi kolektif yang sedang dilakukan AS justru menambah amunisi organisasi teroris untuk merekrut para pengikut anyar.
Sementara itu, pernyataan resmi Pemerintah Iran menyebut, larangan tersebut adalah penghinaan bagi dunia Muslim.
Teheran juga memperingatkan, tindakan balasan bisa jadi diberlakukan pada para pemegang paspor AS -- yang berarti perjalanan warga Amerika ke Iran akan dibatasi.
Hubungan Iran-AS berlangsung dingin selama bertahun-tahun.
Presiden AS Jimmy Carter memutuskan hubungan dengan Teheran pada 1980, menyusul krisis sandera Iran.
Advertisement
Irak
Pemerintah Irak mengatakan, mereka memahami motif keamanan di balik keputusan Donald Trump membatasi kedatangan warga dari tujuh negara, termasuk Irak.
Namun, Baghdad menggarisbawahi "hubungan khusus" antara AS-Irak yang layak jadi pertimbangan.
Juru bicara pemerintah Saad al-Hadithi mengatakan, Irak berharap perintah eksekutif tersebut tidak mempengaruhi upaya memperkuat dan mengembangkan hubungan bilateral antara Irak dan Amerika Serikat.
Dua anggota parlemen Irak mengatakan, mereka berencana melobi pembatasan tersebut, dengan menyatakan bahwa kedua negara perlu mempertahankan aliansi mereka melawan ISIS
"Irak berada di garis depan melawan terorisme. Tak adil jika Irak diperlakukan dengan cara seperti ini," kata komite hubungan internasional parlemen Irak.
"Kami meminta pemerintah Irak untuk membalas keputusan yang diambil oleh pemerintah AS."
Pernyataan keras juga datang dari juru bicara Popular Mobilisation, koalisi kelompok paramiliter Irak yang memerangi ISIS.
Mereka menyerukan pemerintah Irak untuk melarang warga AS memasuki negara itu dan mengusir mereka yang saat ini masih ada di wilayah Irak.
Ribuan tentara AS tetap berada di Irak setelah invasi 2003. Pengungsi Irak yang telah diterima ke AS dalam dekade terakhir.
Semuanya melalui pemeriksaan yang meluas, yang melibatkan wawancara dan pengecekan latar belakang. Banyak dari mereka yang bekerja untuk militer atau pemerintah AS.
Suriah
Suriah masih didera krisis kemanusiaan, yang terancam mencapai level kritis.
Maka tak heran jika Pemerintahan Presiden Bashar al-Assad belum merilis pernyataan terkait perintah eksekutif Donald Trump.
Hampir 5 juta orang telah mengungsi dari Suriah sejak perang saudara pecah. Sementara, 12.587 di antaranya tiba di AS sebagai pengungsi.
Keputusan Trump memicu penghentian program penempatan pengungsi Suriah di AS. Ini disebut oleh PBB dan International Organisation for Migration, sebagai yang paling mendesak di dunia.
Trump diharapkan meninjau kembali keputusannya, atau setidaknya menyediakan "zona aman" di Suriah untuk mereka yang rentan di negara itu.
Advertisement
Yaman
Pemerintah Yaman belum mengeluarkan pernyataan. Namun, kedutaan Yaman di Washington mengunggah peringatan di Facebook untuk warga mengenai larangan perjalanan ke AS, dan menasihati mereka untuk tidak melakukan perjalanan ke atau dari Amerika.
Yaman berada di tengah perang saudara -- di mana AS melancarkan serangan drone terhadap target Al Qaeda di negara tersebut, yang juga menewaskan penduduk sipil maupun warga AS.
Minggu kemarin, seorang tentara tewas. Ia menjadi yang pertama gugur pada masa kepemimpinan miliarder nyentrik itu.
Serdadu itu tewas dalam upaya penyerangan ke Al Qaeda.
Libya dan Somalia
Sejauh ini, negara tidak telah merilis pernyataan resmi dalam menanggapi larangan tersebut.
Libya saat ini diketahui telah hancur oleh perang saudara. Negara itu kini tidak memiliki pemerintah pusat yang berfungsi.
Advertisement