Sukses

Ini Strategi Pemerintah Indonesia dan Google Perangi Hoax

Sejumlah strategi untuk menangkal hoax dilakukan oleh pemerintah dan peran media penting untuk mendukung program itu.

Liputan6.com, Jakarta - Sesaat setelah terpilih menjadi presiden AS ke-45, Donald Trump menggelar konferensi pers pada 11 Januari 2017.

Didampingi oleh sang putri, Ivanka dan wapres Mike Pence, ia membuka konferensi persnya dengan menyebut kabar miring yang beredar menyangkut dirinya sebagai 'omong kosong belaka'.

Hal itu terkait dengan dokumen 35 halaman yang berisi dugaan keterikatan Trump dengan Rusia. Dua media yang memuat dokumen itu, CNN dan Buzzfeed dianggap telah membuat berita palsu atau hoax.

Dalam era teknologi yang semakin canggih ditambah dengan kemudahaan bermedia sosial, berita-berita hoax sangat mudah ditemukan di berbagai platform. Akibatnya, media mainstream harus menghadapi itu serta membuat semacam klarfikasi.

Hal itu dilakuan oleh media Inggris, BBC. Kini mereka tengah membentuk tim khusus untuk mengecek sebuah fakta dan menghalau berita palsu atau hoax. Pemimpin redaksi James Harding mengatakan kepada staf pada hari Kamis bahwa BBC akan "memfokuskan diri dalam pertempuran terhadap berita bohong, distorsi, dan terlalu membesar-besarkan".

Tim Reality Check demikian sebutannya, menargetkan cerita atau fakta palsu yang dibagikan secara luas di media sosial.

Kesulitan membendung berita hoax juga dialami oleh Indonesia. Namun, alih-alih memblokir situs penyebar berita palsu, pemerintah RI mengubah strategi untuk penanganan informasi yang tak benar di internet.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Ia mengatakan, kementeriannya mendengar bahwa penanganan info hoax tak lagi efektif jika dilakukan di hilir seperti pemblokiran situs.

"Pemblokiran tidak akan efektif, malah akan capek," kata Rudiantara saat pembukaan pelatihan "Bagaimana Mengidentifikasi Berita Palsu, Verifikasi Konten di Ranah Internet?" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (2/2/2017) pagi.

Pelatihan tersebut digelar untuk kalangan jurnalis yang digelar oleh Dewan Pers, Forum Pemred, dan Google Labs.

Rudiantara mengatakan, pemblokiran seperti menyembuhkan orang sakit. Untuk tahun 2017 ini, kementeriannya akan fokus pada penanganan di hulu. Yaitu, membuat masyarakat sehat di dunia maya.

Pemerintah akan kerja sama dengan berbagai organisasi untuk melakukan sosialisasi dan edukasi masyarakat terkait konten di dunia maya. Harapannya, semakin sedikit konten yang melanggar aturan.

Edukasi ini bukan untuk mengintervensi pers. Menurut Rudiantara, pers harus tetap independen.

Meski demikian, ia mengatakan media massa terutama online saat ini cenderung ingin menjadi yang pertama menyampaikan informasi kepada pembaca. Masalahnya, banyak media online tak memperhatikan aturan.

"Mereka kadang tidak melakukan klarifikasi atau cover both sides," terang Rudiantara.

Menurut Rudiantara, media online di Indonesia harus mendapatkan perhatian karena begitu banyaknya.

"Setidaknya ada 43 ribu media di internet. Dan yang terverifikasi hanya 300 saja."

Oleh karena itu, ia berharap komunitas jurnalis bisa menjadi pintu gerbang untuk memilah informasi bohong atau tidak.

2 dari 2 halaman

Google Bekali Jurnalis 'Alat'

Untuk mengedukasi masyarakat sehat di dunia maya, jurnalis juga dibekali tools untuk mengecek sebuah fakta benar atau tidak. Menurut Irine dari Google, media telah berubah setelah hadirnya internet.

"Sekarang semua orang bisa jadi jurnalis. Tinggal foto, menulis dan merilis di media di internet. Kemudian viral tanpa verifikasi," kata Irine.

Oleh karena itu, menurutnya, pekerjaan jurnalisme sesungguhnya luar biasa. Dengan teknologi yang makin canggih seperti ini, jurnalis dari media terverifikasi harus menjadi model.

"Oleh karena itu, Google memberikan tool bagi jurnalisme untuk menghasilkan karya-karya yang lebih profesional," ucapnya.

Salah satunya yang diterangkan Google dalam pelatihan adalah bagaimana mencari kata kunci yang tepat sehingga sasaran informasi pun tak meluas. Demikian pula dengan verifikasi foto.

"Misalnya saja, wartawan mendapat foto kecelakaan pesawat terbang. Tarulah, MH17 di Ukraina. Di sosial media langsung beredar foto-foto badan pesawat," terang Irine.

Oleh sebab itu, ia menyarankan mencari di mesin pencari Google.

"Kami ada alat reverse image search, di situ bisa memverifikasi asal muasal foto pertama kali digunakan. Apakah ada kesamaan, sehingga bisa dilihat foto itu berupa editan atau bukan," ujarnya.

Irine juga menjabarkan banyak alat yang digunakan untuk jurnalis untuk memonitor tentang berita yang beredar di media-media sosial. Untuk video, Google bekerja sama dengan Storyful membuat YouTube Newswire.

YouTube Newswire berfungsi sebagai verifikasi apakah video yang beredar di media sosial itu hoax atau bukan.

"Jadi senjata wartawan juga bertambah dalam hal verifikasi kebenaran sebuah berita. Selain harus memegang kode etik jurnalis, seorang pekerja media juga wajib melek teknologi agar kegaduhan di media sosial terurai, mana yang benar mana yang tidak," tutupnya.

 

 

Video Terkini