Liputan6.com, Jakarta Kabukicho merupakan pusat hiburan malam yang sangat terkenal di ibukota Jepang. Saking populernya, situs-situs penyedia layanan wisata menyebutkan bahwa satu dari dua wisatawan yang berkunjung ke Tokyo kabarnya pernah berkunjung ke sana.
Selain dibanjiri bar dan kafe, 'distrik merah' ini menyimpan banyak cerita seputar bisnis esek-esek. Mulai dari sekedar penyedia layanan teman bicara alias host (pria) dan hostes (wanita), pijat plus-plus, tari telanjang, hingga toko-toko yang menjajakan alat bantu seks.
Baca Juga
Kabukicho merupakan kawasan merah terbesar yang ada di Tokyo. Awalnya, pemerintah Jepang berniat membangun Teater Kabuki yang mempertunjukkan seni teater khas Jepang.
Advertisement
Pertunjukkannya terkenal dengan kostum mewah dan tata rias yang mencolok, mirip wayang orang. UNESCO telah menetapkan Kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia.
Beragam cerita menyertai perjalanan Kabukicho.
Fotografer asal Korea Selatan, Kwon Chol, dalam sebuah wawancara dengan Korea Joongang Daily, Agustus 2008 lalu pernah menyatakan bahwa kawasan ini tidak pernah tidur. Setiap hari, orang-orang di kawasan itu bertarung demi menyambung hidup. Banyak pula perkelahian terjadi di sana.
Saat Kwon Chol berada di sana, ia mengaku tak jarang menemukan perkelahian antar geng di sana, preman-preman juga banyak berkeliaran.
Literatur lainnya menyebutkan bahwa bertahun-tahun lalu, mafia Jepang, Yakuza juga beroperasi di kawasan tersebut. Mereka mengendalikan lebih dari 100 bisnis di area itu.
Dalam penelusuran wartawan Liputan6.com di lorong-lorong yang ada di Kabukicho, pada akhir Januari 2017, lokasinya tidak sulit untuk ditemukan terutama bagi yang tinggal di sekitar kawasan Shinjuku.
Kesan seram Kabukicho masih terasa hingga saat ini. Saat menanyakan arah menuju Kabukicho di meja informasi hotel, staf yang bertugas meminta agar berhati-hati selama berada di sana.
"Jangan sembarangan memotret," ujarnya.
Kabukicho dapat ditempuh 10 menit jalan kaki dari stasiun tersibuk di dunia, Shinjuku Station. Tak jauh dari supermarket Don Quijote yang jadi andalan turis dalam berbelanja oleh-oleh.
Bagi yang menggunakan moda transportasi kereta, juga bisa turun di Kabuchiko Station.
Udara dingin menyergap saat Liputan6.com menelusuri kawasan Kabukicho. Gerbang utamanya berada di Jalan Sakura Dori, dengan gapura berbentuk dua huruf 'U' yang diletakkan berlawanan arah lampu neon berwarna merah.
Tulisan Kabukicho dalam aksara Jepang (kanji) diletakkan di irisan kedua huruf 'U' tadi.
Ratusan papan reklame berlampu menghiasi distrik itu. Wajar jika suasana terang benderang seperti siang terasa di tempat itu saat malam hari.
Sebagian besar merupakan bar dan kafe. Namun saat menyusuri lebih jauh jalan-jalan yang ada di distrik tersebut, para pengunjung tidak akan sulit menemukan lokasi-lokasi yang menawarkan jasa layanan esek-esek.
Di papan reklame biasanya juga telah tercantum harga untuk masing-masing layanan. Untuk pijat umpamanya, harga dipatok berdasarkan waktu, mulai dari 900 yen (sekitar Rp 106.799) per 15 menit hingga 3.500 yen (sekitar Rp 415 ribu) untuk layanan berdurasi 60 menit.
Gambar-gambar wanita dengan busana seksi menghiasi papan reklame berlampu neon yang ada di sana. Sebagian besar masih bertuliskan aksara Jepang.
Meski demikian, tidak jarang yang sudah mencantumkan bahasa Inggris di bawahnya.
Udara dingin, ternyata tidak membuat kawasan ini sepi. Selain warga lokal, banyak juga wisatawan asing hilir-mudik di jalanan Kabukicho.
Dua orang wanita bermantel tebal tampak berdiri mengapit papan reklame di depan sebuah kelab malam. Sesekali mereka membetulkan mantel bulu yang dikenakan dan memperlihatkan busana minim di dalamnya.
Mereka juga dengan cekatan membagikan brosur kepada pejalan kaki yang melintas dengan senyum yang tentu menggoda.
Jurus Sakti Mengelak 'Rayuan Maut'
Lorong-lorong Kabukicho juga dipenuhi pria-pria kulit hitam berbadan tegap. Mereka menawarkan wisata malam kepada pengunjung yang lewat.
"Hi bro. Where are you from? This night we have Japanese girls show. They are pretty. (Hai kawan. Dari mana asal Anda. Malam ini, kami memiliki pertunjukan gadis-gadis Jepang. Mereka cantik," ujarnya kepada pengunjung yang melintas.
Namun dengan mengucapkan "Sumimasen" yang artinya maaf, mereka biasanya segera menghentikan aksinya dan membiarkan pengunjung berlalu.
Pemuda bertampang Asia juga sempat mendekati Liputan6.com. Setelah berbasa-basi sebentar, dia segera mengeluarkan telepon selular dari kantongnya dan menunjukkan koleksi wanita yang dijajakannya. "Look, they are hot (Lihat, mereka seksi)," katanya sembari menyodorkan foto di ponselnya.
Dalam foto tersebut, tampak wanita setengah telanjang tengah berbaring di atas kasur. Tampangnya masih muda dengan kulit putih bersih. "Sumimasen", dan pria itu pun menghentikan aksinya.
Pria yang mengaku berasal dari Turki juga sempat menghampiri rombongan kami. Dia menawarkan jasa untuk menjadi guide (penunjuk arah). "Anda bisa tersesat kalau tidak ada pemandu. Saya akan menolong Anda. Ayo ikut saya," katanya. "Anda juga bisa memberi tip saya kalau mau," ujarnya lagi. Dan kembali, kata Sumimasen terbukti ampuh untuk menghentikan ajakannya.
Di Kabukicho, pria dan wanita penghibur yang dijajakan tidak semua berakhir di kasur. Sebagian yang dikenal dengan sebutan host (pria) dan hostest (wanita) hanyalah teman untuk minum dan berbincang-bincang.
Dan untuk itu, mereka juga mendapat bayaran. Tarifnya bervariasi, mulai 5.000 yen per dua jam hingga 10 ribu yen per jamnya. Foto mereka banyak dipajang di depan bar atau kafe.
Menelusuri lebih jauh lorong-lorong Kabukicho, tidak melulu bertemu dengan dunia esek-esek. Banyak restoran dan juga bar yang siap menjadi pelepas penat bagi para wisatawan.
Selain itu, di salah satu gang yang terdapat di Kabukicho berdiri Restoran Robot yang terkenal. Di lokasi ini, pengunjung akan disuguhkan pertunjukan kabaret yang dihiasi dengan lampu-lampu laser yang menawan. Tentu saja para pemainnya berkostum robot-robot masa depan.
Toko Khusus Dewasa
Sepanjang penelusuran di Kabukicho, Liputan6.com juga menemukan sejumlah toko yang menjual alat bantu seks. Sebagian dijual dalam toko DVD porno. Namun tidak jarang toko yang hanya khusus menjual benda-benda erotis itu.
Namun untuk menemukan toko seperti ini, mata harus jeli. Sebab tulisan yang terpampang di depannya biasanya ditulis dalam bahasa Jepang.
Di salah satu toko, akhirnya tampak tulisan adult only (khusus dewasa). Di dalamnya terdapat banyak alat bantu seks dengan harga yang beragam.
Mulai dari dildo, vibrator, hingga boneka seks khusus pria. Bentuk dan ukurannya juga berbeda-beda dan sebagian terlihat aneh, bahkan mengerikan.
Kostum-kostum vulgar juga dipajang di etalase. Dari yang berbentuk seragam polisi, perawat, hingga pakaian khas Jepang Kimono. Tentu saja, seluruhnya dengan model super mini, dan hanya menutupi beberap bagian tubuh saja.
Di toko ini, vibrator termurah seukuran kelingking dibandrol dengan harga 500 yen atau sekitar Rp 59 ribu. Sedangkan kimono seksi dihargai 2.300 yen (berkisar Rp 272 ribu). Sedangkan kondom yang bisa menyala di dalam gelap dibandrol dengan harga 430 yen sekitar Rp 51 ribu.
Suasana di dalamnya senyap. Pengunjung tidak banyak berbicara dan fokus memilih kebutuhannya. Penjaga toko juga demikian. Mereka lebih banyak berada di belakang kasir sembari mengamati pelanggan yang memilih-milih jualannya.
Waktu telah menunjukkan pukul 23.30 saat Liputan6.com meninggalkan kawasan Kabukicho. Meski demikian, kawasan merah terbesar di Tokyo tersebut belum juga terlelap.
Kabukicho masih ramai dengan pengunjung yang ingin melewatkan malam dengan hati riang di tengah udara yang kian menusuk tulang.
Advertisement